Dalam beberapa pekan terakhir, dunia jagat maya Indonesia digemparkan dengan adanya fatwa haram sound horeg oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim. Fatwa tersebut adalah kelanjutan dari hasil kajian bahtsul masail yang digelar dalam Forum Satu Muharram 1447 pada tanggal 26-27 Juni 2025. Dalam isi pokok fatwa tersebut, sound horeg diharamkan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan, kerusakan fasilitas atau menimbulkan keresahan masyarakat. Oleh karena itu, sebagaimana terlampir juga dalam fatwa tersebut, MUI Jatim merekomendasikan untuk pemerintah daerah agar membuat regulasi penggunaan sound system dan bagi masyarakat untuk menjauhi aktivitas yang menyebabkan kemudaratan.
Alih-alih menjalankan fatwa tersebut dengan lapang dada dan rendah hati, terdapat sebagian masyarakat yang menolak fatwa tersebut, bahkan sampai memasang logo halal sebagai bentuk perlawanan. Apalagi, muncul wacana diadakannya lomba sound horeg oleh bupati Blitar karena dianggap memberikan banyak dampak positif, dimana hal itu sangat bertentangan dengan poin pokok fatwa tersebut. Padahal apabila diamati dengan baik, penggunaan sound horeg sangat membahayakan pendengaran manusia dan organ tubuh lainnya sebab dentuman suara yang melampaui batas aman. Oleh karena itu menarik dibahas, bagaimana respon al-Qur’an atas fenomena yang terjadi belakangan ini.
Tafsir Al-Baqarah: 195
وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
Berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuatbaiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al-Baqarah: 195)
Menurut al-Qurthubi, terdapat lima makna penafsiran dari terjemahan kata kebinasaan, yaitu: Pertama, meninggalkan jihad fi sabilillah. Kedua, meninggalkan infaq untuk jihad fi sabilillah karena khawatir menjadi miskin. Ketiga, mengabaikan sedekah untuk orang fakir. Keempat, putus asa dari rahmat Allah SWT. Kelima, melakukan perjalanan tanpa disertai bekal yang cukup sehingga menyebabkan gagalnya perjalanan tersebut. Setiap ragam penafsiran tersebut memiliki argumentasi masing-masing berdasarkan riwayat yang ada, akan tetapi apabila ditinjau dari sebab turunnya ayat, maka makna lafaz pertama dan kedua terlihat lebih masuk akal dan saling berkaitan.
Asbab al-nuzul al-Baqarah ayat 195 sebagaimana kutipan riwayat dalam tafsir Ibn Katsir berbicara tentang keadaan muslimin dalam peristiwa penaklukan Konstantinopel. Ketika itu ada seorang muslim yang merangsuk masuk ke barisan musuh sendirian, lalu orang-orang pun berkata: Subhan Allah, ia menjeremuskan dirinya dalam kebinasaan. Mendengar itu, Abu Ayyub Al-Anshari berkata: wahai manusia, sesungguhnya kalian menakwilkan ayat tersebut tidak pada tempatnya. Ketahuilah bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan perkataan diantara kaum Anshar saat Islam mendapatkan kemuliaannya dan bertambah banyak pengikutnya, mereka berkata: seandainya saja kita disibukkan dengan harta kita, pasti kita akan memperbaikinya.
Pembahasan
Berangkat dari keterangan sebab turunnya ayat tersebut, para ulama berbeda pendapat apakah tindakan seorang muslim yang merangsek sendirian dalam kancah peperangan dapat dikategorikan sebagai maksud penafsiran ayat 195. Menurut seorang tabiin bernama al-Qasim ibn Muhammad, Muhammad ibn Husain pengikut Imam Hanafi dan Ibn Huwaiz Mandad dari kalangan Maliki berpendapat bahwa tindakan tersebut bukan termasuk dari maksud ayat 195 surah al-Baqarah, akan tetapi dengan syarat mempunyai kekuatan dan niat tulus kepada Allah SWT. Karena yang demikian itu dinilai sebagai pengorbanan terhadap agama, sama seperti ketika seorang muslim yang melindungi nabi saw. hingga syahid pada perang Uhud.
Relevansi ayat 195 dengan fenomena sound horeg sangat terlihat apabila dibaca sesuai bunyi teksnya, akan tetapi jika ditelusuri lagi melalui asbab nuzul dan makna penafsiran kata “kebinasaan”, maka terdapat kandungan makna lain yang tidak tersuratkan. Pesan tersebut berkata bahwa segala sesuatu yang melalaikan dari ketaatan kepada Allah SWT adalah kebinasaan. Berkaitan dengan asbab nuzul ayat 195 dapat dipahami bahwa kaum Anshar mendapat teguran dari langit sebab kecondongan mereka untuk mengurus kekayaan yang mereka miliki daripada berjuang membela perjuangan nabi Muhammad saw., sehingga keinginan itu dinilai sebagai bentuk kelalaian kepada Allah SWT.
Apalagi dengan fenomena sound horeg yang jelas-jelas menimbulkan kerusakan dan keresahan diantara masyarakat. Bahkan dalam kasus terbaru, terdapat seorang perempuan yang meninggal saat menonton sound horeg akibat mengalami henti jantung dan napas. Meski begitu, kita tidak dapat mengatakan bahwa sebab utama meninggalnya perempuan tersebut akibat menonton sound horeg. Selain itu, kajian medis mengatakan bahwa penggunaan suara sound diatas 80 db secara terus menerus dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen dan memicu stress, insomnia dan gangguan jantung.
Tidak ada keraguan tentang kemudaratan yang ditimbulkan dari sound horeg. Apabila penikmatnya mengelak dengan mengatakan bahwa ada dampak positif dari pergelaran kegiatan tersebut seperti keuntungannya disisihkan untuk santunan anak yatim dan donasi masjid atau musala, hal itu tidak lantas dapat menghilangkan kemudaratan yang timbul dari sound horeg. Apalagi kaidah hukum mengatakan bahwa:
دَرْءُ المَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصَالِحِ
Menghindari kerusakan diutamakan daripada mendatangkan keuntungan
Penutup
Manusia cenderung abai terhadap kemudaratan dan kerusakan demi memperoleh kesenangan semu dan sementara. Oleh karenanya, agama datang melalui utusan-Nya untuk memberikan petunjuk kebenaran dan hakikat kebahagiaan. Kecenderungan itulah yang saat ini terjadi kepada para pecinta sound horeg.
Walaupun beragam fakta kemudaratan telah terpampang dengan jelas, tidak lantas menginsafkan mereka tentang bahayanya penggunaan soung horeg. Padahal, semua sebab yang menjerumuskan kepada kerusakan dan kebinasaan hukumnya haram seperti yang dikemukakan oleh Ibn Asyur.