Sabtu, April 20, 2024

Siapapun Menterinya, Kualitas Guru Kuncinya

Ady Akbar
Ady Akbar
ALUMNI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA UNM MAKASSAR. MERUPAKAN PENDIRI SEKOLAH LITERASI DESA SULAWESI SELATAN

Penunjukan dan pelantikan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Kabinet Indonesia Maju sontak menarik perhatian publik beberapa hari lalu. Pengusaha berusia 35 tahun yang sukses mengembangkan bisnis aplikasi Gojek tersebut dinilai lebih cocok menangani aspirasi anak muda atau ekonomi kreatif dibanding menangani urusan pendidikan melalui Kemendikbud.

Di jagat maya, nama Nadiem Makarim santer diperbincangkan di Twitter, bahkan tagar #NadiemMundurAja turut mewarnai dunia maya. Analis Indonesia Indicator mencatat, dari nama-nama menteri  anggota kabinet Indonesia Maju yang diumumkan Jokowi, nama Nadiem Makarim menjadi salah satu yang paling banyak diperbincangan publik di dunia maya (netizen).

Sejumlah kalangan menilai Nadiem Makarim kurang tepat menjabat sebagai Menteri Pendidikan karena pendiri Gojek tersebut bukan berasal dari sektor pendidikan. Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Fahmi Salim misalnya, menegaskan kekecewaannya perihal pelantikan Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa saat ini Indonesia berada di era disrupsi, era yang sulit dihitung, era sulit dikalkulasi, era yang penuh risiko sehingga perlu penguatan data dan perlu orang yang memiliki pengalaman bagaimana mengelola sebuah data sehingga bisa memproyeksi masa depan. Oleh karena itu, sosok Nadiem Makarim diyakini mampu mendorong kualitas pendidikan nasional melalui terobosan teknologi mutakhir.

Memang dewasa ini, pemerintah Indonesia sedang melaksanakan langkah-langkah strategis yang ditetapkan berdasarkan road map (peta jalan) Making Indonesia 4.0. Upaya ini dilakukan untuk mempercepat terwujudnya visi nasional yang telah ditetapkan untuk memanfaatkan peluang di era revolusi industri ke empat.

Salah satu visi penyusunan Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk dalam 10 besar negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030. Adapun peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu bagian dari 10 prioritas dalam melaksanakan program Making Indonesia 4.0 tersebut.

Kompleksitas dan hiruk-pikik era industri saat ini menjadi tantangan tersendiri bagi Nadiem Makarim untuk mendorong kualitas pendidikan nasional. Di era disrupsi seperti saat ini, dunia pendidikan dituntut mampu membekali para peserta didik dengan ketrampilan abad 21 (21st Century Skills). Beberapa kemampuan yang harus dimiliki di abad 21 ini meliputi Leadership, Digital Literacy, Communication, Emotional Intelligence, Entrepreneurship,Global Citizenship , Problem Solving, Team-working.

Sebelumnya, Nadiem Makarim di beberapa kesempatan telah menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan terobosan dan inovasi teknologi untuk mendorong kualitas efisiensi dan sistem administrasi pendidikan.

Perihal teknologi, kemampuan Nadiem Makarim tentu tidak bisa diragukan. Lulusan Master Business Administration di Harvard Business School ini telah membawa Go-Jek menjadi perusahaan teknologi raksasa di Asia Tenggara. Oleh karena itu, kita dan bangsa Indonesia secara umum tanpa terkecuali, menunggu terobosan Nadiem Makarim sebagai pemegang kendali Kementerain Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Meskipun daya tempur Nadiem Makarim di bidang teknlogi tidak bisa diragukan, namun tentu saja banyak catatan penting yang mutlak harus tetap diperhatikan, khususnya yang berkaitan dengan aspek-aspek pedagogi seperti kualitas dan kompetensi guru. Secanggih apapun terobosan teknologi yang akan diintegrasikan dalam dunia pendidikan, sebaiknya tetap memperhatikan guru sebagai ujung tombak pendidikan.

