Sabtu, April 27, 2024

Rekonstruksi Kritik Nalar Arab-Islam Al-Jabiri dan Arkoun

Mizanul Akrom
Mizanul Akrom
Penulis yang mengabdikan tulisannya bagi amal jariyah pemikiran. Ia seorang penikmat kajian filsafat, keislaman, pendidikan, dan pemikiran kritis. Tokoh favorit sekaligus panutannya adalah Gus Dur.

Perkembangan teknologi, informasi dan digitalisasi seperti sekarang ini, ternyata diikuti pula semakin semaraknya kajian-kajian keislaman yang dapat kita nikmati di berbagai kanal media elektronik maupun non-elektronik. Sayangnya, tidak semua kajian keislaman yang muncul membawa gagasan kritis-progresif sehingga berdampak signifikan bagi perkembangan pemikiran Islam, justru dalam dasa warsa terakhir semakin marak wacana keislaman bernada menghujat dan sesat menyesatkan yang dikemas dengan jargon membela Islam.

Wacana pemikiran Islam yang demikian itu tentu saja menyebabkan kondisi pemikiran Islam dan kehidupan beragama menjadi tidak kondusif, bukan saja dapat menimbulkan lahirnya tindakan kekerasan fisik, lebih parah lagi timbulnya kekerasan wacana. Konsekuensinya, kelompok lain tidak boleh berbeda keyakinan yang kemudian berlanjut pemaksaan wacana pemikiran karena diyakininya sebagai kebenaran yang seolah bersifat tunggal yang wajib untuk diperjuangkan.

Untuk menghindari penghakiman yang membajak otoritas Tuhan tersebut, maka perlu kiranya agar diperbanyak upaya konkret untuk mendesiminasi pijakan dan merevitalisasi tradisi Islam lewat kajian keislaman dari para pemikiran muslim bernada kritis-progresif. Upaya menghadirkan gagasan dan pemikiran dari pemikir muslim yang berhaluan kritis dimaksudkan untuk memberikan nuansa baru dalam jagad pemikiran Islam di Indonesia.

Harus diakui bahwa krisis pemikiran keislaman yang orisinil menjadi permasalahan umum dalam dunia Islam.

Salah satu penyebabnya adalah karena di hampir semua dimensi pemikiran Islam masih didominasi oleh pandangan tradisional konservatif. Sejatinya, pandangan konservatif ini dibentuk secara bertahap selama empat abad pertama perkembangan Islam, dan baru kemudian pada abad ke-12 Masehi memperoleh bentuknya yang pasti. Setelah itu, keilmuan Islam tidak lagi mengalami perkembangan yang signifikan, bahkan berbagai pemikiran “sempalan” yang mencoba keluar dari kungkungan atau dominasi harus berhadapan dengan kekuatan besar yang sulit ditembus.

Muncuatnya kritik nalar Arab-Islam merupakan sebuah respons keti­dakpuasannya atas metodologi kajian Islam yang berkembang selama ini, khususnya pada bangunan keilmuan Islam yang dilihat sebagai produk sejarah pemikiran keagamaan yang memiliki dimensi relativisme. Analisis epistemologis dengan mengedepankan kritik nalar harus diterapkan kepada teks suci maupun profan, historis maupun filosofis, teologis maupun yuridis, serta sosiologis ataupun antropologis, terlepas dari kedudukannya atau status kognitifnya dalam sebuah tradisi keyakinan, pemikiran, maupun pemahaman.

Muara dari proyek kritik nalar tersebut adalah untuk memecah kebekuan postulat-postulat keagamaan yang selama ini berada dalam wilayah yang tidak dipikirkan (unthought) kemudian menjadi tidak dapat dipikirkan (unthinkable). Postulat-postulat keagamaan yang menegaskan bahwa Islam diidentik­kan dengan agama, agama dengan Islam, dan Islam dengan dunia muslim harus direkonstruksi dengan metodologi kajian keislaman yang mengedepankan kritik nalar sebagai alternatif solusi yang layak untuk dipertimbangkan.

Adapun, kritik nalar sebagaimana diperkenalkan oleh Muhammad Abed Al-Jabiri, seorang intelektual muslim asal Maroko, dan Mohammed Arkoun, intelektual muslim asal Aljazair, walaupun pemikiran keduanya memiliki pernak-pernik dan konsentrasi yang berbeda, namun secara garis besar gagasan pemikiran mereka memiliki konsentrasi yang sama, yaitu untuk melepaskan diri dari keter­belengguan tradisi dan teks.

“Kritik Nalar Arab”, suatu istilah yang digunakan Al-Jabiri yang ditujukan untuk membatasi jangkauan kritiknya pada tradisi pemikiran yang menggunakan bahasa Arab. Kritik nalar Arab Al-Jabiri ini tidak diproyeksikan untuk membangun sebuah ilmu baru seperti membangun ilmu kalam atau teologi baru, juga tidak menaruh perhatian besar pada persoalan ketuhanan, wahyu, ortodoksi, dan aliran-aliran kalam. Kitik nalar Arab lebih menititikberatkan pada kerangka atau mekanisme berpikir yang mendominasi kebudayaan Arab pada kurun waktu tertentu.

Sementara itu, “Kritik Nalar Islam”, suatu istilah yang dipakai Arkoun untuk memperluas cakupan kritiknya hingga sampai ke tradisi pemikiran non-bahasa Arab. Kritik nalar Islam Arkoun ini lebih ditujukan pada konsep-konsep seperti ortodoksi, wahyu, mitos, imajinasi, dan simbol.

Namun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa kajian kritik nalar terhadap teks-teks keagamaan yang sudah mapan sering kali dianggap blunder dan tabu bagi keagamaan seseorang. Karena tafsir atas agama bagi sebagian muslim paralel dengan agama. Sementara agama sering dipadankan dengan bunyi teks, dan teks sama dengan agama, sehingga mengotak-atik tradisi sering dianggap mengganggu agama. Problematika ini muncul tidak lain karena kegagalan pembaca teks yang tidak mengaitkannya dengan konteks. Akibatnya, keilmuan dalam Islam berjalan lambat dan bahkan mengalami kemandegan.

Gagasan epistemologis kritik nalar Arab Al-Jabiri dan kritik nalar Islam Arkoun ini cukup penting untuk dibaca. Karena selain mengajak kita untuk menghargai khazanah pemikiran Islam, juga kita dapat mengambil pelajaran dari kritik nalar yang ditampilkan keduanya, sehingga kita dapat bersikap arif terhadap pluralitas pemikiran yang berkembang dalam Islam.

Dengan demikian, maka sesungguhnya pemikiran kritis-progresif bukanlah anak tiri pemikiran Islam, melainkan sebagai salah satu anak kandung pemikiran Islam. Justru yang menjadi anak tiri pemikiran Islam adalah pengebirian terhadap kebebasan berpikir, apalagi sampai melakukan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan wacana.

Mizanul Akrom
Mizanul Akrom
Penulis yang mengabdikan tulisannya bagi amal jariyah pemikiran. Ia seorang penikmat kajian filsafat, keislaman, pendidikan, dan pemikiran kritis. Tokoh favorit sekaligus panutannya adalah Gus Dur.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.