Sabtu, April 27, 2024

Revolusi Industri 4.0 dan TKDN

Eko Setiobudi
Eko Setiobudi
Dr Eko Setiobudi, SE, ME Dosen di STIE Tribuana Bekasi

Menteri Perindustrian RI, pada Selasa, 25 September 2018 menyampaikan guna menindaklanjuti peta jalan Industri 4.0 (Making Indonesia 4.0) Kementerian Perindustrian RI, menetapkan lima sektor manufaktur yang akan diprioritaskan pengembangannya. Lima sektor tersebut yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, serta kimia.

Dipilihnya lima sektor tersebut sebagai prioritas pengembangan, karena dalam beberapa waktu terakhir, lima sektor industri tersebut mampu berkontribusi kurang lebih sebesar 70 persen untuk total PDB industri. Serta menyumbang sekitar 65 persen terhadap total ekspor, dan menyerap sekitar 60 persen tenaga kerja industri dari total tenaga kerja.

Oleh sebab itu, dengan memberikan prioritas pengembangan pada lima sektor industri tersebut, diharapkan mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional di mana pertumbuhan PBD diharapkan meningkat hingga 2 persen untuk tiap tahunnya.

Langkah ini memang bukan langkah parsial. Sebelumnya dalam Road Map Making Indonesia 4.0 pemerintah juga telah menetapkan 10 (sepuluh) langkah prioritas nasional yang diyakini dapat mempercepat pengembangan industri manufaktur nasional agar lebih berdaya saing global. Yakni  (1) perbaikan alur aliran barang dan material melalui pengembangan industri hulu; (2) mendesain ulang zona industri di seluruh wilayah Indonesia dengan menyelaraskan peta jalan sektor-sektor industri yang menjadi fokus prioritas.

(3) mengakomodasi standar-standar keberlanjutan untuk peluang industri di masa depan, seperti yang berbasis teknologi bersih, tenaga listrik, biokimia, dan energi terbarukan; (4) memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui teknologi antara lain fasilitasi platform e-commerce; (5) membangun infrastruktur digital nasional, termasuk jaringan internet kecepatan tinggi, cloud, data center, security management dan infrastruktur broadband.

(6) menarik minat investasi asing untuk mendorong transfer teknologi dan perluasan pasar; (7) Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui penyesuaian kurikulum pendidikan dan meningkatkan kualitas sekolah kejuruan (vokasi); (8) pembangunan ekosistem inovasi melalui pengembangan pusat litbang dan desain; (9) Insentif bidang investasi teknologi untuk mendorong adopsi teknologi maju; dan (10) harmonisasi aturan dan kebijakan untuk mendukung daya saing industri yang konsisten dan ramah bagi iklim investasi.

Sebagaimana diketahui, bahwa prinsip utama dari revolusi industry 4.0 yakni interoperabilitas, seperti objek data, otomisasi mesin dan robot, dan tenaga kerja yang harus dapat berkomunikasi melalui Internet of Things (IoT) dan Internet of People (IoP). Melalui prinsip yang paling esensial ini diharapkan membuat industri menjadi pandai. Dampaknya tentunya efisiensi dan peningkatan kapasitas produksi yang pada ujungnya akan meningkatkan daya saing industri lokal.

Prinsip esensial yang demikian, akibatnya diskursus mengenai hambatan implementasi revolusi 4.0 lebih banyak pada isu-isu mengenai dampak pengangguran serta ketimbangan tekhnologi antar daerah di Indonesia yang masih begitu nyata. Sebut saja prediksi hilangnya 57 persen pekerjaan saat ini yang diperkirakan akan hilang karena tergerus revolusi industri 4.0 akibat diganti oleh robot. Dan tentunya akan berkonsekuensi terhadap peningkatan jumlah pengangguran.

Hal ini juga sesuai dengan teori fungsi produksi dalam pendekatan isocost dan isoquant. Di mana disebutkan, bahwa dalam mendorong peningkatan produktifitas dengan tingkat biaya produksi total yang sama, perlu dilakukan kombinasi antara 2 faktor produksi atau lebih, sehingga dalam tingkat biaya produksi (budget line) yang sama, akan terjadi penambahan atau pengurangan faktor-faktor produksi seperti bahan baku, tenaga kerja dan tekhnologi

Artinya, dengan revolusi industri 4.0 yang mensyaratkan otomisasi mesin, robot, IoT dan IoP, kekhawatiran meningkatnya pengangguran menjadi sangat rasional dan logis. Oleh sebab itu, pemerintah harus menjawab kekhawatiran-kekhawatiran tersebut dengan beberapa kebijakan strategis.

Salah satu kebijakan strategis yang seyogyanya dilakukan pemerintah agar linier dengan kekhawatiran mengenai peningkatan angka pengangguran adalah mengenai kewajiban penerapan TKDN. Khususnya  penerapan TKDN terhadap lima sektor prioritas pengembangan sebagaimana yang sudah disebutkan di atas.

Simak saja 10 langkah prioritas dalam Indonesia Making 4.0, khususnya point nomor empat tentang pemberdayaan UMKM, dan point nomor 10 tentang harmonisasi aturan dan kebijakan untuk mendukung daya saing industri yang konsisten dan ramah bagi iklim investasi.

Kebijakan TKDN selama ini memang sudah tertuang dalam Keputusan Presiden RI No.80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah beserta perubahannya, khususnya menyangkut dengan kewajiban TKDN dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Untuk sektor otomotif, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan Permenperin Nomor 34/M-IND/PER/2017 tentang Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih, yang kemudian direvisi kembali menjadi Permen No 5/2018.

Untuk industri telematika yang notabene adalah bagian dari sektor industri elektronik, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 65 tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet, yang kemudian direvisi menjadi Permenperin nomor 29 Tahun 2017. Sedangkan untuk industri lainnya seperti makanan dan minuman serta tekstil dan pakaian mengacu pada Permenperin Nomor 16 tahun 2011 tentang Ketentuan Tata Cara Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri.

Bukan hanya itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri, yang selanjutnya disebut Tim Nasional P3DN, yang tentunya guna mempercepat implementasi TKDN dalam semua sektor industri. Keberadaan tim sesuai dengan amanat Pasal 73 ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri yang sudah dikeluarkan pemerintah pada 17 September 2018.

Linieritas kebijakan TKDN sebagaimana yang disebutkan tersebut di atas harus dijelaskan oleh pemerintah, bahwa hal ini adalah bagian integral dari prioritas kebijakan dalam rangka implementasi pengembangan revolusi industri 4.0. Jika tidak maka kekhawatiran banyak kalangan terkait dengan potensi meningkatnya pengangguran akan terus menghantui.

Bagaimanapun, implementasi TKDN adalah kebijakan strategis pemerintah untuk melindungi dan mendorong pertumbuhan industri lokal termasuk potensi munculnya industri atau UMKM-UMKM baru yang akan menyuplay kebutuhan industri lainnya dalam rangka memenuhi persyaratan mengenai TKDN. Selain itu, TKDN juga akan mendorong kapitalisasi ekonomi dalam negeri akibat menurunnya impor khususnya barang jadi, serta kapitalisasi industri.

Dengan demikian pemerintah secara massif harus melakukan sosialisasi mengenai implementasi revolusi industri 4.0 sekaligus untuk menjawab kekhawatiran publik mengenai dampak potensi meningkatnya pengangguran, tentunya dengan menekankan implementasi TKDN.

Eko Setiobudi
Eko Setiobudi
Dr Eko Setiobudi, SE, ME Dosen di STIE Tribuana Bekasi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.