Minggu, Mei 4, 2025

Syukur: Bukan Sekadar Menerima, tapi Mengoptimalkan Potensi

Suni Subagja
Suni Subagja
Masyarakat sipil
- Advertisement -

Sering kali, kita diajarkan untuk bersyukur dalam segala kondisi, termasuk saat kita terjebak dalam kondisi yang sulit. Misalnya, saat seorang karyawan pabrik yang bercerita bahwa hak-haknya telah direnggut oleh kerakusan kapitalisme. Acap kali, jawaban yang muncul adalah, Bersabarlah, syukuri apa yang ada. Bukankah hal ini mirip dengan ungkapan populer dari Karl Marx,

Die Religion ist das Opium des Volkes (Agama adalah candu bagi masyarakat)?

Namun, apakah benar bahwa bersyukur itu hanya menerima keadaan tanpa ada upaya dan ikhtiar untuk memperbaikinya? Padahal, setiap manusia memiliki potensi dan keunikannya masing-masing untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Bisa jadi, kondisi yang sulit itu tidak lahir semata-mata karena takdir, melainkan ada kekosongan dalam upaya mengoptimalkan potensi yang diberikan. Jika memang Islam meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka seharusnya syukur menjadi komponen yang penting dalam mencapai hal tersebut.

Apakah syukur itu berarti menina bobokan kita untuk menerima kondisi begitu saja, atau malah menjadi pendorong agar kita dapat berusaha untuk lebih baik lagi?

Konsep Bersyukur dalam Al-Qur’an

Bersyukur tidak hanya sebatas mengucapkan alhamdulillah saja, melainkan harus diwujudkan dalam Tindakan nyata. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat pedih”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa syukur tidak hanya sebatas pengakuan lisan, melainkan mesti diwujudkan dalam mengoptimalkan potensi akal, keterampilan dan harta untuk kebaikan. Sebaliknya, jika potensi itu diabaikan, maka nikmat itu akan dicabut dan berubah menjadi kesulitan.

Jadi, syukur berarti menjadi spirit untuk berbuat dan mengoptimalkan potensi, bukan sekadar ucapan di bibir.

- Advertisement -

Bersyukur Ala Nabi

Dalam sebuah kisah, diceritakan bahwa syukur ala Nabi adalah mengoptimalkan nikmat di jalan yang Allah senangi.

عن عائشة رضي الله عنها والمغيرة بن شعبة رضي الله عنه : أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقوم من الليل حتى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ فقلت له: لم تَصْنَعُ هذا يا رسول الله، وقد غفر اللهُ لك ما تقدم من ذنبك وما تأخر؟ قال: أَفَلَا أحب أن أكونَ عبدا شَكُورًا

Dari Aisyah -raḍiyallāhu ‘anhā- dan Mugīrah Ibn Syu’bah -raḍiyallāhu ‘anhu-, bahwa dulunya Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- shalat malam sampai kedua kakinya bengkak. Aku pun bertanya kepadanya, “Kenapa engkau lakukan sampai seperti ini wahai Rasulullah, padahal telah diampuni dosa-dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?” Beliau menjawab, “Tidakkah boleh aku senang bila menjadi hamba yang bersyukur!”

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa, “Syukur yang sempurna adalah menggunakan segala nikmat yang Allah berikan untuk berbuat kebaikan dan menaati-Nya.”

Jadi, Syukur ala Nabi adalah Tindakan nyata, bukan sekadar ucapan saja. Rasulullah telah memberikan teladan bahwa syukur mesti diterjemahkan dalam amal dan pengabdian kepada Allah

Syukur sebagai Dorongan

Terkadang, memang penting untuk kita semua dapat berterima kasih dan bersyukur atas kondisi hari ini. Akan tetapi, untuk menjadi seorang khalifah di muka bumi, seorang muslim perlu melakukan kerja-kerja konkret untuk mencapainya.

Manusia diciptakan tidak hanya untuk makan, tidur lalu mati. Ada makna yang mesti dicari oleh masing-masing individu. Agar, muslim hari ini dapat bersaing dengan manusia lainnya.

Di saat orang-orang lain tidur, maka seorang muslim disunnahkan untuk bangun, mengambil wudhu dan beribadah kepada-Nya. Hal ini menegaskan bahwa implementasi syukur tidak cukup hanya dengan lisan saja, melainkan mesti diwujudkan dalam aktualisasi konkret.

Sebagai seorang muslim, bersyukur tidak hanya berarti menerima keadaan, tapi juga menjadi dorongan untuk memperbaiki diri dan memberikan manfaat yang lebih besar kepada sekitar. Saat kita bersyukur dengan tindakan, maka Allah akan membalas dengan nikmat yang lebih besar.

Secara historis pun, Islam menjadi satu-satunya alasan bangsa Arab bisa berada dalam kemajuan. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan pentingnya mengoptimalkan potensi sebuah bangsa.

Oleh karena itu, mari kita jadikan syukur ini sebagai motivasi untuk terus tumbuh dan berkontribusi, tidak menjadikan syukur sebagai kambing hitam atas ketidakmampuan kita dalam menghadapi realitas kehidupan.

Suni Subagja
Suni Subagja
Masyarakat sipil
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.