Sabtu, Juni 7, 2025

Smartwatch dan Smartband: Investasi Kecil, Dampak Besar

Naura Shahira
Naura Shahira
Halo nama saya Naura Shahira. Biasa dikenal Naura, saya lahir di Jakarta, 11 Agustus 2006. Saya mahsiswi semester 2 UIN Syarif Hidayatullah program studi Manajemen.
- Advertisement -

Kalau boleh jujur, beberapa tahun lalu saya termasuk orang yang memandang sebelah mata kehadiran smartwatch dan smartband. Benda kecil di pergelangan tangan ini saya anggap hanya pelengkap gaya hidup, sekadar aksesoris anak muda yang suka tren. Namun, semua itu berubah ketika saya menjalani kehidupan sebagai mahasiswi manajemen, yang dituntut untuk berpikir logis, efektif, dan tentunya melek finansial.

Sebagai mahasiswi di jurusan manajemen, saya terbiasa diajak untuk memandang sesuatu dari sudut cost and benefit. Setiap keputusan, sekecil apa pun itu, sebaiknya diperhitungkan dampaknya terhadap keuangan pribadi. Dalam hal ini, pengalaman membeli dan menggunakan smartwatch menjadi salah satu pelajaran nyata tentang bagaimana sebuah keputusan konsumsi bisa menjadi investasi kecil yang memberi manfaat besar.

Awal Mula: Antara Gengsi dan Kebutuhan

Awalnya, keinginan membeli smartwatch muncul hanya karena pengaruh lingkungan. Banyak teman di kampus yang sudah memakai, lalu mulai muncul pikiran “seru juga kayaknya, punya jam yang bisa nyala-nyala, bisa cek notifikasi tanpa pegang HP”. Namun, saya juga tahu diri. Keuangan anak kos tidak sebesar ekspektasi, apalagi kalau sampai ikut-ikutan gaya tanpa pertimbangan.

Namun, semakin sering melihat teman-teman saya yang memanfaatkan fitur-fitur smartwatch, saya mulai berpikir ulang. Apakah benar gadget ini cuma soal gaya hidup? Atau ada nilai lebih yang bisa saya dapat? Maka, saya mulai melakukan mini riset, tentu dengan sudut pandang mahasiswa manajemen yang terbiasa menimbang untung-rugi.

Dari Gaya Hidup ke Gaya Hidup Sehat

Salah satu fitur yang paling menonjol dari smartwatch dan smartband adalah pemantauan kesehatan. Mulai dari pencatatan langkah, pengukuran detak jantung, kadar oksigen dalam darah, bahkan fitur pengingat untuk minum air dan tidur tepat waktu. Setelah beberapa bulan memakai, saya benar-benar merasakan dampaknya.

Dulu, saya adalah tipe mahasiswa yang mudah lupa waktu, suka begadang, dan jarang olahraga. Sejak memakai smartband, notifikasi “Ayo bergerak!” setiap satu jam sungguh membantu. Aktivitas harian jadi lebih terukur. Bahkan, data tidur dan kualitas istirahat yang terekam otomatis membuat saya lebih disiplin mengatur waktu tidur. Kalau dulu gampang ngeles, “Nanti aja olahraganya”, sekarang ada “pengingat” yang tidak bisa saya abaikan.

Bagi saya, investasi kesehatan adalah bentuk investasi yang nilainya tak terhingga. Dengan harga ratusan ribu hingga satu jutaan, saya bisa mengawasi kesehatan setiap hari. Kalau dihitung-hitung, biaya yang saya keluarkan setara dengan langganan gym selama sebulan, tapi manfaatnya bisa terasa setiap hari, tanpa batas waktu dan tempat.

Efisiensi Waktu, Efisiensi Biaya

Keputusan finansial yang baik adalah keputusan yang membawa efisiensi. Smartwatch dan smartband ternyata sangat membantu saya untuk mengelola waktu lebih efisien. Fitur alarm getar membangunkan saya tanpa mengganggu teman sekamar, dan kalender serta pengingat jadwal kuliah atau tugas jadi lebih mudah diakses. Setiap ada notifikasi penting dari dosen atau grup tugas, saya tidak perlu repot-repot membuka ponsel yang justru sering bikin terdistraksi media sosial.

