Sabtu, April 20, 2024

Spirit Muharram 1440 Hijriyah

Iip Rifai
Iip Rifai
Penulis Buku "Persoalan Kita Belum Selesai, 2021"| Alumnus : ICAS Paramadina University, SPK VI CRCS UGM Yogyakarta, Pascasarjana UIN SMH Banten, Sekolah Demokrasi Serang 2014.

Senin sore, 10 September 2018, saat matahari tenggelam, tepatnya ketika waktu maghrib tiba, maka tahun baru hijriah atau tahun baru Islam telah dimulai, 1 Muharram 1440 H. Menurut sejarah, tahun hijriah ini berlaku sejak zaman Umar bin Khatab, khalifah ke-2 (634-644 Masehi) dalam masa Khulafaur Rasyidin. Konon, masyarakat Arab pra Islam sebenarnya telah memakai kalender dengan nama bulan-bulan yang sama dengan kalender hijriyah, akan tetapi mereka tak mempunyai catatan resmi kapan tahun pertama dimulai.

Sebagai contoh, misalnya satu peristiwa penting dan akbar yang terjadi pada saat itu yang dikaitkan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tahun tersebut dinamakan Tahun Gajah. Pasalnya, saat itu ada pasukan gajah yang dipimpin Raja Abrahah dari Ethiopia yang datang ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah.

Kalender Hijriyah ini menjadi sangat urgen, penting ketika wilayah kekhalifahan melebar dan  meluas. Pencatatan dengan memakai patokan sebuah peristiwa tertentu dirasa kurang afdol  juga tak lagi memadai karena banyak mengandung kekurangan dan kelemahan. Banyak sekali peristiwa penting pada saat dan menjadi sulit untuk menentukan mana yang terpenting yang bisa dianggap mewakili tahun tersebut.

Selain alasan di atas, penetapan tahun pertama kalender ini dianggap sangat penting untuk keperluan administrasi dan korespondensi (surat menyurat) pemerintah di bawah khalifah. Pernah suatu hari seorang Gubernur Basrah, Abu Musa Al-Asyári, menulis surat kepada khalifah di Madinah yang isinya menyoal kronologi surat-surat dari khalifah yang tak beliau pahami gegara tanggal dan bulan saja.

Sejak itulah kemudian Khalifah Umar bin Khattab berinisiatif untuk mengumpulkan beberapa sahabat senior dan mengajak mereka bermusyawarah tentang pentingnya penetapan kalender Islam. Di antara mereka, ada yang mengusulkan perhitungan tahun pertama yang dijadikan penanggalan kalender, yaitu berdasar pada tahun kelahiran Nabi Muhmmad SAW. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan tanggal wafatnya Nabi. Ada juga usulan awal penanggalan tersebut saat pertama turunnya wahyu, dan lain-lain.

Setelah musyawarah selesai, ada satu kesepakatan yang dijadikan sebagai keputusan bersama yakni usulan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Beliau mengusulkan tahun pertama kalender Islam didasarkan pada awal peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Sama sekali berbeda jauh dengan cara atau metode yang digunakan agama-agama lain.

Biasanya mereka memulai kalendernya seiring atau sesuai dengan peristiwa kelahiran sang pembawa ajaran tersebut. Sebut saja kalender masehi yang perhitungannya dimulai dari kelahiran Sang Isa sebagai pembawa ajaran tersebut. Namun, tahun baru Islam ditandai dengan sebuah peristiwa heroik, yakni, peristiwa pindahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah yang kita kenal dengan istilah “hijrah”.

Makna yang Mendalam

Tahun baru Islam atau hijriyah tahun ini hendaknya kita maknai sebagai tahun baru yang kaya akan makna dan pesan (hikmah). Pergantian tahun tersebut mengandung banyak pelajaran yang bisa kita ambil sebagai pemaknaan hidup. Dalam pergantian atau perubahan tahun tersebut ada makna yang terselip di dalamnya sebagai sebuah pergantian atau perubahan akhlak setiap diri seorang muslim. Perubahan dari akhlak tercela menjadi akhlak terpuji. Pergantian  dari perilaku tak terhormat menjadi perilaku yang diridhoi oleh Allah SWT.

