Peringatan hari buruh internasional. Hari buruh merupakan hari libur di Indonesia setiap tanggal 1 Mei. Hari sebagai bentuk perayaan bagi kontribusi para buruh bagi pembangunan ekonomi bangsa, dan untuk memberikan kesempatan bagi para buruh mensuarakan hak-hak mereka yang belum mereka peroleh dan masih diperjuangkan.
Kesejahteraan buruh dirasa kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi mencuatnya tentang Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 yang berisi tentang Pengupahan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan penolakan para buruh terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. Ia menyebut adanya tujuh alasan terkait penolakan tersebut.
“Satu, upah tidak dibayar ketika buruh melakukan kegiatan serikat pekerja,” katat Iqbal di Jakarta, 3 tahun silam.
Selain itu, kenaikan upah minimum yang didasarkan pada formula inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional, berarti kenaikan upah minimum tidak lebih dari 10 persen setiap tahunnya. Iqbal mengaku, kebutuhan buruh selalu dinamis mengikuti pertumbuhan ekonomi.
Hal lain yang juga disorot dari PP pengupahan ialah adanya sanksi administrative yang diberikan bagi pengusaha yang tidak membayar upah.
Iqbal menilai, skemat tersebut bertentang dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dimana sanksinya adalah pidana.
PP Nomor 78 Tahun 2015, menurutnya tidak lagi mengatur peran negara dalam melindungi warganya terkait pemberian upah yang layak.
Terlebih mekanisme pengupahan di Indonesia selama ini menggunakan sistem upah murah yang justru memiskinkan buruh Indonesia.
“Pemerintah terlalu memberi keistimewaan pada buruh asing. Mereka dibayar dengan mata uang asing yang besarannya mengikuti kurs terkini. Ini berarti upah buruh asing jauh lebih dari pada upah di negeri sendiri,” katanya.
Dilansir di www.tribunnews.com dalam menyambut hari buruh nasional. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menuntut tiga hal dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015.
“Ada tiga hal yang diminta dalam revisi PP tersebut. Satu, mengembalikan hak berunding serikat buruh dalam penentuan kenaikan upah minimum,” seru Presiden KSPI, Senin(29/4/2019).
Tuntutan kedua, lanjutnya, yakni mencabut formula penentuan kenaikan upah minimum selama ini bersandar pada inflasi plus pertumbuhan ekonomi. Pada PP tersebut, tertulis bahwa kenaikan upah akan sebanding dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi negara.
Jika kita analisa, perbandingan antara hasil yang didapatkan pengusaha dengan hasil yang didapatkan para buruh sangat berbeda. Keuntungan perusahaan sering kali diabaikan oleh pengusaha untuk memberi bonus kepada buruh atas kinerjanya. Dengan adanya PP ini buruh akan semakin ditindas karena pengusaha memiliki wewenang atas pengupahan karena PP berlandas pertumbuhan ekonomi.
“Ketiga, buruh ingin pemberlakuan upah minimum sektoral secara menyeluruh, baik di tingkat provinsi atau kabupaten/kota,” lanjut dia.
Dalam kutipan Ketua Harian KSPI Rusdi di sebuah hotel, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/04/2019). Menurut Rusdi, sistem honorer merupakan perbudakan gaya baru, khususnya yang dilakukan pemerintah.
Rusdi memberikan contoh pegawai honorer yang bekerja di Pemda Banyuwangi selama 24 tahun bernama Itong.
“Itong itu sudah bekerja 24 tahun di Banyuwangi dengan gaji Rp 300 ribu, status masih honorer. Coba bayangin, honorer sampai 24 tahun enggak diangkat-angkat,” ungkap Rusdi.
Rusdi mengisahkan, sebelumnya pemerintah dan DPR ingin menandatangi perjanjian pengangkatan pegawai honorer menjadi pegawai tetap, namu hingga sekarang belum terealisasi.
Oleh sebab itu, KSPI kembali mencuat isu pengangkatan pegawai honorer, outsourching, dan magang, menjadi pegawai tetap.
Upah minimum sering mengacu dengan kestatusan pegawai dalam bekerja. Kalau dalam pemerintah pegawai honorer tidak diperhatikan upahnya apalagi dengan nasib buruh yang bekerja di swasta. Apalagi pekerja swasta, perusahaan memiliki wewenang seenaknya dalam memperkejakan buruhnya lebih dari 8 jam.
Ketiga revisi yang dinyatakan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) telah disetujui oleh Bapak Presiden Jokowi terkait revisi PP 78/2015 tentang pengupahan tersebut. Dengan begitu, KSPI akan menyuarakan hak suaranya akan dilaksanakan pada saat perayaan May Day pada 1 Mei.
Di samping itu, Said menyebutkan, serikat buruh juga mengajukan beberapa permintaan tambahan kepada Bapak Presiden Jokowi untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Salah satunya, meminta pengadaan daycare di perusahaan menengah atas bagi buruh wanita bergaji UMR untuk bisa menitipkan anaknya pada saat bekerja.
Apabila persetujuan ini di setujui, para istri tidak bakal bingung akan nasibnya anaknya ketika dia bekerja. Anaknya mendapat hak asuh oleh perusahaan sehingga kesejahteraan akan semakin terasa bagi kaum para buruh Indonesia.
KSPI mengapresiasi dan berterimakasih kepada Presin Jokowi yang menyetujui adanya revisi PP 78 Tahun 2015.
Setiap tahun kaum buruh diseluruh dunia memperingati May Day dengan melakukan aksi untuk kesejahteraan para buruh sesuai dengan UU yang berlaku. May Day merupakan simbol perjuangan serikat buruh untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Semoga dalam peringatan May Day pada tanggal 1 Mei berlangsung secara damai dengan suka ria agar kedepannya buruh semakin sejahtera dalam mencukupi kehidupan sehari-hari. Pemerintah agar lebih berpihak pada buruh, agar lebih peduli akan upah yang diberikan kepada buruh.
Semoga Indonesia lebih baik dan maju. Untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagai negara yang adil dan makmur kedepannya.