Film bukan suatu hal yang sulit dijangkau pada masa kini, ditambah dengan perkembangan teknologi yang tiada batasnya. Tidak hanya menjadi media hiburan, film seringkali berfungsi sebagai media informasi serta edukasi, bahkan menjadi salah satu media komunikasi yang cukup popular.
Film juga sering sekali menjadi salah satu sarana untuk mentransmisikan pesan-pesan bermakna yang ingin disampaikan komunikator kepada audiens massa (Ardianto, 2007). Dengan adanya narasi dan cerita dalam film, kita dapat merepresentasikan sesuatu dan mungkin membantu membentuk atau memperkuat stereotip kita.
Akeelah and The Bee, sebuah film yang disutradarai oleh Doug Atchison menceritakan tentang kisah Akeelah Anderson, gadis 11 tahun keturunan kulit hitam yang berpartisipasi dalam Scripps National Spelling Bee. Film ini berdurasi 112 menit dan berbahasa inggris. Diperankan oleh Keke Palmer, Laurence Fishburne, Angela Bassett, Curtis Amstrong, J.R. Villarreal, Sean Michael Afable, dan Sahara Garey.
Adi Pranajaya dalam bukunya yang berjudul Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar (1999) menyebutkan bahwa film dapat disebut sebagai media komunikasi yang unik dibandingkan dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahnya langsung melalui gambaran-gambaran visual dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subyek yang tidak terbatas ragamnya.
Sebagai produksi media dan budaya, film bisa mencerminkan suatu realitas sosial sebuah kelompok atau masyarakat. Artikel ini akan membahas tentang bagaimana Film Akeelah and The Bee merepresentasikan inferioritas kulit hitam (Afrika-Amerika) melalui cerita yang ada diadalamnya.
Teori representasi dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana penggambaran stereotip dan inferioritas kulit hitam dalam film ini. Teori representasi Stuart Hall menjelaskan suatu proses di mana suatu makna diproduksi menggunakan bahasa dan dipertukarkan oleh antar anggota kelompok masayarakat dalam sebuah culture.
Representasi dapat berupa gambar, kata, narasi atau cerita, fakta, emosi, dan sebagainya. Representasi menghubungkan antara konsep (concept) dalam benak kita dengan menggunakan bahasa yang memungkinkan kita untuk mengartikan benda, orang, kejadian yang nyata (real), dan dunia imajinasi dari objek, orang, benda, dan kejadian yang tidak nyata (fictional) (Hall, 2003).
Cerita ini berawal dari Akeelah Anderson seorang spelling enthusiast, bersekolah di Crenshaw Middle School yang didominasi kulit hitam. Dia tinggal dengan ibu dan ketiga saudaranya, serta keponakannya yang masih bayi. Kepala sekolah menyarankannya untuk mengikuti Crenshaw Schoolwide Spelling Bee.
Akan tetapi, Akeelah merasa tidak pantas untuk mengikuti perlombaan tersebut. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk memberanikan diri mengikuti perlombaan dan memenangkannya. Film ini menampilkan beberapa hal termasuk ras dan rasisme, kemiskinan, sistem pendidikan, kompetensi, harga diri, stigma, komunitas, persahabatan, dan kelas sosial.
Singkatnya, dalam film ini menggambarkan bagaimana Akeelah yang merupakan kelompok kulit hitam mampu memenangkan perlombaan dan menginspirasi banyak orang. Dibalik cerita yang diungkapkan, Akeelah and The Bee turut merepresentasikan stereotip dan juga inferioritas kulit hitam di dalamnya. Akeelah Anderson yang tidak memiliki kepercayaan diri, perlombaan yang mayoritas diikuti oleh kelompok kulit putih, penggmabran lingkungan antara kelompok kulit hitam dan kulit putih, dan beberapa hal lainnya.
Ada tiga kelompok yang muncul dalam film ini. Pertama, kelompok kulit hitam (Afrika-Amerika) yang mendominasi film karena tokoh utamanya yaitu Akeelah. Kedua, kelompok kulit putih. Dan yang ketiga, kelompok kulit putih Asian (Chinese-American) yang diperankan karakter Dylan Chiu dan ayahnya.
