Kerusuhan yang terjadi hingga di Wamena, Jayawijaya, Papua, sebenarnya bukan hal yang sulit untuk diantisipasi bahkan diredakan. Namun pertanyaannya, mengapa kerusuhan itu tidak mampu direda?
Bahkan tidak menutup kemungkinan, hal yang sama akan terjadi di daerah lain. Semoga tidak. Cukup hingga sampai disini saja.
Tentu saja harus ada penanganan yang komperhensif yang dibutuhkan. Bukan penanganan yang sporadis. Yaitu menanti saat kejadian berlangsung.
Inter-koneksitas pola kerusuhan mulai kerusuhan Mei usai sidang MK, kerusuhan Papua di bulan Agustus dan terahkir kerusuhaan Wamena. Sudahlah cukup ini sebuah rangkaian yang sama.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto adalah yang paling bertangung jawab atas kondisi ini. Kondusifitas harus terjaga hingga pelantikan presiden 20 Oktober mendatang. Semua berharap keamanan terus terjaga hingga pelantikan.
Presiden Harus Segera Panggil Petinggi TNI
Tiga kasus besar yang terjadi harus ditanggapi serius oleh Presiden Joko Widodo. Presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI, memanggil seluruh Kepala Kesatuan Darat, Laut, dan Udara. Tidak kalah penting para komandan satuan strategis.
Ya, itulah jalan komperhensif untuk menciptakan kondisi keamanaan. Tidak lagi parsial. Tiga kali rangkaian kasus ini sudah cukup membuktikan lemahnya koordinasi di tubuh TNI.
Situasi nasional dalam transisi pergeseran sangat syarat dengan kompleksitas motif. Apalagi pemilu 2019 ini. Yang oleh beberapa khalayak pemilu paling fenomenal setelah reformasi.
Pemilu 2019, tidak bisa dipandang mekanisme suksesi belaka. Tapi pergeseran tata nilai kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak bisa dipandang partial oleh aparat keamanaan.
Sementara itu, para pelaku kerusuhan harus segera diproses hukum. Jangan dibiarkan mereka berkeliaraan.
Sebenarnya, para pelaku kerusuhan kerusuhan 22 Mei lalu, sudah terindintifikasi. Sudah pula dalam proses penyidikan.
Dari rangkain kasus Mei, sebenarnya sudah diketahui motifnya. Tidak jauh dengan hasil Pilpres. Meski dalam kacamata awan proses demokratis sudah rampung. Hingga proses rekonsiliasi mereka yang berkompetisi duduk satu meja.
Tapi bagi para petinggi TNI pasti memahami, motif-motif lain dalam proses demokrasi. Sehingga bisa menarik benang merah. Kalau rangkaian kerusuhaan ini motifnya penggagalan pelantikan presiden.
“Para perusuh harus segera ditangkap,” begitu pernyataan mantan Kepala BIN Jenderal Purnawirawan AM. Hendropriyono saat menghadiri uparacara peringatan HUT TNI 5 Oktober lalu.
Tentu saja itu bukan isapan jempol belaka. Ini sebuah early warning situasi nasional menjelang pelantikan.
Apakah aparat keamanaan tidak mampu?
Oh, tidak. TNI kita sangat bisa diandalkan. Dan masyarakat masih bisa berharap kepada TNI. Misalnya: Kopassus yang punya Sandi Yudha yang punya kemampuan kerja intelejen. Sehingga mampu mengantisipasi terjadinya kerusuhan.
Eksperimental dalam situasi kritis sangat besar resikonya. Kesatuan-kesatuan yang sudah siap dan berpengalamanlah yang saat ini dibutuhkan.