Sabtu, April 27, 2024

Salah Kaprah Memperjuangkan Identitas Agama

Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto
Esais. Penggagas Komunitas Seniman NU. Alumni Mahasiswa Universitas Sebelas Maret.

Di banyak tempat, agama cukup sensitif untuk dibahas. Tidak hanya antar agama, bahkan perbedaan pandangan di dalam agama itu sendiri. Banyak di antaranya mencoba membatasi diri dari rasa ketersinggungan, perbedaan yang tidak ada ujungnya, hingga tersudutnya pemahaman atau keyakinan yang selama ini dibawa. Setiap orang akan berusaha memperjuangkan identitas agamanya agar terkesan benar dan menang di hadapan yang lain.

Atas pemahaman dan pengalamannya meyakini kebenaran agama, muaranya adalah sikap berkuasa di dalam diri. Ditambah dukungan dari lingkungan yang kadung fanatik akan subjektivitas kebenaran yang diyakini. Puncaknya adalah pemutusan hubungan pertemanan, asmara, hingga sanak-saudara karena perbedaan sikap dalam memandang kebenaran agama.

Ketika keyakinan sudah melakat dalam diri manusia, mereka akan berusaha memaksakan kehendak kebenaran yang diyakini kepada orang lain. Jika menolak akan ada sikap skeptis dan secara spontan dihindari untuk mencari “penumpang” baru dengan tujuan yang sama. Ketika sudah merasa cukup ilmu, mereka akan mempengaruhi dan menggiring opini untuk bersama melawan kebenaran lain yang tidak sama dengan kebenaran yang diyakininya.

Perang gagasan mempertahankan argumen kebenaran agama semakin tak terelakan. Opini yang terlanjur disampaikan akan dicari dalil pembenarannya. Sehingga perdebatan seolah terkesan ilmiah dan mendasar. Sementara penonton (jamaah) dijadikan pembeli, dimana pedagang akan menyajikan jajanan agama di pasar. Sampai-sampai di antaranya saling mengeluarkan diksi-diksi filsafat atau sains untuk menebalkan argumen, yang sayangnya tidak begitu dipahami arti dan sejarah akar katanya.

Radikalisme

Istilah ini sering digunakan untuk mengolok ajaran atau pemahaman orang lain yang berbeda prinsip dengannya. Dalam perjalannya, seakan semua menyepakati bahwa kata “radikal” ditujukan untuk penganut anarkisme hingga terorisme. Namun kiranya perlu pengetahuan lebih untuk membedah makna radikal itu sendiri.

Radikalisme diambil dari bahasa Latin radix yang artinya akar. Menurut Encyclopædia Britannica, kata radikal dalam konteks politik pertama kali digunakan oleh Charles James Fox. Pada tahun 1797, ia mendeklarasikan “reformasi radikal” sistem pemilihan, sehingga istilah ini digunakan untuk mengidentifikasi pergerakan yang mendukung reformasi parlemen.

Jika kata radikal atau radikalisme dikembalikan ke makna awal (sebelum dikonotasikan menjadi kekerasan), maka seharusnya setiap umat beragama harus bersikap radikal. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari juga harus radikal, karena di dalamnya mengandung konsep paling mendasar dalam memahami sesuatu. Radikal dalam beragama adalah pondasi dalam mencapai puncak iman seseorang.

Liberalisme

Sebaliknya, tuduhan balik sering menggunakan istilah liberalisme untuk menyalahkan individu atau kelompok yang berseberangan. Menghimpun masa untuk memberikan label-label kesesatan dengan alasan mencampuradukkan semua prinsip agama (kebebasan).

Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu.

Beragama harusnya mempunyai pemikiran yang liberal. Jika agama masih kaku dengan menganut faham konservatisme, maka agama akan ketinggalan dan kehilangan pengikut. Maka dari itu banyak gerakan atau aliran agama yang menerapkan prinsip progresif dalam menjelaskan dan menjalankan agamanya.