Saya pun jadi lebih fokus. Saat belajar di perpustakaan, saya bisa menaruh HP di tas dan tetap “terhubung” dengan notifikasi penting. Ini salah satu manfaat tersembunyi yang jarang dibahas orang, betapa smartwatch dapat membantu menahan godaan scrolling TikTok saat jam belajar. Secara tidak langsung, ini membuat waktu belajar saya lebih efektif dan produktif. Dampak akhirnya? Saya bisa menghemat waktu, energi, bahkan uang (karena tidak harus sering membeli kuota tambahan akibat “kecanduan” HP).

Sudut Pandang Manajemen: Mempertegas Nilai Investasi

Sebagai mahasiswa manajemen, saya terbiasa mempraktikkan konsep opportunity cost atau nilai peluang yang hilang karena kita memilih satu opsi dibanding opsi lain. Dalam konteks membeli smartwatch, biaya yang saya keluarkan mungkin bisa digunakan untuk hal lain, misalnya membeli buku atau nongkrong. Namun, jika dilihat dari manfaat kesehatan, efisiensi, dan peluang produktivitas yang saya dapatkan, rasanya keputusan ini sangat tepat.

- Advertisement -

Selain itu, dari perspektif manajemen risiko, smartwatch juga membantu mengurangi potensi kerugian akibat kelalaian kecil yakni misal, lupa jadwal penting atau kurang istirahat yang bisa berujung pada penurunan kesehatan dan biaya pengobatan tak terduga. Dengan “asuransi” kecil berupa smartwatch, saya merasa hidup jadi lebih terstruktur dan minim risiko.

Pembelajaran Finansial: Membeli dengan Perencanaan

Tentu saja, keputusan membeli smartwatch harus didasari perencanaan. Saya tidak menganjurkan mahasiswa memaksakan diri membeli barang di luar kemampuan finansial. Kuncinya adalah melakukan budgeting dan prioritizing. Jika memang ada dana lebih dan kebutuhan mendukung, membeli smartwatch bisa jadi langkah cerdas.

Saya sendiri menabung secara bertahap, memanfaatkan diskon, dan membandingkan fitur dari berbagai merek sebelum membeli. Prinsipnya sederhana: jangan membeli hanya karena gengsi, tapi pastikan barang yang kita beli bisa “membayar dirinya sendiri” lewat manfaat yang diberikan.

Investasi Masa Depan yang Tak Terlihat

Sebagai generasi muda, kita sering disarankan untuk mulai berinvestasi sejak dini. Namun, investasi bukan hanya soal saham atau reksadana. Membeli alat yang menunjang kesehatan, produktivitas, dan manajemen waktu juga adalah investasi. Smartwatch dan smartband, dengan segala kelebihannya, telah membuktikan diri sebagai investasi kecil yang mampu memberi perubahan besar dalam hidup saya sebagai mahasiswi.

Jadi, bagi teman-teman yang masih ragu, cobalah lihat keputusan ini dari sudut pandang manajemen: pertimbangkan manfaat jangka panjang, peluang yang terbuka, dan risiko yang dapat diminimalkan. Jangan ragu berinvestasi pada diri sendiri—karena di masa depan, kesehatan, waktu, dan peluang yang kita kelola hari ini akan jadi aset berharga yang tak bisa digantikan.

Note: Opini ini murni ditulis berdasarkan pengalaman pribadi dan analisis sederhana sebagai mahasiswi manajemen. Semoga bisa menjadi referensi dan inspirasi bagi pembaca Geotimes yang sedang mempertimbangkan keputusan serupa.

Naura Shahira
Naura Shahira
Halo nama saya Naura Shahira. Biasa dikenal Naura, saya lahir di Jakarta, 11 Agustus 2006. Saya mahsiswi semester 2 UIN Syarif Hidayatullah program studi Manajemen.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.