Beberapa waktu lalu kita sering mendengar kabar bahwa persekusi terhadap wartawan kerap terjadi di Indonesia, padahal wartawan memiliki pekerjaan yang amat mulia. Wartawan dalam artian merupakan seseorang yang melakukan kegiatan jurnalistik atau orang yang secara teratur menuliskan berita berupa laporan sebagaimana tulisannya akan dimuat di media massa.
Seorang wartawan harus bekerja mencari berita untuk dilaporkan dan di muat di media massa atau media lainnya sebagai perantara menyampaikan informasi-informasi yang objektif kepada masyarakat luas tanpa memiliki pandangan dari satu sudut tertentu.
Persekusi yang dilakukan terhadap wartawan kerap terjadi di Indonesia. Baik itu dilakukan oleh peserta aksi (pada gelaran demonstrasi tertentu) maupun pihak keamanan. Namun hal tersebut sangat begitu dimaklumi, tidak semua berita-berita yang dimuat oleh pewarta membuat sebagian orang senang.
Memiliki pekerjaan sebagai seorang pewarta bukanlah pekerjaan yang mudah. Pewarta juga bertaruh nyawa untuk mencari kabar terbaru demi memberikan informasi kepada masyarakat luas. Pekerjaan ini sering kali mengancam nyawa, apabila pihak yang terlibat dalam melanggar hukum atau terjerat kasus hukum lainya merasa dirinya dirugikan, maka dapat dipastikan mereka tidak senang karena dirinya diberitakan ke publik.
Sedikit cerita tentang keingin tahuan saya terkait profesi wartawan. Saat itu saya sering kali diminta untuk menemani senior saya yang berprofesi sebagai wartawan di salah satu media massa di daerah untuk mencari berita.
Secara tidak langsung senior saya memberikan pelajaran mulai dari mencari informasi topik terkini, wawancara narasumber hingga cara penulisan berita yang akan dimuat. Saya sempat berfikir, bahwa pekerjaan ini sangatlah mudah.
Bagaimana tidak mudah? Untuk mendapatkan berita memulai dari mencari informasi terkini, selanjutnya menyambangi narasumber terkait berita terjadi serta menanyakan beberapa pertanyaan lalu mencatat apa jawaban yang disebutkan dari narasumber tersebut.
Dengan pemikiran saya yang pendek dalam menyikapi pekerjaan wartawan tersebut, sempat telontar Kata-kata “Bang enak ya jadi wartawan,” ucapku sambil sedikit meringis.
Bagaimana tidak, kesehariannya yang saya lihat dia diluar kantor terus, dengan baju yang tak seragam atau memiliki ketentuan berpakaian tertentu serta jarang berangkat untuk absen dikantor.
Saya semakin semangat untuk memiliki pengetahuan yang mendalam tentang pekerjaan wartawan tersebut, maka saya pelajarilah tingkah laku sehari-hari senior saya dalam bekerja. Ternyata soal absensi kehadiran dilihat dari produk berita didapat yang nantinya akan dimuat di hari itulah.
Setelah dipelajari secara mendalam, untuk menjadi seorang pewarta bukanlah perkara mudah. Berita-berita yang akan dimuat di media massa untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas haruslah akurat dan tidak memiliki keberpihakan pada satu sudut pandang (dalam artian harus memiliki sikap profesionalisme).
Dalam pekerjaan tersebut, wartawan maupun jurnalis memiliki pedoman yang disebut Kode Etik Jurnalis, tujuannya tak lain agar wartawan maupun jurnalis bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya sebagaimana mencari dan menyajikan informasi. Kode Etik Jurnalistik merupakan himpunan etika profesi kewartawanan, selain dibatasi oleh ketentuan hukum seperti Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1994.
Menjalani profesi sebagai wartawan tentunya harus memiliki sikap profesionalisme dalam menyajikan informasi. Seperti diketahui, tidak sedikit berita yang beredar di media-media sosial memberikan informasi dengan tidak objektif dan terkesan memiliki nilai hoaks. Hal tersebut membuat saya bertanya-tanya sebagai manusia awam. “Siapa yang membuat berita tersebut, dan siapa yang menyajikan, ataukah pihak yang terjerat memiliki media sendiri”.
Di era sekarang apalagi musim-musimnya pemilu, tidak sedikit pula publish-publishan dari media massa yang telah terbit diedit seolah-olah mendukung pihak terjerat atau mendukung pihak jagoannya dalam kontes pemilu umum dengan mengatas namakan sumber media massa tertentu. Bukankah hal tersebut membodoh-bodohi masyarakat dan semakin membuat perpecahan antara masyarakat pendukung masing-masing ?
Terkait hal tersebut, para wartawan kerapkali mendapat tudingan-tudingan tidak benar dan seringkali menerima fitnahan serta ancaman-ancaman dari pihak-pihak tertentu. Terbukti, sudah banyak kabar yang beredar terkait tudingan tak benar tersebut diterima oleh wartawan-wartawan media massa.
Sungguh sakit hati itu sebenarnya, ketika mendengar seseorang berucap ‘Ah… media ini pro kesini, ah…. media itu pro kesana’ padahal wartawan dipastikan telah menyajikan informasi yang sangat objektif dan bekerja secara profesional sesuai kode etik sebagai penyaji informasi yang akurat kepada masyarakat luas.
Dalam hal ini, sebagai penerima informasi, seharusnya masyarakat harus membaca secara teliti berita yang dimuat dalam media massa. Terkadang artikel berupa informasi-informasi yang beredar di media sosial tidak mencantumkan keseluruhan penulisan. Bacalah berita dari sumber media yang memuat jelas dan terpercaya, jangan cepat percaya begitu saja kepada media-media massa atau media sosial yang memuat berita seoalah-olah memiliki satu sudut pandang tertentu.
Selanjutnya, semoga masyarakat mampu untuk mengubah persepsinya terhadap wartawan dan menghargai perjuangan seorang wartawan dalam menyajikan informasi secara profesional.