Imlek tahun 2025 yang jatuh pada 29 Januari ini, menurut tradisi China penanda dimasukinya Tahun Ular Kayu. Tahun Ular Kayu hadir setiap 60 tahun sekali berdasarkan kalender Tionghoa. Ada 12 hewan yang mewakili tahun, bulan dan jam tertentu dalam sistem astrologi Tionghoa, yang dikenal dengan Shio.
12 shio tersebut diantaranya; Tikus, Kerbau, Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing, dan Babi. Lantas mengapa ke 12 hewan ini yang ditampilkan sebagai simbol? Berdasarkan cerita legenda Kaisar Langit mengundang semua hewan untuk menemuinya, pasalnya sang Kaisar ingin menjadikan hewan-hewan tersebut sebagai penjaga istana di tahun baru. Namun, hanya ada 12 hewan yang hadir memenuhi panggilan Kaisar Langit dan kini hewan-hewan tersebutlah yang menjadi lambang shio yang dikenal hingga kini.
Di Indonesia, tahun baru Imlek memiliki kesan tersendiri bagi seluruh masyarakat. Berbagai tradisi budaya digelar menyambut tahun baru Imlek seperti, tradisi Tuk Panjang di Semarang, Cian Cui di Kepulauan Meranti (Riau), Grebeg Sudiro di Solo, atau bahkan Mandi di 7 lubang sumur, Depok. Ada juga cerita tentang berburu kuliner khas Imlek sebagai bentuk kemeriahan Imlek di Indonesia. Namun yang paling ditunggu-tunggu baik itu oleh masyarakat keturunan Tionghoa bahkan, non-Tionghoa adalah ramalan, prediksi, hingga analisa shio yang berkaitan dengan keberuntungan atau kesialan di tahun tersebut.
Menurut kalender Tionghoa, tahun 2025 merupakan tahun Ular Kayu. Ular sebagai salah satu hewan yang mewakili 12 shio terebut akan menemani kalender Tionghoa selama satu tahun ke depan. Dalam permikiran yang sangat sederhana, ular dikontruksikan sebagai hewan buas bahkan, sebagai simbol kejahatan. Jelas bahwa sebagai predator yang hidup di alam liar, Ular menjadi salah satu spesies predator paling mematikan bagi mangsa-mangsanya. Lantas bagaimanakah sejatinya kehidupan ular pada ekosistem alam liar? Apakah sebagai predator, ular murni memainkan peran antagonis sejati? Ataukah sebetulnya dibalik kebengisan dan citra negatif tentang sosok ular, dirinya hanya menjalankan peran agar tercipta sebuah keseimbangan?
Predator dengan Tujuan Protagonis
Kehidupan ular di alam terbuka, memberikan tanggung jawab padanya sebagai predator. Memangsa hewan lain menjadi bagian dari kehidupan spesies ini. Meski yang nampak sebagai predator adalah “kebengisan”, namun dibalik itu ular hadir untuk mewujudkan keseimbangan kehidupan di alam terbuka.
Dr. Akhayar Yusuf Lubis dalam bukunya berjudul “Filsafat Ilmu, Klasik Hingga Kontemporer” memberikan penekanan pada filsafat praktis Aristoteles yang berfungsi memberikan pedoman bagi tingkah laku yang baik dan rasional bagi manusia sebagai manusia. Disinilah rujukan keseimbangan atau keserasian itu hadir berpijak dari tingkah laku dan rasionalitas yang melahirkan konsep harmoni dan keselarasan. Konsep ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti seni, musik, dan hubungan sosial.
Kehidupan di alam terbuka bisa dikatakan sebagai sebuah konsep harmoni yang paling natural. Ekosistem alam berjalan se-natural mungkin, dalam menciptakan harmoni dan keselarasan kehidupan yang seimbangan anatara flora dan fauna. Indonesia sendiri memiliki hutan seluas 97 juta hektar dan menyumbang sekitar 2% dari total luas wilayah dunia. Hutan Indonesia sebagai sebuah ekosistem alam, memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa.
Di dalam keanekaragaman ini, ular-ular Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Bahkan dapat dikatakan bahwa peranan ular dalam ekosistem hutan sangat kompleks dan esensial. Ular memiliki peran sebagai pemangsa hama dan peran dalam siklus nutrisi. Bahkan sebagai pemangsa paling puncak dalam rantai makanan, ular berperan dalam mengendalikan populasi hewan, dengan mencegah satu spesies menjadi dominan demi menjaga keseimbangan ekosistem alam.
Selain secara nyata hidup di alam liar, ular sebagai simbol juga dekat dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Ular Tangga atau Snakes and Ladders merupakan permainan papan klasik yang dipercaya berasal dari India. Dalam permainan ular tangga terdapat dadu, ular dan tangga, yang mengharuskan pemain berlomba-lomba untuk sampai ke tempat teratas yang berisi angka-angka. Permainan yang tergolog sederhana ini, dahulu sering digunakan sebagai media bersosialisasi, melatih diri saat menghadapi persoalan, persaingan yang positif, berhitung serta nilai filosifis tentang makna kesabaran.
rsebagai spesies yang hidup di alam hendaknya tidak lagi dipandang terpisah, melainkan sebagai kesatuan yang tak terpisahkan dalam ekosistem hutan. Ular sebagai antagonis dalam memangsa dan protagonis dalam keseimbangan, dapat menjadi contoh bagaimana dapat melihat segala bentuk persoalan dalam kehidupan. Ular juga mengajarkan pentingnya kesetiaan menjalankan peran diri masing-masing dan bertanggung jawab serta setia dalam panggilan hidup. Yang terpenting adalah keberadaan ular perlu terus dilindungi agar dapat menjalankan perannya menjaga keseimbangan ekosistem alam Indonesia.