Sanggupkah seseorang muslim meninggalkan kebiasaan dan perilaku buruknya; tidak bergosip, tidak bergunjing di tempat kerja, di majlis ta’lim atau di komplek rumahnya sendiri? Maukah ia, kini,  meninggalkan kebiasaan dan perilaku korupsi di tempat kerjanya? Sudahkan ia, kini, menghormati, peduli, empati dan memanusiakan bawahan atau anak buahnya? Sudahkah ia, kini, berhenti menipu dan mengurangi timbangan saat berniaga?

Jika di tahun sebelumnya, perilakunya yang tak terpuji tersebut belum bisa ia tinggalkan, maka kini saatnya, di tahun baru ini, perilaku tersebut sudah ia buang jauh dari dirinya. Itulah hakikat sebuah pergantian tahun. Tahun baru tidak dimaknai hanya persoalan pergantian angka-angka dalam kalender semata. Ia menyimpan pesan hijrah yang sesungguhnya.

Pesan tahun baru selanjutnya adalah kuantitas dan kualitas ibadah dan amaliyah. Seberapa banyak kita telah melaksanakan perintah Allah dan seberapa jauh kualitas pelaksanaannya? Menghisab diri adalah satu dari beberapa cara untuk menjawab pertanyaan di atas.

Tahun  baru ini hendaknya harus lebih baik. Shalat lima waktu menjadi tepat waktu, shalat sunnat rawatib menjadi tertib dilakukan setelah shalat wajib, zakat yang selalu ditunaikan tanpa luput, serta ibadah lainnya yang yang senantiasa ia sempurnakan kuantitas dan menjaga kualitasnya,

Ada satu hal penting selain menjaga kualitas serta menyempurnakan kuantitas ibadah, yaitu istiqomah. Seorang muslim beribadah kepada Rabb-Nya tidak setengah-setengah. Ia melakukannya secara total, konsekuen dan berkesinambungan. Halangan ia jadikan sebagai tantangan. Ibadah harus tetap jalan meski godaan tak pernah berhenti mengiringinya. Ia selalu berusaha untuk menjadi muslim yang ideal, seorang muslim yang kaaffah serta istiqomah selalu berada di jalan Allah SWT.

Pesan terakhir dari Tahun Baru Hijriyah adalah dengan memuliakan bulan Muharram, yaitu dengan menunaikan ibadah puasa sunnah, yakni puasa pada tanggal 10 serta 9 di bulan Muharram. Biasa kita sebut dengan Puasa ‘Asyura (10 Muharram) dan Puasa Tasu’a (9 Muharram). Pahalanya pun sangat istimewa, ia dapat menghapus dosa setahun yang terlewati (Hadits Muslim No. 1162/2746)

Selain menunaikan ibadah puasa sunnah, satu bentuk ibadah yang tak kalah penting lainnya di bulan ini adalah memperbanyak sedekah (shodaqoh) terhadap fakir miskin serta anak-anak yatim. Mereka perlu mendapatkan perhatian khusus, baik kasih sayang maupun materi dari saudara-saudaranya yang mampu dan kaya.

Sungguh, bulan Muharram sebagai bulan istimewa bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Allah SWT jadikan demikian tentu sebagai media untuk memperbaiki perilaku manusia yang dalam perjalanan kemanusiaannya tak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Nafsu dan syahwat manusia perlu mendapatkan reorientasi agar ia kembali ke jalan yang benar, jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Tahun baru hijriyah sama sekali bukan ajang adu tinggi kembang api, pesta pora, lomba karaoke dan joget. Ia melampaui semua itu. Ia adalah bulan mulia dan istimewa. Isi dan maknailah spirit yang terkandung di dalamnya agar kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama di bumi Indonesia tercinta ini terwujud dalam kerukunan, kedamaian dan keharmonisan, serta dirdhoi oleh Allah SWT . Karena sebuah negara akan rukun, damai dan harmonis jika individu-individu dari mereka adalah manusia-manusia yang telah hijrah dari era kegelapan yang barbarian menuju era cahaya yang terhormat dan beradab. Selamat Tahun Baru 1440 Hijriyah!   

Iip Rifai
Iip Rifai
Penulis Buku "Persoalan Kita Belum Selesai, 2021"| Alumnus : ICAS Paramadina University, SPK VI CRCS UGM Yogyakarta, Pascasarjana UIN SMH Banten, Sekolah Demokrasi Serang 2014.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.