Indonesia termasuk salah satu negara mega biodiversitas di dunia, yaitu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Negeri ini juga kaya akan keragaman budaya, adat-istiadat, dan tradisi yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau. Berkat kekayaan keragaman hayati dan budaya yang ada, tak ayal Indonesia menjadi laboratorium pengetahuan dunia.
Indonesia juga memiliki sejarah panjang mengenai tokoh-tokoh yang berperan penting dalam penelitian alam dan pemberdayaan sosial. Di antara sederet tokoh yang ada, dua nama besar muncul sebagai pionir dalam bidang masing-masing. Adalah Georgius Everhardus Rumphius dan Sri Kusumo Kampo Utomo atau dikenal dengan Prof. Sajogyo.
Meskipun kedua sosok tersebut hidup dalam era yang berbeda dan memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda, namun keduanya berbagi pandangan visioner mengenai pentingnya hubungan antara manusia dan lingkungan. Rumphius dan Sajogyo memiliki kesamaan dalam mengabdikan diri pada ilmu pengetahuan yang berguna bagi masyarakat.
Rumphius, Naturalis yang Dilupakan
Georgius Everhardus Rumphius (1627-1702) adalah seorang naturalis berkebangsaan Jerman yang bekerja untuk Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) dan menjadi salah satu peneliti alam paling berpengaruh di Asia Tenggara. Terutama dikenal melalui karyanya, Herbarium Amboinense, Rumphius mencatat ribuan spesies tanaman dan kehidupan laut di kepulauan Maluku.
Dedikasinya terhadap eksplorasi alam menempatkan Rumphius sebagai ilmuwan pionir yang kontribusinya masih bergaung di kalangan peneliti botani modern. Dalam Herbarium Amboinense, Rumphius mendokumentasikan lebih dari 1.200 spesies tanaman dan tumbuhan, lengkap dengan deskripsi rinci mengenai bentuk, habitat, hingga kegunaannya.
Salah satu ciri khasnya adalah pendekatan yang komprehensif, di mana ia juga mencatat penggunaan tanaman-tanaman tersebut oleh masyarakat setempat. Misalnya, ia menuliskan manfaat obat-obatan tradisional serta penggunaan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari, dari bahan makanan hingga bahan bangunan.
Rumphius melihat bahwa kearifan lokal adalah sesuatu yang tidak hanya sekadar pengetahuan praktis, tetapi juga merupakan bagian penting dari ekosistem sosial dan ekologis. Melalui karyanya, Rumphius membuktikan bahwa sains tidak hanya tentang eksplorasi dan eksploitasi alam, tetapi juga pelestarian pengetahuan lokal. Ia menjadi inspirasi bagi banyak ahli botani dan naturalis setelahnya untuk mengedepankan aspek pemberdayaan sosial-ekologis dalam penelitian.
Sajogyo dan Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan
Berbeda dengan Rumphius yang meneliti alam dari perspektif botani, Sajogyo (1926-1996) merupakan seorang sosiolog yang fokus pada isu-isu sosial, terutama kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Ia dikenal karena metodenya yang kritis dalam memahami struktur kemiskinan dan ketimpangan sosial di pedesaan Indonesia. Karyanya yang mendalam mengenai akses tanah, struktur agraria, dan dampak sosial dari kebijakan pembangunan telah menjadi landasan bagi banyak ilmuwan sosial di Indonesia.
Salah satu kontribusi besar Sajogyo adalah konsep “Garis Kemiskinan” yang berfungsi sebagai alat pengukur kemiskinan berdasarkan kebutuhan pokok pangan masyarakat pedesaan. Berbeda dari indikator ekonomi tradisional, Garis Kemiskinan Sajogyo menekankan pentingnya melihat kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar masyarakat pedesaan yang sering terabaikan oleh kebijakan nasional.
Sajogyo juga mendorong pendekatan partisipatif dalam penelitian sosial dan pemberdayaan masyarakat. Ia percaya bahwa masyarakat pedesaan harus dilibatkan secara aktif dalam pengambilan keputusan terkait pembangunan desa. Melalui lembaga seperti Sajogyo Institute, ia terus mengembangkan pemikiran mengenai perlunya pemberdayaan masyarakat untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan adil.
Sosio-ekologis: Menghubungkan Karya Rumphius dan Sajogyo
Meskipun berjarak ratusan tahun, karya-karya Rumphius dan Sajogyo berbagi kesamaan mendasar dalam pandangan mereka terhadap alam dan manusia. Rumphius melihat alam sebagai entitas yang harus dihargai dan dilindungi, sementara Sajogyo melihat bahwa keberlanjutan kehidupan manusia sangat bergantung pada hubungan yang harmonis dengan alam.
Dalam hal ini, keduanya percaya bahwa pengetahuan alam dan sosial tidak hanya harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah semata, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Rumphius dengan teliti mendokumentasikan tanaman-tanaman yang memiliki manfaat medis, memberikan warisan pengetahuan yang masih berguna dalam dunia pengobatan modern.
Di sisi lain, Sajogyo menunjukkan bahwa hubungan manusia dengan alam tidak dapat diukur hanya dalam kerangka ekonomi semata. Ia menekankan pentingnya perspektif yang lebih luas, dengan mempertimbangkan aspek kultural dan ekologi yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat pedesaan.
Ketika Rumphius memetakan alam Maluku dan mencatat detail-detail kehidupan tumbuhan, Sajogyo memetakan alam sosial pedesaan dan mencatat detail kehidupan petani. Keduanya, dalam arti yang berbeda, melakukan pemberdayaan melalui pengetahuan yang mereka kumpulkan dan sebarkan.
Relevansi dan Inspirasi bagi Generasi Masa Kini
Kedua tokoh ini, dengan keahlian mereka yang berbeda, memberikan inspirasi bagi generasi masa kini dalam menghadapi berbagai tantangan sosial dan lingkungan. Karya Rumphius mengajarkan pentingnya eksplorasi dan pelestarian keanekaragaman hayati. Sementara itu, pendekatan Sajogyo dalam melihat pembangunan yang lebih manusiawi dan adil juga relevan di masa sekarang, terutama di tengah meningkatnya ketimpangan sosial dan tantangan perubahan iklim.
Kini, banyak ilmuwan dan aktivis yang menggabungkan pendekatan ekologis dan sosial untuk merumuskan solusi terhadap permasalahan kontemporer. Karya-karya Rumphius dan Sajogyo menjadi referensi bagi gerakan-gerakan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat yang mencoba menyatukan aspek ekologis dan kesejahteraan manusia.
Di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan meningkatnya ketimpangan sosial, pemikiran dan semangat kedua tokoh ini menjadi inspirasi abadi. Pengetahuan alam dan sosial yang diwariskan Rumphius dan Sajogyo terus relevan dan memberikan arahan bagi kita untuk memahami bahwa alam dan masyarakat bukanlah entitas terpisah, melainkan saling terkait dan perlu dihargai secara seimbang.
Dengan demikian, kita bisa menyadari bahwa pendekatan yang holistik – memahami dan merawat alam sambil memperhatikan kesejahteraan sosial – adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi Indonesia dan dunia. Warisan Rumphius dan Sajogyo akan terus hidup melalui setiap usaha yang kita lakukan untuk menjaga keseimbangan antara alam dan manusia, serta setiap upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam menjaga lingkungan.