Di dunia ini siapa yang tidak mengenal sederet nama besar di dunia virtual. Sebut saja Steve Jobs, Bill Gates, dan Mark Zuckerberg. Mereka adalah sederet tokoh kreatif pengubah dunia, dengan karya agungnya masing-masing.
Mari kita mulai dari Steve Jobs sang kreator dengan karya besarnya. Yakni Ipod, dengan segala kecanggihan vitur kreatif di dalamnya. Rasanya tidak usah saya panjang lebarkan seperti apa kecanggihan Ipod. Saya yakin teman-teman sudah lebih tahu dari saya, terutama yang keseharianya memakai smartphone bikinan Steve ini.
Kemudian Bill Gates, inspirator kita selanjutnya. Sang bos Microsoft, karyanya ini adalah sebuah OS yang hari ini hampir setiap perangkat komputer di seluruh dunia memakainya. Atau hematnya, OS Microsoft ini adalah OS terpopuler di seluruh dunia saat ini, walaupun ada OS lain yang berusaha berkompetisi denganya. Namun tetap saja belum bisa mengejar kepopuleran OS bikinan Bill Gates ini, terutama di Indonesia.
Selanjutnya, Mark Zuckerberg, tokoh satu ini tentu tidak kalah mentereng dari dua tokoh sebelumnya. Karena bagi yang terkoneksi dengan internet hampir tidak apsen untuk login di aplikasi buatanya, walaupun belakangan agak menurun penggunanya, karena menanjaknya popularitas aplikasi chatting yang lain, terutama Whatsapp dan Instagram. Teman-teman pasti sangat tahu, ya benar sekali, Facebook. Bisa dibilang, Facebook adalah aplikasi paling mentereng di abad ini, karena penggunanya begitu melimpah.
Dari ketiga tokoh di atas, siapa yang tidak mengakui kejeniusan mereka dalam hal kreativitasnya di dunia komputer dan mesin virtual. Jika kita bicara di abad ini, tentu bisa kita katakan pula bahwa mereka adalah tokoh yang paling berpengaruh di muka bumi. karena dunia komputer dan virtual adalah dunia yang sangat berpengaruh terhadap “dunia lain”, entah ekonomi, sosial, budaya, dll.
Tapi apakah teman-teman tahu? Ternyata dibalik luar biasanya mereka, di masa studinya tidak seperti yang mungkin kita bayangkan sebelumnya. Misal bila kita bayangkan bahwa mereka adalah mahasiswa yang rajin, tidak pernah meninggalkan kuliah, dll. Ternyata tidak! Kebayang gak? ternyata semasa studi mereka DO semua.
Nah…di titik ini, saya ingin mengambil benang merah dari fenomena studi mereka dengan capaian prestasi yang telah mereka torehkan. Mereka bisa menjadi inspirasi sekaligus koreksi untuk sistem pendidikan yang ada di Indonesia.
Salah satu dari tokoh pemikir pendidikan John Dewey, punya gagasan bahwa implementasi pendidikan tradisional yang menekankan pada aspek hafalan dan mendengarkan saja harus diubah. Dewey lebih menekankan pada aspek kreativitas dan keterlibatan peserta didik dalam diskusi efektif dan pemecahan masalah.
Mungkin pembaca sudah tahu maksud saya ya? Saya menemukan sebuah kesesuaian antara gagasan John Dewey dengan perilaku ketiga tokoh tadi. Bahwa model pembelajaran tradisional yang hanya menekankan pada hafalan dan mendengar ini hanya akan membuat paserta didik merasa tertekan, jenuh, mandeg, kurang ada rangsangan daya kreativitas, yang ditimbulkan dari pembelajaran seperti itu.
Makanya orang-orang kreatif seperti tokoh di atas, semasa kuliah memilih untuk mencari inspirasi diluar kelas. Mencoba mengerjakan apa yang disukainya, bahasa kerenya passion, dan apa yang dirasa menjadi basic yang ada dalam dirinya, alias anugerah Tuhan yang diberikan pada setiap insan. Bijak banget ya kata terakhir tadi. Pada akhirnya mereka menjadi kreator besar dalam bidang komputer dan virtual. Mengubah dunia!
Mohon dimengerti, bahwa saya tidak ingin pembaca melihat dari sisi mereka yang tidak mau mengikuti aktivitas kuliah dll. Akan tetapi mari kita lihat secara kritis berkaitan dengan sistem kurikulum terutama di Indonesia. Yang mungkin perlu adanya pembenahan-pembenahan. Karena nyatanya hari ini kenapa SDM kita belum bisa mencetak SDM yang sekelas, atau minimal di bawahnya sedikitlah.
Walaupun belakangan muncul SDM atau pemuda Indonesia yang dalam diberitakan berprestasi dalam teknologi nuklir, study di luar negeri dan ikut dalam suatu program pembuatan nuklir, bahkan sempat mendapat apresiasi dari dalam negeri. Ehh, ternyata hoax. Kalau bahasa anak sekarang, yang kayak gini ini, “ kebanyakan makan micin”.
Sepertinya sistem pendidikan kita yang dalam bahasa saya kemaruk, semua mata pelajaran di ajarkan, dari sekolah dasar hingga tingkat menengah. Toh, pada akhirnya kita akan diarahkan untuk mempelajari hal yang semakin spesifik. Bukanya sama sekali tidak bagus, dalam pandangan saya, namun sepertinya terlalu banyaklah untuk di Indonesia ini.
Dan pengamatan saya, sepanjang pertemuan saya dengan kebayakan teman dari berbagai sekolah, universitas, daerah dan sebagainya, pengalaman mereka tidak jauh berbeda dengan saya. Pendidikan yang ditempuh selama sembilan tahun terasa hambar, kurang membekas dan kebingungan menentukan arah. Bosan, apalagi ditambah metode pembelajaran di dalam kelas terus, gitu-gitu aja lagi.
Ayolah pak! Para pejabat pemangku kebijakan, Menetri Pendidikan, sampai Presiden kalau perlu. Para Aktivis ataupun praktisi pendidikan yang relevan, ataupun siapapun yang peduli tentang dunia pendidikan Indonesia. Apakah tidak mubazir, generasi bangsa ini di pendidikan dasar, menengah, dan atas, harus bergumul dengan banyak sekali mata pelajaran.
Saya ingat sekali, masa-masa di mana saya sekolah, dimana tas saya terasa berat sekali untuk membawa buku tulis, buku paket, dan LKS. Apakah tidak sebaiknya ada efisiensi, misalnya di sekolah menengah sudah ada spesifikasi untuk setiap anak didik. Mau kemana kira-kira kecenderungan setiap anak didik itu.
Dari mana bisa diukur kecenderungan itu? Bisa saja di buatkan desain kurikulum yang mengharuskan pendidik di sekolah dasar menganalisa setiap anak didiknya, dan di akhir sekolah dasar hasil dari analisa itu di rekomendasi atau dianjurkan kepada anak didik dan orang tua, selanjutnya anak didik yang milih sendiri, atau seperti apa, bisa di fikirkan bersama.
Dan selanjutnya, SDM yang disiapkan untuk menjadi pendidik juga dikuatkan dalam kurikulum Universitasnya, soal metode dan media pembelajaran yang lebih kreative, di kuatkan dari segi keaktifan anak didik dan yang relevan denganya. Kalau bisa diubah seperti yang saya utarakan, saya kok optimis ya, kalau akan ada Steve Jobs, Mark Zuckerberg, dan Bill Gates baru dari Indonesia kita tercinta.