Ada berbagai perbedaan yang dimainkan oleh anggota dari berbagai kelompok dalam film Akeelah and The Bee. Kelompok Kulit hitam dianggap sebagai kaum minoritas dan membutuhkan bantuan kulit putih dalam kehidupannya. Kelompok kulit putih digambarkan sebagai kaum mayoritas yang berpendidikan, kaya, dan mewah.
Kulit putih digambarkan mendominasi atau ada di mana-mana. Contohnya, dalam Spelling Bee Competition. Peserta dan juga judge nya berasal dari kelompok kulit putih. Walaupun penggambarannya seperti itu, tetap saja di film ini kelompok yang mendominasi diceritakan adalah kelompok kulit hitam, mulai dari tokoh utama, cerita, lingkungan, hingga peran pendukung. Dalam kebanyakan film, kulit hitam kerap kali bertindak sebagai pendukung kulit putih, namun tidak di film ini.
Berawal dari awal cerita yang menggambarkan Akeelah sedang dirundung oleh temannya. Hal ini memberi asumsi dan mendukung stereotip yang berkembang di masyarakat bahwa kulit hitam berkaitan dengan kriminal dan kekerasan. Dilanjutkan dengan keraguan Akeelah untuk mengikuti Spelling Bee dan bahkan sempat ingin berhenti melanjutkan perlombaan, turut memperkuat gambaran inferioritas kulit hitam.
Lingkungan keluarga Akeelah, terutama sang ibu juga awalnya menentang keputusan Akeelah untuk mengikuti Spelling Bee. Ibunya berfikir hal ini tidak perlu. Lingkungan lainnya seperti teman-teman dan lingkungan tempat tinggalnya yang awalnya meragukan dan tidak mendukungnya. Narasi ini menunjukkan bahwa kulit hitam yang berpandangan rendah terhadap pentignya berprestasi dan memiliki kompetensi. Mereka bahkan memandang rendah kelompok mereka sendiri bila dikaitkan dengan kompetensi atau prestasi di bidang Pendidikan.
Dalam beberapa adegan juga ditampilkan bagaimana kelompok kulit hitam dengan kelompok kulit putih. Seperti saat Georgia, sahabat Akeelah yang menolak bergabung di Pesta Javier yang didominasi kulit putih. Ayah Dylan yang memandang rendah Akeelah dalam percakapnnya dengan Dylan. Adegan-adegan kecil yang ada dalam film cukup merepresentasikan bagaimana inferioritas kulit hitam terhadap kulit putih serta menggambarkan stereotip yang berkembang di masyarakat.
Setiap peran dalam film ini memiliki tantangan tersendiri, baik kulit hitam maupun kulit putih. Selain rasisme, stereotip, dan inferioritas, film ini juga mengeksplorasi bagaimana akhirnya kulit hitam dapat menginspirasi dan memotivasi banyak orang.
Faktanya, penulis film Akeelah and The Bee yaitu Doug Atchison bukan merupakan kelompok kulit hitam, menunjukkan bahwa mungkin saja ia menggunakan stereotip yang sudah ada sebelumnya dan berkembang di msayarakat untuk melengkapi narasi film. Walaupun film ini menggambarkan keberhasilan kulit hitam, tetapi di dalamnya terdapat banyak hal yang dapat mendukung stereotip terhadap kulit hitam.
Doug Atchison menegaskan bahwa fokusnya pada film ini adalah tentang seorang anak yang mempelajari apa yang dikuasai, bangga akan hal tersebut dan tidak ingin menyembunyikannya lagi, mengatasi rasa takutnya dan menjadi hebat. Fokus film ini memang bukan tentang stereotip dan inferioritas kulit hitam, namun representasi kulit hitam dalam film ini akan membuat masyarakat membentuk gagasan terhadap kulit hitam dan mendukung gagasan negatif yang mungkin telah audience percayai sebelumnya.