Jumat, Maret 29, 2024

Romantisme Sepak Bola, Politik Ala Kroasia

Gerry Katon Mahendra
Gerry Katon Mahendra
Dosen Administrasi Publik Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta

Piala dunia 2018 yang diselenggarakan di Rusia baru saja usai. Prancis keluar sebagai juara dunia setelah mengalahkan Kroasia di final dengan skor cukup telak, 4-2. Oleh sebagian besar pengamat sepak bola, kemenangan Prancis sudah diprediksi mengingat materi pemain yang dianggap mumpuni dan merata pada segala lini, dimana sebagian besar pemainnya merumput di liga top Eropa.

Materi pemain timnas Prancis dianggap berada satu tingkat diatas timnas Kroasia, yang meskipun memiliki beberapa pemain yang berlaga di liga top Eropa, namun nama dan perannya tidak terlalu dominan (kecuali Luca Modric di Real Madrid). Namun hal yang sebenarnya mengejutkan dari timnas Kroasia adalah pencapaiannya hingga berhasil mencapai final.

Tidak banyak yang memprediksi bahwa timnas Kroasia mampu melaju jauh hingga mencapai partai final, dengan materi pemain (bisa dikatakan) tidak lebih mentereng dibandingkan dengan negara unggulan lainnya. Kejutan pertama diawali dengan berhasilnya timnas Kroasia memuncaki klasemen grup D mengungguli Argentina, Nigeria, dan Islandia.

Kejutan selanjutnya adalah ketika mereka mampu mengalahkan Inggris di babak seminfinal dengan skor 2-1. Banyak pihak bertanya-tanya, apa resep timnas Kroasia hingga mampu tampil perkasa hingga mencapai babak final piala dunia 2018 ? beberapa pengamat sepak bola menilai bahwa timnas Kroasia yang muncul sebagai kuda hitam mampu tampil luar biasa berkat tangan dingin pelatih Zlatko Dalić yang mampu meramu strategi tim dengan sangat baik.

Analisis lainnya adalah, performa luar biasa Luca Modric yang mampu menjadi roh permainan timnas Krosia baik sebagai penyeimbang lini belakang dan lini tengah hingga pada kemampuannya untuk mengatur serangan, menciptakan peluang, hingga bahkan mencetak gol bagi kemenangan timnas Kroasia.

Analisis tersebut tentu sah-sah saja diterima dan sangat berkaitan erat dengan faktor teknis timnas Kroasia menuju partai final. Namun ternyata, ada “faktor” lain yang bisa dikatakan turut mempengaruhi penampilan luar biasa timnas Kroasia pada gelaran piala dunia kali ini. Ialah Kolinda Grabar-Kitarović, Presiden Republik Kroasia (Republika Hrvatska) sekaligus presiden perempuan pertama negara tersebut yang senantiasa mendukung secara langsung penampilan timnas Kroasia.

Menurut sumber yang beredar, Presiden Kroasia tidak sekalipun absen dalam mendukung timnas Kroasia dan bahkan rela terbang menggunakan pesawat ekonomi demi menyaksikan timnas kebanggaan masayarakat Kroasia. Kesetiaan presiden Kroasia mendukung timnas Kroasia juga disebut-sebut mampu menjadi motivasi tersendiri bagi para pemain dan jajaran pelatih sehingga mereka tampil all out berjuang demi nama baik negara. Namun ternyata, terdapat sekelumit cerita menarik dan patut menjadi perhatian mengenai hubungan sepak bola dan politik di Kroasia.

Terlepas dari prestasi yang membanggakan dengan menjadi runner up piala dunia 2018, ternyata sepak bola Kroasia belum bisa lepas dari pengaruh politik, sama halnya dengan di Indonesia. Setelah gelaran piala dunia 2018, muncul nama Zdravko Mamic yang kemudian dikaitkan dengan nama Presiden Kolinda Grabar-Kitarović. Siapakah Mamic ? diketahui ia adalah orang dibalik kuasa kontrol sepakbola Kroasia, mulai dari pengelolaan keuangan hingga gelaran Liga Korasia selama lebih dari satu dekade terakhir.

