Selasa, Oktober 15, 2024

Salah Kaprah Tentang Love Languages

Sigit Adi
Sigit Adi
Researcher at Minerva E-Co

Mungkin, saat ini tidak ada teori hubungan yang memiliki daya tarik dan popularitas sebesar “Love Languages”, atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Bahasa Cinta. Sejak pertama kali dicetuskan lebih dari tiga dekade lalu, ide ini terus muncul di media populer, media sosial, dan aplikasi kencan.

Kesuksesannya mengkin membuat Anda membayangkan bahwa teori ini lahir dari pemikiran seorang guru besar di laboratorium psikologi. Namun faktanya, teori ini memiliki latar belakang yang lebih sederhana.

Penggagas teori ini adalah seorang pendeta evangelis bernama Gary Chapman. Pada tahun 1992, sang pendeta menulis buku berjudul The 5 Love Languages: How to Express Heartfelt Commitment to Your Mate, untuk membantu sebanyak mungkin orang agar merasa dicintai.

Berangkat dari pengalaman pastoral memberikan konseling kepada pasangan selama lebih dari sepuluh tahun, Chapman merumuskan idenya. Dia memperhatikan bahwa pasangan yang tidak bahagia seringkali dikarenakan tidak merasakan jenis cinta yang mereka sukai. Sambil menelusuri kembali catatannya yang tebal, Chapman mengelompokkan jenis-jenis ini ke dalam lima “bahasa” yang berbeda.

  • Acts of Service: menunjukkan rasa cinta melalui tindakan atau pelayanan.
  • Words of Affirmation: mengekspresikan cinta dengan untaian kata-kata.
  • Quality Time: menghabiskan waktu yang berkualitas dengan orang tersayang.
  • Physical Touch: mengungkapkan cinta melalui sentuhan fisik
  • Receiving Gift: memperlihatkan rasa cinta melalui pemberian hadiah.

Chapman mengatakan bahwa untuk membuat seseorang merasa dicintai, Anda harus menggunakan Bahasa Cinta utama mereka. Orang dapat mengetahui Bahasa Cinta utamanya dengan mengisi kuis yang tersedia secara online di situs.

Popularitas bukunya yang terjual sebanyak 20 juta eksemplar dan diterjemahkan ke 50 bahasa, serta kuisnya yang telah diakes lebih dari 133 juta kali, membuktikan keberhasilan teori Bahasa Cinta secara komersial. Bahkan dalam acara konferensi atau ceramah, Chapman sering dihampiri pasangan yang mengaku bahwa karyanya telah menyelamatkan bahtera pernikahan mereka.

Namun, popularitas, komersialitas, dan testimoni subjektif tidak dapat dijadikan dasar kebenaran sebuah teori secara ilmiah. Untuk itu, teori ini perlu diuji lagi dengan metodologi ilmiah yang ketat.

Menguji Bahasa Cinta

Dalam sebuah penelitian yang baru-baru ini diterbitkan di jurnal Current Directions in Psychological Science, trio psikolog sosial yang berspesialisasi dalam bidang hubungan menguji Teori Bahasa Cinta dan menilainya kurang.

Tim peneliti yang terdiri dari Emily Impett, Haeyoung Gideon Park, dan Amy Muise, juga menemukan bahwa sampai saat ini sangat sedikit penelitian yang dilakukan sejak buku Chapman diterbitkan. Setidaknya ada tiga poin yang diungkapkan dalam penelitian mereka yang menunjukkan kelemahan Bahasa Cinta Chapman.

Pertama, pada dasarnya kuis Chapman memiliki kelemahan karena memaksa orang memilih pilihan biner ini-atau-itu. Ketika kuis ini disusun ulang menggunakan skala poin sehingga tidak mengelompokkan keputusan orang-orang, hasilnya berbeda. Tidak ada yang diklaim sebagai Bahasa Cinta yang utama, orang malah cenderung mendukung kelima Bahasa Cinta sebagai bahasa yang sama bermaknanya.

Kedua, Bahasa Cinta Chapman terlalu mensimplifikasi bentuk cinta dalam hubungan dan didasarkan pada sampel yang homogen. Bahasa Cinta tidak mencakup faktor-faktor lain yang penting dalam kepuasan hubungan, misalnya, dukungan terhadap otonomi pasangan atau tujuan pribadi di luar hubungan. Chapman juga merumuskan idenya setelah memberikan konseling kepada pasangan yang semuanya sudah menikah, beragama, heteroseksual, dan kebanyakan menganut nilai-nilai tradisional.

Ketiga, dan yang paling mencolok, penelitian terbatas yang telah dilakukan sebelumnya tidak memberikan bukti bahwa menggunakan Bahasa Cinta pilihan seseorang akan menghasilkan kesuksesan hubungan yang lebih besar. Terlebih lagi, dalam sebuah penelitian yang sangat terkontrol, ketika pasangan mengungkapkan berbagai bentuk cinta satu sama lain, semua ekspresi dihargai secara setara.

Jadi, meskipun Bahasa Cinta populer, bukti ilmiah yang mendukungnya masih kurang. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, belum ada yang secara empiris mendukung kebenaran teori Bahasa Cinta Gary Chapman.

Sigit Adi
Sigit Adi
Researcher at Minerva E-Co
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.