Aku kira sehabis pasca pencoblosan pilpres dan pileg masa keributan akan selesai dengan damai. Baik diranah sosial media dan dunia nyata. Keributan yang selalu dilakukan dari beberapa pihak dengan mengatasnamakan keadilan namun caranya salah, walaupun di mata mereka benar. Yang penting menang apapaun itu caranya.
Makar, teriak dengan lantang hingga al-Qur’an dijadikan alat untuk sumpah-sumpahan. Dan yang ada dipikaranku; bagaimana ada orang-orang yang tidak sedikit jumlahnya percaya dan menjadikan orang itu sebagai panutan. Kok bisa! Akibatnya yang sudah panas malah semakin panas.
Yang retak malah menjadi patah. Dan hal-hal ini bisa kita lihat salah satunya di media sosial. Orang berkomentar tidak dengan adab dan sopan santun bahkan kata-kata kotor diutarakan dengan lantang. Dalam media sosial orang bisa menjadi ahli apasaja termasuk ahli dalam berkomentar.
Tetapi disisi lain aku bersyukur masa-masa perhitungan pilpres dan pileg masih berjalan dengan baik dan kolektif. Dan yang terpenting berada pada jalur bulan suci ramadhan. Harapannya berkat ramadhan nuansa dan suasana menjadi lebih tentram. Semisal para tokoh bersilaturahim ramah tamah.
Dalam kitab jawamiul kalim karya K.H Ali Maksum krapyak tertulis hadist:
صل من قطعك وأحسن إلى من أساء اليك وقل الحق ولو على نفسك
“Sambunglah silaturrahim kepada orang yang memutuskanmu dan berbuat baiklah kepada orang yang berprilaku buruk kepadamu dan katakanlah kebenaran walaupun terhadap dirimu sendiri.”
Islam mengajarkan kepada kita semua untuk bersilaturahim, bahkan kepada orang memutuskan hubungan dengan kita. Tidak sampai disitu, islam mengajarkan kepada kita untuk berbuat baik terhadap orang yang berbuat buruk kepada kita. Serta berani berbicara kebenaran terhadap diri sendiri. Dalam qaidah lain dikatakan katakanlah kebenaran walaupun itu pahit.
Jika berbuat baik terhadap orang yang baik terhadap kita itu adalah hal yang wajar. Tapi jika orang itu berbuat buruk lalu kita berbuat baik. Disinilah sebenarnya letak keindahan islam dalam beragama. Tidak sedikit dari kita yang merasa canggung dan sulit melakukan hal semacam itu. Seperti melangkah kedapan tapi kita tahu bahwa didepan jalan ada duri yang harus kita lompati.
Seperti kisah Nabi Muhamad SAW menyuapi seorang Yahudi pengemis buta yang sangat membencinya. Disalah satu sudut kota Madinah terdapat seorang pengemis yang selalu berpesan kepada orang yang menghampirinya, “Jangan pernah engkau dekati Muhammad. Dia itu orang gila, pembohong, dan tukang sihir.”
Suatu ketika saat sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq datang menemuinya dan melakukan apa yang selalu dilakukan Nabi Muhammad SAW. Pengemis buta itu murka dan membentak-bentak, “Siapakah kamu? Engkau bukan orang biasa datang menyuapiku dengan lembut.” Hingga akhirnya sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq bercerita bahwa orang yang sering menghampiri dan menyuapainya telah tiada. Dia Nabi Muhammad SAW. Pengemis buta ini menangis hingga akhirnya ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Dalam hadist lain dikatakan:
ما من مسلمين يلتقيان فيتصفحان إلا غفر لهما قبل أن يتفرقا (رواه أبو داود)
“Tidaklah dua orang muslim bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah.” (H.R Abu Dawud)
Jadi sudah sepatutnya kita semua, terkhusus para tokoh-tokoh yang menyelam dalam dunia pilpres dan pilpeg sebaiknya bertamu dan bertemu satu sama lain. Tidak ada ruginya dan hilangkan rasa benci, sok-sokan serta ingin dimuliakan terlebih dulu.
Segala sesuatu lebih baik jika kita memulai pada diri sendiri dan yakinlah jika para tokoh-tokoh sudah betamu bertemu masyarakat akan lebih tentam dan tenang hingga menunggu keputusan siapa orang yang akan memipin Indonesia 5 tahun kedepan. Dan yang terpenting adalah persatuan Indonesia sebagaimana tertulis dalam sila ketiga.