Kamis, Maret 28, 2024

Salah Pilih Tagar #INAelectionobserverSOS

Raylis Sumitra
Raylis Sumitra
Presedium PENA 98 (Perhimpunan Nasional Aktivitis 98) Jawa Timur Mantan Jurnalis pengemar kopi

Mungkinkah,  kelompok oposisi sudah kehilangan cara menghadapi Pilpres 2019 yang sudah kurang satu bulan lagi.  Sehingga salah memilih tagar yang diharapkan mampu meng-artificial-an simbol perlawanan bagi kubu petahana.

Ya,  tagar #INAelectionobserverSOS diharapkan mampu mengulang sukses tagar #2019gantipresiden. Tagar yang bertujuan memantik perhatian publik internasional ini,  bertujuan untuk pemantauan pihak asing dalam pelaksanaan Pilpres 2019 mendatang.

Pihak oposisi berasumsi bahwa pelaksanaan Pilpres mendatang akan berjalan tidak jujur dan adil. Sehingga perlu gerakan yang masif masif menjadikan asumsi oposisi ini sebagai kebenaraan.

Padahal dari segi apapun tagar ini tidaklah seefektif tagar #2019gantipresiden. Yang mampu mengerakan kognisi nitizen hingga pada perilaku sosial dimasyarakat. Gerakan #2019gantipresiden diproduksi hingga menjadi fashion, merk dagang hingga supermarket.

Harapan untuk menjadikan tagar tersebut menjadi simbol perlawanan, akan bertepuk sebela tangan. Pasalnya,  banyak kelemahaan dalam mengkonstruksi tagar ini.

Tagar #INAelectionObserverSOS jadi trending twitter dunia pada Rabu (20/3/2019). Total sudah 393 ribu twit yang menggunakan tagar tersebut. Tagar tersebut digunakan warganet karena menuding aparat kepolisian tak netral. Warganet meminta adanya pengawas Pemilu internasional agar tak terjadi kecurangan.Pasalnya aparat kepolisian sebagai ‘wasit’ dalam Pemilu, malah dituduh ikut andil bagian dalam memenangkan salah satu calon presiden.

Tudingan warganet itu dimulai saat akun opposite membuat sebuah video yang menyebut polisi menjadi buzzer capres 01, melalui aplikasi my shambar.

Kesalahan Teks Jadi Spam

Oke lah,  kalaupun tagar tersebut dibuat sebagai protes kubu pasasangan nomor urut 02. Atas asumsi keperpihakan kepolosian,  namun ada kesalahaan fundamental kontruksi teks tagar ini.  Kesalahaan kontruksi teks sebuah tagar hanya akan menjadikan spam (sampah). Hanya akan memenuhi bilik beranda akun media sosial belaka.  Sementara tujuannya utamanya tidak bakal tercapai.

Dalam pendekatan simiotika strukturalis,  rangkain penanda dan petanda narasi tagar tersebut, tidak ada kesinambungan.  Sehingga daya influenzenya tidak maksimal. Pilihan diksi yang keliru berdampak terjadinya tabrakan makna.  Sehingga perlu proses pengolahan bagi warganet untuk memahaminya.

Melihat teks tagar,  jelas tagar ini ditujukan pada dunia internasional. Supaya lembaga pemantau asing terlibat dalam pelaksanaan coblosan mendatang.

Iya,  kan?  Digunakan lah,  tagar tersebut supaya terbaca mesin Algoritma.  Sehingga menarik perhatian publik untuk mengakses tagar tersebut.

Kesalahan teks yang fundamental adalah penyebutan INA. Diksi INA adalah penyebutan Indonesia dalam domain Olah Raga.  Seharusnya, bukan ##INAelectionobserverSOS melainkan #INDelectionobserverSOS.

Bermain tagar dalam ruang publik media sosial saat ini menjadi alat yang paling efektif.  Karena tidak ada lagi batasan penerimaan informasi kepada khalayak.  Namun sebaliknya,  apabila terjadi kesalahaan produksi teksnya. Akan menjadi penghancur bagi tuannya.

Kesalahan inilah yang membuat tagar ini tidak bisa diharapkan.  Para pendukung Prabowo – Sandiaga enggan menjadikan ini jadi ledakan. Faktornya,  serangan balik nitizen pendukung Jokowi yang mengcounter teks tagar tersebut.  Malahan,  lebih frontal sehingga menimbulkan kesan kedunguan bagi mereka yang menyebarkan.

Itulah sebabnya, hastag ini tidak berhasil menjadi ledakan.

Fakta lain yang membuat tagar itu tidak berhasil adalah penolakan Rocky Gerung dan Said Didu oleh pemerintah Australia.  Saat itu keduanya akan berbicara dalam diskusi di Australia. Namun oleh kedutaan Australia di Indonesia,  visa keduanya tidak dikeluarkan.  Sehingga mereka tidak jadi menghadiri acara tersebut.

Itu baru pada pendekatan simiotik yang strukturalis.  Belum lagi pada pendekatan simiotik paska-struktural. Dalam pendekatan yang ini,  sebuah teks harus bisa mewakili seluruh kodefikasi yang berkembang dimasyarakat.  Kodifikasi inilah yang akan menentukan sebuah diksi sebagai formulasi sebuah tagar.  Sehingga memunculkan formulasi makna yang susah terindentifikasi.

Dalam tagar#INAelectionobserverSOS, nampak sekali adanya kepanikan dalam mencomot kode-kode perjalanan kampanye hingga saat ini. Pembuat tagar ini mengunakan kesimpulan pribadi atas rangkain-rangkain kejadian kampanye yang sedang berjalan.

Pembuat tagar tersebut memaksakan pesan bahwa pemilu tidak akan berlangsung jujur dan adil.  Sehingga perlu lembaga pemantau pemilu mengawal dan mengamati pesta demokrasi di tanah air.

Kehadiran tagar ini ingin mengulangi sukses tagar #2019gantipresiden. Yang mampu menjadikan perlawanan bagi petahana.  Sehingga,  diharapkan tagar ##INAelectioobserverSOS, merubah peta pemilihan yang sudah tinggal beberapa hari lagi.

Kenyataannya,  tagar ini jadi spam. Dan jadi gorengan pendukung Jokowi untuk semakin memperkuat kesan bahwa kubu 02 mencari alasan kekalahaan di pilpres 17 april nanti.  Dengan mendiskriditkan KPU dan Kepolisian tidak netral dan berpihak.

Raylis Sumitra
Raylis Sumitra
Presedium PENA 98 (Perhimpunan Nasional Aktivitis 98) Jawa Timur Mantan Jurnalis pengemar kopi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.