Selasa, April 16, 2024

Residu Romansa Media Arus Utama dengan Isu Lingkungan

Di tengah sunyinya malam, saat semuanya terlelap sehabis merajut asa, merehatkan diri sebagai tulang punggung keluarga, juga memejamkan mata sehabis seharian menimba ilmu di sekolah, banjir bandang dan tanah longsor melanda mereka para penghuni Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, pada Rabu 22 Juni lalu.

Di samping itu, intensitas hujan yang tinggi juga menghadirkan banjir dan tanah longsor di Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang di hari yang sama saat sore menjelang Maghrib. Beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 29  hingga 31 Juni lalu, terdapat 886 pemukiman di Kota Bengkulu juga diterjang banjir hingga ketinggiannya mencapai 2 meter.

“Saya sendirian karena istri sudah lari ke sana. Rumah kena air, ini air dari sana ada suara kayak angin puting beliung. Ternyata air datang pas saya lihat dari pintu belakang ada air sedada. Saya lompat jatuh, saya mandi lumpur,”

Narasi tersebut dikutip dari Sindonews.com pada berita bertajuk “Cerita Korban Selamat dari Banjir dan Longsor Pamijahan Bogor yang Mengerikan”. Begitulah ingatan yang masih membayangi Ocang, salah satu korban banjir di Desa Cibunian pekan lalu.

Di Indonesia sendiri, berita banjir dan bencana alam lainnya nampaknya bukan lagi hal yang baru. Banjir? Intensitas hujan tinggi. Gempa Bumi, Tsunami, Gunung Meletus? Letak geografis Indonesia ada di cincin api pasifik. Ah, memang ada saja balada si Zamrud Khatulistiwa ini. Meskipun demikian, tidak jarang pula bencana yang terjadi diakibatkan oleh ulah manusia, seperti limpahan sampah yang menyendat daerah aliran sungai (DAS), penggundulan hutan, alih fungsi lahan, dan penyebab lainnya.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/06/07/ada-1733-bencana-alam-di-indonesia-hingga-pertengahan-2022

Menurut data yang dilansir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per tanggal 1 Januari hingga 6 Juni 2022, tercatat ada 1.733 bencana yang telah terjadi di Indonesia, yakni tepatnya 682 bencana banjir, 622 cuaca ekstrem, 321 tanah longsor, 88 kebakaran hutan dan lahan, dan 11 bencana gempa bumi. Semua angka tersebut pun mengindikasikan bahwa ada banyak dari mereka di luar sana yang terdampak, mulai dari rusaknya pemukiman, ragam fasilitas, korban jiwa, hingga pengalaman traumatik korban.

Isu Lingkungan Kerap Tenggelam dalam Media

Sejak tahun 1977 lalu, gagasan mengenai media massa sebagai agen sosialisasi telah dipopulerkan oleh Gertrude Jaeger. Gertrude bilang, agen sosialisasi itu mulai dari keluarga, teman bermain, sekolah, tempat kerja, dan juga media massa. Dalam konteks ini, media massa yang dimaksud adalah media cetak dan elektronik, dari situ pun dapat kita simpulkan bahwa media arus utama tentu termasuk di dalamnya.

Media arus utama memiliki peran yang sangat besar dalam membangun realitas sosial terkait isu-isu tertentu. Sebut saja isu politik, media dapat memainkan narasi dan membuat khalayak terpengaruh sehingga dapat menentukan pilihannya atas nama tokoh politik tertentu. Atau pada contoh lainnya, ketika media aktif memberitakan isu terkait kebijakan pemerintah yang membuat publik bereaksi serta mengakibatkan re-amandemen kebijakan tersebut.

Ilustrasi Kolaborasi Pentahelix dari BPBD
https://bpbd.jakarta.go.id/berita/1/kolaborasi-elemen-pentahelix

Sebagai salah satu bagian dari Pentahelix, sinergi media atas suatu isu dapat memberikan perubahan yang signifikan untuk masa depan. Namun sayangnya, media nampaknya memiliki ketertarikan yang minim dalam menjadi kontributor di isu lingkungan,  meskipun ini dapat masif terintegrasi secara elektronik. Dalam konteks ini, media arus utama sebagai agen sosialisasi dapat saja dengan konsisten memberikan edukasi dan informasi terkait mitigasi bencana kepada masyarakat untuk menghindari dampak yang bisa saja lebih besar dibanding bila adanya pengetahuan masyarakat atas mitigasi bencana serta baik dalam upaya untuk menanggulangi dampak yang kemungkinan akan terjadi, maupun memberikan langkah preventif dalam mencegah dampak serupa untuk terjadi kembali.

