Pemilu 2024 menjadi sorotan utama dengan fokus pada peran vital suara pemuda dalam arena politik. Pertanyaan mendasar muncul: apakah suara pemuda dianggap sebagai komoditas politik semata, atau benar-benar didengar dalam menyuarakan aspirasi mereka?
Dalam mengkaji peran pemuda, muncul kekhawatiran akan potensi suara mereka yang sekadar dijadikan alat kampanye tanpa adanya tanggung jawab terhadap aspirasi yang diwakilinya. Pemuda, sebagai kelompok signifikan dalam populasi, memegang potensi untuk membentuk arah politik masa depan, dan kehadiran mereka dalam proses politik menjadi sebuah pertanyaan yang esensial. Karena suara pemuda memiliki presentasi terbanyak yang sudah ditetapkan jumlah DPT pemilu 2024 dari sumber KPU sebanyak 204.807.222 pemilih di Gedung KPU, Minggu (2/7/2023).
Pertanyaan mengenai sejauh mana suara pemuda didengar melibatkan pemantauan di berbagai lokasi politik, mulai dari tingkat lokal hingga nasional. Dengan demikian, perhatian tertuju pada sejauh mana partisipasi pemuda meresap di berbagai tingkatan pemilihan, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Dengan Pemilu 2024 yang ditetapkan akan dilaksanakan pada Rabu, (14/2/2024) sebagai fokus utama, perhatian khusus diberikan pada momentum terkait keberadaan pemuda dalam proses politik.
Kapan dan bagaimana pemuda terlibat selama tahapan kampanye, debat, dan pemungutan suara menjadi kunci dalam menganalisis dampak suara mereka pada hasil akhir pemilu. Identifikasi siapa yang bertanggung jawab dalam mengakomodasi suara pemuda menjadi penting. Baik itu partai politik, calon-calon, maupun lembaga-lembaga terkait harus diidentifikasi peran dan tanggung jawab mereka dalam menjadikan suara pemuda, yang artinya suara dari pemuda sangat berpengaruh untuk menentukan siapa calon pemimpin yang menang. Pemilu yang akan datang menjadi momen penting bagi pemuda Indonesia, yang mayoritas merupakan pemilih pemula.
Dengan berbagai isu krusial yang tengah melanda negara, seperti pendidikan, ketenagakerjaan, dan lingkungan, peran pemuda dalam memilih pemimpin dan merumuskan kebijakan menjadi semakin krusial. Namun, beberapa pihak menilai bahwa suara pemuda hanya dianggap sebagai komoditas politik belaka.
Pada banyak kesempatan, para calon politik tampaknya hanya berfokus pada cara untuk “menggaet” pemilih muda tanpa benar-benar memahami permasalahan yang dihadapi oleh generasi tersebut. Di sisi lain, muncul juga sejumlah upaya untuk benar-benar mendengarkan aspirasi pemuda. Beberapa organisasi pemuda dan gerakan masyarakat telah aktif menyelenggarakan forum diskusi, debat, dan dialog antara calon-calon politik dan pemuda.
Tujuannya tidak hanya untuk memenangkan suara pemuda, tetapi juga untuk menciptakan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi mereka Para pemuda sendiri juga semakin sadar akan peran penting mereka dalam proses politik. Melalui berbagai media sosial dan kampanye, mereka menyuarakan keinginan untuk menjadi bagian dari pembentukan masa depan bangsa. Pemuda kini tidak hanya menginginkan perhatian, tetapi juga perubahan yang konkret.
Dalam menghadapi Pemilu 2024, keterlibatan dan partisipasi aktif pemuda diharapkan menjadi suatu kekuatan yang tidak bisa diabaikan. Bagaimana nantinya suara pemuda akan diakomodasi dan diresapi oleh para calon pemimpin akan menjadi cermin bagi kedewasaan demokrasi di negeri ini.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk pemuda terbesar di dunia, Pemilu 2024 dapat menjadi tonggak sejarah yang menunjukkan sejauh mana suara pemuda dihargai dan diperhitungkan. Maka dari itu, menjelang Pemilu, kita semua diingatkan untuk merenung dan bertanya, apakah suara pemuda hanya sekadar komoditas atau benar-benar didengar aspirasinya?