Sepak terjangnya kemudian diketahui oleh pihak berwajib dan Mamic dijatuhi hukuman 6,5 tahun kurungan dengan dakwaan penggelapan dana US$ 17 juta (Rp 245 miliar) milik Dinamo dan mengkorupsi uang negara sejumlah US$ 2,1 juta (Rp 30 miliar) dengan modus penggelapan pajak. Terkait hubungannya dengan Presiden Kolinda Grabar-Kitarović, Mamic diketahui sebagai salah satu penyandang dana utama kampanye Kolinda dalam pertarungan pemilu presiden dimana akhirnya Kolinda berhasil memenangkan pemilu dan terpilih menjadi presiden Kroasia.

Hal ini tentu saja membuat fenomena menarik dikalangan masyarakat Kroasia, terutama para pecinta sepak bola disana. Disatu sisi mereka gembira dengan fakta bahwa timnas Kroasia mampu menghasilkan pesepakbola kelas dunia dan mampu menjadi finalis piala dunia 2018 meskipun dengan kondisi internal federasi yang kurang kondusif. Namun disisi lain, mereka juga marah melihat fakta bahwa sepak bola Kroasia belum bisa lepas dari tangan-tangan “kotor” politikus Kroasia yang hanya bertujuan mengekspolitasi sepak bola Krosia dan mengeruk keuntungan pribadi.

Bahkan dengan dalih pencapaian prestasi yang diraih timnas Kroasia, muncul keinginan dari kalangan masyarakat Kroasia kepada Presiden Kroasia agar dapat “mengampuni” Mamic karena “jasanya” menjadikan timnas Kroasia seperti saat ini. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat kedekatan politik Kolinda-Mamic dan didukung dengan prestasi yang membanggakan.

Namun, layakkah Mamic diampuni dengan “dukungan” relasi dan prestasi ? jika membuka kembali lembar sejarah mengenai korelasi sepak bola – politik, tentu pengampunan bagi Mamic sangat dimungkinkan terjadi. Menurut Franklien Foer terdapat relasi antara sepakbola dan kehidupan sosial, budaya, dan politik. Sepakbola menjadi sebuah identitas bagi masyarakat sebagai pembeda dengan masyarakat lainnya, serta sebagai proses identifikasi dari kecintaan masyarakat terhadap tim kebanggan, baik bersifat kedaerahan (klub lokal) maupun rasa nasionalisme (tim nasional).

Bahkan menurut Jay Coakley dalam jurnal Sport in Society: Issues and Controversies (Seventh Edition), tahun 2001 menyebutkan bahwa sudah menjadi hal biasa ketika calon-calon kepala daerah daerah di sana menggunakan olahraga sebagai sebuah daya tarik bagi para calon pemilihnya.

Menilik sejarah mengenai hubungan sepak bola – politik yang terjadi selama ini, apapun pilihan yang akan diputuskan oleh pemerintah Kroasia, khususnya presiden Kolinda berimplikasi pada citranya dimasa yang akan datang. Apabila memutuskan untuk tidak mengampuni Mamic, tentu saja, Kolinda akan dianggap sebagai sosok yang setuju upaya perbaikan sepak bola Kroasia dimasa yang akan datang oleh pendukung reformasi sepak bola Krosia.

Namun, Kolinda yang disaat bersamaan berkeinginan mencalonkan kembali menjadi Presiden Kroasia berpotensi kehilangan dukungan, baik dukungan materi maupun dukungan politik dari Mamic, mengingat Mamic pernah menjadi penyandang utama kampanye Pemilu Kolinda. Opsi kedua, apabila memutuskan untuk mengampuni Mamic, maka akan semakin terlihat jelas relasi antara keduanya dimasa lalu dan Kolinda akan dianggap memanfaatkan kekuasaannya untuk menyelamatkan salah satu koruptor elit Kroasia.

Selanjutnya, Kolinda juga berpotensi kehilangan simpati dan dukungan masyarakat Kroasia karena dicap sebagai sosok yang tidak pro terhadap pemberantasan korupsi yang selama ini menggerogoti melemahkan kehidupan ekonomi politik Negara Krosia.

Gerry Katon Mahendra
Gerry Katon Mahendra
Dosen Administrasi Publik Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.