Perlu dipahami bahwa dalam praktik pedagogi, gurulah yang menjadi juru kunci untuk mendorong pendidikan yang berkualitas. Adapun teknologi hanya berperan sebagai “alat bantu” untuk menyukseskan tujuan pendidikan.

Jika guru telah memiliki kualitas yang mumpuni, sekompleks apapun tuntutan zaman tentu akan dapat dipenuhinya. Satria Dharma melalui bukunya berjudul Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional menegaskan, guru yang profesional bak seorang chef ahli yang dapat diminta untuk membuat masakan jenis apapun sepanjang bahan dan peralatannnya tersedia.

Bahkan, seorang chef ahli bisa membuat masakan yang sungguh nikmat meski bahan dan peralatannya terbatas. Inilah tantangan utama Nidiem Makarim sekarang ini, berupaya untuk mencetak chef-chef pendidikan yang berdedikasi tinggi sehingga dapat menelurkan peserta didik yang berkualitas dan mampu menjawab tantangan perubahan zaman di era disrupsi.

Persoalan guru perlu dipandang bukan hanya sekedar persoalan sekolah atau sekedar persoalan kepegawaian, tetapi lebih dari itu, persoalan guru adalah persoalan masa depan bangsa. Baik maupun buruknya generasi bangsa di masa depan sangat ditentukan oleh guru-guru kita. Hal ini pula mengisyaratkan bahwa nasib bangsa berada di tangan guru. Maka meminjam pendapat Anies Baswedan, guru mutlak harus di VIP-kan untuk menjamin kesejahteraan guru.

Kesejahteraan guru guru di Indonesia memang masih sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru dipandang masih sangat minim dan jauh dari cukup, apalagi bagi mereka yang masih berstatus guru bantu atau guru honorer. Kondisi ini tentu menjelma menjadi problem tersendiri karena memicu sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan sehingga tugas utama untuk mendidik seringkali terbengkalai.

Di negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika, gaji guru termasuk dalam urutan tertinggi dibanding profesi lainnya. Pemerintah di Negara-negara maju menyadari betul bahwa kesejahteraan guru harus dijamin agar guru dapat fokus melaksanakan tugas pokoknya sebagai pendidik tanpa harus mencari tambahan lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Aspek lain yang harus diperhatikan adalah nasib guru honorer yang terkatung-katung karena menunggu pengangkatan menjadi pegawai negeri. Memang, polemik kesejahteraan gaji guru honorer acapkali hadir mewarnai media massa. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah masih setengah hati dalam memperjuangan nasib guru dan kesejahteraan guru honorer.

Tak hanya itu, bahkan parahnya, guru kerap dijadikan objek kepentingan politik di daerah. Di beberapa daerah, jabatan guru seringkali dijadikan sebagai lahan politik bagi pejabat dan politisi. Tak heran jikalau sebagian guru kadang menjadi tumbal politik dengan cara dimutasi ke pelosok karena tidak mendukung pemenangan pemilu.

Akhirnya, daya kemampuan daya tempur Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan akan dinilai dari kemampuannya untuk mencetak guru-guru yang profesioal, kemampuannya mendorong kesejahteraan guru, serta menyelesaikan persoalan guru lainnya.

Di sisi lain, kita harus membangun kesadaran kolektif bahwa masyarakat maupun pemerintah harus menghormati guru. Menghormati dalam arti seluas-luasnya. Karena bagaimanapun, kehormatan suatu bangsa dinilai dari sejauh mana bangsa itu menghormati dan mensejahterakan gurunya.

Ady Akbar
Ady Akbar
ALUMNI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA UNM MAKASSAR. MERUPAKAN PENDIRI SEKOLAH LITERASI DESA SULAWESI SELATAN
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.