Tinggal menghitung hari lagi kita akan merayakan kontestasi pesta politik terbesar di negara ini yaitu Pemilihan Umum (Pemilu). Kontestasi 5 tahunan ini menjadi ajang perang adu strategi, adu gagasan, dan adu elektabilitas para calon legislatif dan eksekutif baik di tingkat kabupaten/kota hingga nasional berebut suara dari rakyat demi memperebutkan kursi-kursi singgasana yang akan mencapai batas akhir.
Tentunya tidak hanya para calon legislatif dan eksekutifnya saja yang merasakan euforia kontestasi ini, tetapi rakyat pun merasakan panasnya persaingan mulai dari rakyat kelas bawah hingga rakyat kelas atas.
Di tiap kontestasi pemilu pasti kita kenal dengan sebutan “pemilih pemula” yaitu dikategorikan kepada orang-orang yang baru pertama kali menentukan suaranya di pemilihan umum.
Tentunya apabila kita mengacu di pemilihan umum 2019, mayoritas pemilih pemula dalam pemilu ini yaitu generasi millenial yang lahir pada tahun 1995 – 2000. Menurut data dari KPU mengumumkan jumlah DPT berdasarkan klasifikasi pemilih.
Usia 17-20 tahun sebanyak 17.501.278 orang dan usia 21-30 sebanyak 42.843.792 orang. Diperkirkan pemilih milenial, mereka yang berusia 17 hingga 30 tahun,- berjumlah 40 persen dan total jumlah pemilih yang ada.
Wajar bila pemilih milenial akan menjadi kunci kemenangan, sekaligus membawa semangat pemilu menjadi pesta demokrasi yang cerdas, santun dan beradab. Dengan jumlah yang cukup besar, pemilih millenial yang sebagiannya merupakan pemilih pemula menjadi target empuk bagi para calon legislatif dan eksekutif menawarkan program-program menarik khusus untuk generasi millenial.
Mereka melakukan berbagai cara untuk menggoda pemilih millenial memilih jagoan mereka dalam pemilihan umum nantinya, mulai dari mengubah stylish berpakaian pemimpinnya, jargon-jargon millenial, hingga program-program penjaminan masa depan ditawarkan kepada generasi millenial.
Melihat kondisi tersebut, sudah seharusnya generasi millenial dapat menentukan sikap dalam memilih calon legislatif dan eksekutif nantinya saat pemilihan umum. Jangan sampai kita sebagai generasi millenial hanya ditunggangi sebagai alat politik menggiring suara millenail di pemilihan nantinya.
Oleh karena itu, kita harus menganalisis dan mengkritisi program-program yang ditawarkan kepada kita. Jangan sampai program-program yang telah ditawarkan kepada kita pun kita ambil mentah-mentah tanpa harus mengkritisi dan menganalisis program tersebut.
Kita sebagai generasi millenial harus cerdas memilih pemimpin yang kita pilih, dengan jumlah suara kita yang cukup banyak, pilihan kita merupakan nasib bangsa ini 5 tahun ke depan.
Maka, jadilah generasi millenial yang cerdas dalam memilih, manfaatkan teknologi di sekitar kita untuk mencari tahu mengenai informasi calon-calon legislatif dan eksekutif yang maju, banyak-banyaklah berdiskusi dengan teman-teman untuk memperluas sudut pandang pemimpin yang kita pilih agar kita tidak salah memilih pemimpin. Dan pada waktu 17 April 2019, gunakan hakmu untuk mencoblos di TPS yang terdekat.