Rabu, April 24, 2024

Tauhid dan Ekonomi Islam

Gusti Dirga Alfakhri Putra
Gusti Dirga Alfakhri Putra
Penulis merupakan mahasiswa pascasarjana di salah satu kampus negeri di Sumatera Barat

Kegiatan ekonomi adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak ada yang dapat hidup sendiri. Tidak ada seorang pun dapat membuat semua barang yang dibutuhkannya. Manusia selalu membutuhkan orang lain. Oleh sebab itu, ada kerja sama antara orang yang satu dengan orang lainnya. Kerja sama itu saling melengkapi.  Ada orang yang bekerja sebagai petani yang memproduksi bahan pangan. Ada yang membuat pakaian untuk dijual dan diperdagangkan, dan seterusnya.

Kegiatan ekonomi mengacu pada kegiatan memproduksi, membeli, menjual dan mendistribusikan barang dan jasa yang melibatkan transaksi moneter. Dengan kata lain, dapat diartikan sebagai proses di mana persediaan modal atau sumber daya menghasilkan aliran dalam output barang dan jasa yang dapat dimanfaatkan individu untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Dilansir dari buku Pengantar Ekonomi Islam (2019) karya Jaharuddin dan Bambang Sutrisno, ekonomi Islam adalah penerapan konsep-konsep Al-Qur’an dan hadits, baik langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan ekonomi. Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa paradigma utama dalam ekonomi Islam bersumber dari Al-Qur’an dan hadits.

Dalam Islam, kegiatan ekonomi bersifat muamalah. Muamalah yaitu kegiatan yang berhubungan dengan banyak orang. Yang termasuk dalam kegiatan muamalah di antaranya ialah jual beli, sewa menyewa, utang piutang, dan lain sebagainya. Sederhananya, muamalah diartikan sebagai hubungan antar manusia dengan manusia untuk saling membantu agar tercipta masyarakat yang harmonis. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Alquran surah Al-Maidah ayat 2, yang artinya:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al-Maidah: 2)

Kegiatan ekonomi dalam bingkai tauhid maksudnya adalah usaha yang dilakukan oleh seorang muslim harus dimaknai dalam rangka ibadah dan sarana mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt. Kesadaran dan kemampuan memaknai segala aktivitas ekonomi sebagai taqarrub ilalllah akan melahirkan sikap tawakal, ikhlas, sabar, qana’ah dan isti’anah (memohon pertolongan Allah) baik dengan solat maupun berdoa, sehingga segala usaha yang dilakukannya tidak pernah terputus dengan Allah.

Hakikat tauhid adalah penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi, baik menyangkut ibadah maupun muamalah, dalam rangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah. Dalam konteks ini Ismail Al- Faruqi mengatakan, “ it was al- tauhid as the first principle of the economic order that created the first “ welfare state” and Islam that institutionalized that first socialist and did more for social justice as well as for the rehabilitation from them to be described in terms of the ideals of contemporary western societies”.

(Tauhidlah sebagai prinsip pertama tata ekonomi yang menciptakan “ negara sejahtera” pertama, dan Islamlah yang melembagakan sosialis pertama dan  melakukan lebih banyak  keadilan sosial. Islam juga yang pertama merehabilitasi (martabat) manusia. Pengertian (konsep) yang ideal ini tidak ditemukan dalam masyarakat Barat masa kini).

Tauhid merupakan konsep pertama, yang paling penting dan mendasar untuk Ekonomi Islam, tauhid merupakan konsep yang mendasar, karena menyangkut ubudiah atau ibadah mahdah, muamalah, muasyarah, hingga akhlak. Konsep tauhid bukanlah sekedar pengakuan realitas, tetapi juga suatu respons aktif terhadapnya. Ekonomi atau iqtishod yang merupakan bagian dari muamalah secara umum di dalam konsep Islam harus berdampingan manakala akan mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera (falah).

Dalam pandangan Al Qur’an, filsafat fundamental dari ekonomi Islam adalah tauhid (39:38). Hakikat tauhid adalah penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi, baik menyangkut ibadah maupun muamalah, dalam rangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah. Tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan aktifitas umat Islam, baik ekonomi, politik, sosial maupun budaya.

Tak terhitung banyak ayat-ayat Al Quran yang menyebutkan bahwa alam dan seluruh isinya disediakan untuk kepentingan manusia. Ayat-ayat itu menunjukkan bahwa pertanian, perdagangan, industri baik barang maupun jasa dan berbagai bentuk kegiatan produktif juga untuk kehidupan manusia. Meskipun sumber daya yang tersedia cukup banyak, manusia sebagai khalifah Allah tidak boleh boros dan serakah dalam menggunakannya.

Ekonomi Islam sendiri dalam akidah mencakup 2 hal, yaitu ekonomi islam Ilahiyah yang berpegang pada ajaran Tauhid Uluhiyyah dan ekonomi Islam yang berpegang pada ajaran Tauhid Rububiyah.

Yang pertama, Tauhid Uluhiyyah adalah keyakinan terhadap keesaan Allah dan menyadari bahwa semua yang ada di bumi dan langit merupakan milik Allah. Untuk itu manusia dipercaya untuk memegang amanah dalam mengelola dan menggunakan apapun yang dianugerahkan Allah untuk kebahagiaan umat, bukan individu.

Yang kedua, Tauhid Rububiyyah adalah keyakinan bahwa Allah lah yang menentukan rezeki setiap umatnya dan Allah yang akan membimbing umat yang percaya kepada-Nya kepada jalan keberhasilan. Sehingga ketika seseorang menyembah Allah karena memiliki kapasitas sebagai pemberi rezeki maka orang tersebut harus bisa memanfaatkan yang ada di dunia dengan sebaik-baiknya. Karena seperti yang telah disebutkan bila Allah telah menyediakan bumi dan segala isinya untuk umatnya.

Ketika seorang muslim hendak melakukan kegiatan ekonomi, ia akan memastikan bahwa yang dilakukannya tidak dilarang oleh syariat. Dasar hukum kegiatan ekonomi adalah boleh selama tidak ada larangannya. Tauhid yang kuat akan mendasari seorang muslim untuk bermuamalah hanya kepada hal-hal yang dibolehkan.

Selain itu, ia akan mengikrarkan bahwa segala macam aktivitas ekonomi yang dilakukan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah semata. Ia juga akan memastikan bahwa apa yang ia produksi dan apa yang ia konsumsi adalah halal baik zatnya maupun sifatnya. Ketika ia mempunyai harta, ia meyakini bahwa semua itu hanyalah titipan yang sewaktu-waktu bisa diambil. Harta tersebut akan disisihkan sebagiannya untuk diberikan kepada fakir miskin karena dalam setiap harta seorang muslim, ada hak bagi orang lain. Pemahaman tersebut tidak hanya membawa manusia kepada kebahagiaan dunia saja, tetapi juga kebahagiaan di akhirat.

Gusti Dirga Alfakhri Putra
Gusti Dirga Alfakhri Putra
Penulis merupakan mahasiswa pascasarjana di salah satu kampus negeri di Sumatera Barat
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.