Jumat, Maret 29, 2024

Sistem Zonasi PPDB, Cocok Gak Sih untuk Kita? (1)

Fikri Abdillah
Fikri Abdillahhttp://fikriabdillahblog.wordpress.com
Education Technology and Management Enthusiast

Setelah ramai-ramai pendaftaran PPDB beberapa waktu kemarin, sekolah-sekolah sudah memulai aktivitasnya kembali hampir 1 bulan lamanya. Guru kembali dengan setumpuk tugasnya dan murid kembali dengan sedikit buku dan segudang cerita untuk dibawa ke sekolahnya masing-masing dari masa liburan Panjang.

Murid baru datang lengkap dengan peralatan sekolah baru beserta seragam yang masih kaku, sedangkan kakak-kakak kelas menebar pesona ke adik-adik gemes yang masih lugu dan malu-malu, meskipun begitu biasanya mereka masih ragu untuk sekedar mengatakan hai atau bahkan bertanya “berapa PIN BBM mu?’, ya karena mungkin memang juga sudah bukan zamannya.

Sementara kakak-kakak kelas dan adik-adiknya sedang menikmati indahnya masa-masa sekolah, mari kita bahas kembali sistem zonasi PPDB yang kemarin ramai diperbincangkan di berbagai sosial media dan ibu-ibu rumpi komplek.

Sebetulnya, sudah menjadi agenda tahunan bagi setiap sekolah membuka Penerimaan Peserta Didik Baru atau yang santer disebut PPDB. Biasanya bapak ibu guru yang jadi panitia sudah menyiapkan jauh-jauh hari untuk menyambut para orang tua yang akan berkunjung untuk mendaftarkan anak-anaknya.

Ada sekolah yang sudah dapat duduk manis dan menunggu para orang tua datang lengkap dengan perhiasan dan tas branded khas ibu-ibu kompleknya, namun juga ada sekolah yang harus menentukan strategi jitu dulu untuk mendapatkan murid. Bahkan ada juga sekolah yang sampai harus mengiming-imingi “sesuatu” kepada sekolah asal untuk mau menggiring murid-muridnya supaya mau memilih sekolah tujuan tersebut.

Namun, ada yang baru di tahun 2018 ini. Setelah sebelumnya akun Instagram Kemendikbud dibanjiri komentar tentang Ujian Nasional yang lucu-lucu, kali ini akun Instagram Kemendikbud kembali dipenuhi komentar dari murid dan orang tua yang protes atas kebijakan baru tentang PPDB. Nah loh, kalau cuma balesin komentar anak-anak sekolah sih bisa dijawab asik sama mimin Kemedikbud.

Nah ini yang komentar emak-emak yang geram dikarenakan harus was-was anaknya ga masuk di sekolah bergengsi bagi orang tua (eh maksudnya sekolah favorit)? Mimin kemedikbud tentunya harus hati-hati kalau gak mau dikasih belokan dadakan tanpa lampu sein ketika diperempatan jalan.

Sebelum kita bahas lebih lanjut, alangkah lebih baiknya kalau kita bahas dulu apa sih sebenarnya sistem PPDB itu? Berikut penjelasan yang dikutip dari akun Instagram Kemendikbud dan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai sistem zonasi dalam PPDB 2018 diantaranya:

  • Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (pemda) wajib menerima calon peserta didik berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah dengan kuota paling sedikit 90% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
  • Domisili calon peserta didik yang termasuk dalam zonasi sekolah didasarkan pada alamat di kartu keluarga (KK) yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
  • Radius zona terdekat dalam sistem zonasi ditetapkan oleh pemda sesuai dengan kondisi di daerah tersebut dengan memperhatikan ketersediaan anak usia sekolah di daerah tersebut; dan jumlah ketersediaan daya tampung sekolah.
  • Penetapan radius zona pada sistem zonasi ditentukan oleh pemda dengan melibatkan musyawarah/kelompok kerja kepala sekolah.

Kalau dilihat dari permendikbud tersebut sebetulnya kita sudah dapat melihat niat baik bapak Muhadjir yang selama menjalani tugasnya cukup banyak memberikan kebijakan-kebijakan yang tak jarang membuat ramai dunia Pendidikan kamu, aku, dan calon anak-anak kita nantinya, karena kalau dilihat dari kacamata bulat saya, Pak Muhadjir dkk ini ingin melaksanakan mimpinya yang diucapkan dan menjadi visi Hardiknas pada tahun 2017 silam, yaitu “Percepatan Pendidikan yang Berkualitas dan Merata”.

Tentu kita semua masih suka menonton atau masih ingat animasi yang tak lekang oleh waktu Nobita dan Doraemon kan? Sadar gak sih kalau mereka setiap pagi jalan bersamaan dari rumahnya masing-masing di komplek menuju sekolah yang tentunya jarakanya tak lebih dari 3 kecamatan?

Atau ingat gak adegan di animasi Captain Tsubasa ketika Tsubasa dan teman-temannya menggiring bola dari rumahnya masing-masing menuju ke sekolah? Indah bukan? Dan indahnya lagi, ketika pulang mereka dapat kembali jalan bersamaan tanpa harus melewati kemacetan dan kejamnya jalanan. Bahkan gak ada alasan orangtua yang memberikan anaknya motor hanya karena alasan kasihan melihat anaknya ke sekolah di perantauan kecamatan bahkan kota lain.

Eiiiitsss tapi, sebelum saya dihujam komentar pedas emak-emak komplek yang bilang “Itu kan di Jepang bukan di Indonesia” atau “Itu kan cuma kehidupan kartun”, mari kita kembali ke pertanyaan awal. Cocok gak sih sistem PPDB ini untuk kita? Selanjutnya baca tulisan kedua.

Fikri Abdillah
Fikri Abdillahhttp://fikriabdillahblog.wordpress.com
Education Technology and Management Enthusiast
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.