Rendahnya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia yang hanya 31 persen bila dibandingkan dengan Negara Asean lainnya seperti Malaysia yang mencapai 38 persen dan Singapura yang mencapai 78 persen disebabkan banyak faktor.
Di antara faktor penyebab rendahnya APK pendidikan tinggi di Indonesia adalah faktor tidak meratanya kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Tidak meratanya kualitas pendidikan tinggi dapat dilihat dari data perguruan tinggi swasta (PTS) yang telah terakreditasi dengan nilai A. Tercatat ada 27 PTS dibawah binaan Kemenristekdikti sudah mendapatkan nilai akreditasi A, akan tetapi PTS yang terakreditasi A masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Faktor lain penyebab rendahnya APK pendidikan tinggi di Indonesia yaitu perguruan tinggi yang berbasis vokasi lebih rendah dibandingkan dengan perguruan tinggi berbasis akademik. Industrialisasi menuntut masyarakat untuk memiliki keterampilan dalam pekerjaan.
Namun hal itu menjadi dilema, manakala perguruan tinggi yang ada hanya memberikan layanan pendidikan berbasis akademik dari pada melaksanakan layanan pendidikan yang melahirkan manusia-manusia yang terampil dalam bidang pekerjaan yang akan digelutinya dibidang industri.
Fenomena yang disebut dengan disrupsi (pekerja yang tidak linear dengan latar bidang pendidikannya) akan menjadi stigma buruk dalam dunia pendidikan tinggi dan industrialisasi. Perguruan tinggi di Indonesia hanya 6 persen yang melaksanakan pendidikan vokasi, selebihnya sekitar 94 persen layanan pendidikan tinggi hanya berkutat pada pendidikan akademis. Keadaan ini membuat anggapan buruk di masyarakat, ngapai kuliah tinggi tapi tidak memiliki pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya.
Hal lain yang membuat kita bingung dengan rendahnya APK pendidikan tinggi kita adalah: Jumlah perguruan tinggi yang tersebar di Indonesia tidak berbanding lurus dengan tingginya APK pendidikan tinggi di Indonesia. Saat ini perguruan tinggi yang ada di Indonesia mencapai 4.529 dengan rasio jumlah penduduk 250 juta jiwa.
Tiongkok dengan jumlah penduduk 1,4 miliar hanya memiliki 2.824 perguruan tinggi, tapi memiliki APK pendidikan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan Indonesia. Seharusnya jumlah perguruan tinggi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia meningkatkan APK pendidikan tinggi di Indonesia, karena pendidikan tinggi tidak saja tersebar di Ibu Kota provinsi, akan tetapi juga telah menyebar di Ibukota Kabupaten/Kota.
Kuliah Daring
Pemerintah dituntut untuk meningkatkan APK pendidikan dalam hal ini. Karena APK pendidikan tinggi yang rendah akan berdampak kepada kualitas masyarakat ditahun-tahun mendatang. Apalagi dalam menghadapi arus globalisasi haruslah disambut dengan sumber daya manusia yang mumpuni. Kompetisi dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) juga menuntut hal yang sama, masyarakat selayaknya mengecap dunia pendidikan tinggi untuk mempersiapkan dunia kompetisi yang akan dihadapi.
Menyahuti tuntutan APK pendidikan tinggi dari masyarakat, pemerintah sudah mengatur strategi untuk menghadapinya. Beberapa waktu yang lalu Menteri Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir menyampaikan akan membuat payung hukum Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) dalam waktu dekat, berkisar bulan April pada tahun ini. PJJ diyakini dapat meningkatkan APK pendidikan tinggi hingga sampai mencapai 40 persen pada tahun 2023.
PJJ yang dimaksudkan Menteri Pendidikan tinggi adalah dengan melaksanakan pendidikan tinggi berbasis dalam jaringan (daring/online). Perguruan tinggi yang sudah memiliki infrastruktur yang baik dapat melaksanakan perkuliahan daring. Salah satu contoh perguruan tinggi yang sudah lama menerapkan pendidikan daring adalah Universitas Terbuka (UT). Perguruan tinggi yang ingin melaksanakan pembelajaran daring dapat belajar kepada perguruan tinggi yang sudah berpengalaman dalam menjalankan pendidikan daring.
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, saat ini sedang mengembangkan Sistem Pembelajaran Daring Indonesia yang disingkat SPADA. Sistem seperti ini dikembangkan tidak lain adalah untuk pemerataan layanan pendidikan tinggi yang berkualitas. Daerah terluarpun seperti Papua dapat merasakan layanan pendidikan tinggi yang setara dengan pendidikan tinggi yang berada di pulau Jawa.
Oleh sebab itu SPADA dibuat untuk meretas kesenjangan pendidikan tinggi didaerah di luar pulau Jawa, sehingga minat masyarakat untuk kuliah diperguruan tinggi semakin meningkat, karena di daerahpun memiliki kualitas yang sama dengan perguruan tinggi yang ada diperkotaan.
Perkuliahan daring diyakini efektif meningkatkan APK pendidikan tinggi. Hal ini dapat dirasakan dengan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat di Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang merata. Kalau perkuliahan konvensional/tatap muka secara langsung hanya dapat dirasakan oleh sekitar 20-30 mahasiswa saja, tetapi dengan perkuliahan daring, guru besar dapat menyentuh ratusan bahkan ribuan mahasiswa yang tersebar di seantero negeri.
Pemerataan pendidikan tinggi berkualitas mutlak harus dilaksanakan, salah satu caranya adalah dengan mengadakan perkuliahan secara daring, sehingga tidak ada lagi bantahan dari masyarakat di daerah yang menyatakan kualitas pendidikan di daerah rendah dan tidak berkualitas, hanya orang-orang yang memiliki ekonomi kuat yang mampu untuk menyenyam pendidikan tinggi di perguruan tinggi yang ternama.
Dengan perkuliahan daring, dosen dan guru besar yang profesional dapat memberikan kuliah walaupun tidak bertatap muka secara langsung. Dan partisipasi mahasiswa akan semakin meningkat karena diajar oleh dosen dan guru besar yang berpengalaman. Perguruan tinggi di daerah dituntut untuk menyiapkan hal yang berkaitan dengan perkuliahan daring seperti akses internet dan jaringan kepada mahasiswa.
Pemerintahpun kalau sudah mengeluarkan regulasi tentang kuliah daring, harus membantu perguruan tinggi yang ingin melaksanakan kuliah daring. Bantuan yang bisa diberikan pemerintah diantaranya adalah melaksanakan pendampingan kepada perguruan tinggi yang siap melaksanakannya.
Tidak hanya itu, pemerintah juga harus memberikan bantuan yang menunjang perkuliahan daring seperti layanan akses jaringan, pemerintah dapat meminta provider jaringan internet seperti telkom dan provider lainnya untuk memperbaiki jaringan internet di kawasan perguruan tinggi pelaksana perkuliahan daring.
Penutup
Kita diingatkan dengan sila kelima dalam Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. “Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial” adalah salah satu butir-butir pancasila yang wajib diamalkan. Masyarakat terluarpun selayaknya mendapatkan pemerataan pendidikan yang bermutu. Pendidikan bermutu tidak hanya bagi mereka yang memiliki uang.
Masyarakat lemah ekonominya memiliki hak yang sama untuk merasakan pendidikan yang berkualitas. Harapan pemerintah untuk mencapai 40 Persen APK pendidikan tinggi pada tahun 2023 akan tercapai dengan mudah, karena masyarakat menengah kebawah juga dapat mengenyam pendidikan tinggi berkualitas dengan pelaksanaan perkuliahan secara daring.