Visualisasi data analisis bobot berita Siklon Seroja-Pernikahan Atta Aurel 2021 lalu
https://issuu.com/kastrathmj/docs/rilis_kajian_hiruk_pikuk_atta-aurel_dan_tenggelamn

Departemen Kajian Strategis HMJ Fikom Unpad melakukan penelitian sederhana untuk menilik bobot berita media-media di Indonesia atas isu siklon seroja yang menghantam NTT pada April 2021 lalu. Dalam menyoroti upaya media dalam “memperingatkan” masyarakat atas kemungkinan terjadinya bencana badai seperti halnya yang dikatakan oleh BMKG pada tanggal  3 April, berita dengan kata kunci “siklon” pada 3 media yang ada di peringkat teratas Alexa hanya mempublikasikan 5 berita saja, sedangkan pada isu pernikahan Atta-Aurel yang kala itu terjadi pada waktu bersamaan memiliki 66 berita. Hal ini pun menunjukkan bahwa bobot berita di media arus utama dalam memberitakan isu lingkungan dengan isu sensasionalisme yang faedahnya masih dipertanyakan sangat tidak imbang.

Hal ini pun dapat kita lihat kembali pada isu banjir yang menimpa Bogor dan Bengkulu. Limpahan berita-langsung berisikan liputan banjir di lokasi setempat bukanlah suatu bentuk langkah preventif yang dapat mengurangi besarnya dampak yang diderita korban. Adanya limpahan berita terkait mitigasi bencana pada titik-titik rawan bencana akan menjadi langkah yang baik untuk media dalam memainkan peran sebagai agen sosialisasi.

Perubahan iklim yang berlangsung sejak beberapa dekade terakhir pun turut menjadi salah satu faktor yang memperparah situasi bencana di pulau Jawa dan Sulwaesi. Di sinilah sinergi media juga turut diperlukan dalam mengedukasi masyarakat atas bahayanya perubahan iklim yang terus menunjukkan batang hidungnya hingga detik ini.

“Konteks penyampaian informasi, konteks sosialisasi, dan edukasi perubahan iklim itu harus gencar dilakukan oleh media dan jangan berdasarkan momentum-momentum tertentu,”

Hal tersebut merupakan ungkapan dari Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Meiki W. Paendong di Talkshow Parade Jurnalistik yang diadakan oleh HMJ Unpad pada tanggal 17 Mei lalu.

Selain itu, publikasi informasi yang masif tentang do’s and dont’s untuk masyarakat juga akan sangat bermanfaat, seperti halnya pengolahan sampah yang tepat agar DAS tidak tersendat, penerapan ekonomi sirkular agar masyarakat dapat memutus rantai pencemaran lingkungan, hingga penanaman pohon sebagai sumber resapan dan penguat tanah.

Mengapa Peran Media Penting dalam Menyuarakan Isu Lingkungan?

Pada isu banjir yang menimpa sejumlah wilayah di Nusantara baru-baru ini, media tentu saja dapat dengan aktif menyuarakan sinyal peringatan adanya bencana yang akan terjadi, baik berlandaskan informasi dan prediksi yang dipublikasikan oleh lembaga pemerintah seperti BMKG maupun institusi lainnya.

Kalau pun tidak dapat diprediksi, ada baiknya media dapat secara aktif dan masif memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait mitigasi bencana sebagai langkah preventif atas dampak yang lebih besar. Selain itu, edukasi akan bahaya perubahan iklim yang detik ini masih eksis memberikan sinyal bahaya juga patut untuk digencarkan. Toh, Indonesia sebagai negara “sejuta” bencana bukan berarti masyarakatnya harus pasrah dengan bayang-bayang bencana yang akan menghantui, melainkan mengukuhkan pertahanan serta persiapan atas segala hal yang akan terjadi dengan berbagai upaya.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.