Bahkan dalam sejarahnya, agama selalu menjadi bagian hidup yang diandalkan dalam mengatasi problematika sosial. Jika sandaran tersebut tidak adaptif terhadap perkembangan zaman, maka umat beragama akan kehilangan kepercayaan terhadap agama yang dianutnya. Itu sebabnya pemikiran liberalisme dalam beragama akan selalu ada untuk keberlangsungan agama itu sendiri.

Khilafah

Ramai diperbincangkan mengenai film JEJAK KHILAFAH DI NUSANTARA. Bagi yang mendukung gerakan khilafah, maka mereka akan mencarikan dalil pembenaran mengenai konsep dan sistem khilafah tersebut. Kemudian menghimpun berbagai sejarah kejayaan khilafah dan titah dari agama yang wajib dilaksanakan. Sedangkan bagi yang kontra, meraka akan mencemooh dan melawan dengan argumen yang berseberangan. Perdebatan dan pergunjingan akhirnya menjadi bahasan pokok sehari-hari.

Khilafah adalah sistem kepemimpinan bagi seluruh kaum Muslim di seluruh dunia untuk menerapkan hukum-hukum (syariah) Islam. Orang yang memimpinnya disebut khalifah atau Amirul Mukminin. Paling mencolok memperjuangkan khilafah adalah Hizbut Tahrir yang sudah banyak ditolak karena dianggap menyalahi ideologi negara.

Jika kata khilafah adalah preposisi dari kata khalifah, maka hukumnya wajib bagi setiap umat muslim. Menjadi rancu kalau mengaku Islam tapi menolak ajaran khilafah yang tegas diperintahkan dalam Alquran. Perlawanan itu sebenarnya bukan pada diksi katanya, tapi tentang konsep pemahamannya. Sehingga yang terjadi adalah perang gagasan dalam memaknai khilafah. Karena semua orang pasti berusaha menerapkan konsep kekhilafahannya masing-masing. NU, Muhammadiyah, Persis, HTI, PKS mungkin mempunyai konsep khilafah, seperti halnya sikap tawasuth (moderat), tawazun (simbang), i’tidal (adil) dan tasamuh (toleran) juga bagian dari menjalankan metode khilafah itu sendiri.

Toleransi

Toleransi atau Toleran secara bahasa kata ini berasal dari bahasa latin “tolerare” yang berarti sabar dan menahan diri. Toleransi adalah suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu (perseorangan). Sikap toleransi dapat menghindari terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat.

Mirisnya, toleransi dianggap sebagai sebuah aliran kelompok tertentu. Sehingga dengan gampang menuduh yang berbeda dengan istilah intoleran. Sehingga yang terjadi adalah sikap intoleran dari kelompok yang mengaku toleran. Dalam memahami konsep toleransi, seharusnya sudah siap menerima perbedaan. Kebanyakan malah memperumit konflik dengan dalih atas nama toleransi.

Toleransi tidak mengenal sekat negara, agama, ras, suku, golongan, bahkan pandangan individu manusia. Jika masih ada sikap kurang menghargai atau bahkan melawan mereka yang berbeda pandangan, berarti masih belum pantas disebut toleran. Jangan sampai memusuhi intoleran, sedang kita sendiri adalah penganut paham intoleran.

Kecenderungan setiap manusia mempunyai sifat egoisme (merasa paling benar), sehingga menghiraukan opini atas kebenaran yang lain. Semua punya hak meyakini kebenarannya, asalkan tidak memaksakan semua yang dianggapnya benar kepada orang lain.

Sebagai manusia yang diberi otak untuk berpikir dan dianjurkan untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya, hendaknya lebih melonggarkan waktu untuk giat belajar dan berpikir. Minimal tidak salah kaprah dalam memaknai sesuatu. Aktualisasinya adalah tidak gampang menyalahkan mereka yang berbeda pandangan dengan kita. Semua orang punya prinsip, punya keterbatasan informasi, dan punya waktu untuk menyesali kesalahan yang sebelumnya diyakini kebenarannya.

Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto
Esais. Penggagas Komunitas Seniman NU. Alumni Mahasiswa Universitas Sebelas Maret.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.