Minggu, Mei 12, 2024

Relevansi Filsafat Stoikisme dan Ajaran Islam

Anggi Agusti
Anggi Agusti
Menulis adalah Melawan

Setiap manusia yang bernafas di alam semesta ini tentunya memiliki impian dan harapan. Dan setiap harapan itu tidak akan selalu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh manusia. Adakalahnya berhasil dan adakalahnya gagal. Kedua hal ini merupakan konsekuensi darinya. Dimana dari konsekuensi tersebut akan melahirkan rasa bahagia dan duka. Hal ini juga merupakan sifat dasar dari seorang manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia pasti akan melewati fase-fase ini. Karena selama impian masih ada, maka konsekuensi ikut menyertainya. Begitulah rantai kehidupan.

Terlebih lagi pada era milienal yang penuh dengan kompetitif ini. Pasti akan selalu ada bayang-bayang kehawatiran dalam berproses dan berkerja, belum lagi maraknya istilah eksternal people, yang menjadi hantu dibenak setiap orang yang tidak punya privelege. Yang berarti tidak punya jaminan atas keberhasilannya. Meskipun pada dasarnya semua manusia memiliki privelege yang berbeda-beda. Tapi arti dari privelege yang dimaksud ialah orang yang memiliki relasi dalam menjamin keberhasilan seseorang. Hal ini menjadi ketakutan bagi setiap orang yang hendak melangkah lebih jauh lagi.

Takut gagal, takut mencoba lagi, takut salah bahkan dapat menimbulkan stagnasi dalam berproses. Sehingga munculah pikiran-pikiran yang bisa mempengaruhi proses tersebut karena terlalu memikirkan sesuatu yang belum terjadi dan belum dicoba. Hal-hal seperti ini dialami oleh banyak orang ketika sedang mengerjakan suatu hal untuk mencapai tujuannya. Lalu pada akhirnya terjadi pemberhentian sebelum mencoba.

Sebenarnya hal-hal ini sangat mudah dikendalikan dan diatasi. Dalam Filsafat Stoisme ada sebuah teori populer yang disebut Dikotomi kendali, yaitu kita dapat mengontrol hal-hal yang berada dalam kendali kita, dan kita tidak dapat mengontrol hal-hal yang berada diluar kendali kita. Contoh hal-hal dalam kendali, belajar, berusaha, berpores, emosi, pikiran dan masih banyak lagi. Sedangkan hal-hal sebaliknya, seperti hasil, nilai, penilaian orang lain, masa depan dan matipun itu berada diluar wilayah kekuasaan kita.

Hematnya, tidak perlu repot-repot memikirkan bualan orang lain ataupun masa depan yang kita saja tidak tahu seperti apa jadinya nanti. Kita cuma perlu fokus pada wilayah kekuasaan kita, dan memaksimalkan itu tanpa neko-neko memikirkan sesuatu yang berada diluar kendali kita. Dengan begitu kehawatiran dan kecemasan dapat diminimalisir. Sehingga kita bebas mengeluarkan inovasi dan imajinasi tanpa disertai ketakutan akan kegagalan.

Begitu juga dengan emosi, sedikit demi sedikit akan terkontrol dengan baik. Karena salah buku psikologi mengatakan bahwa salah satu aspek besar penunjang kecerdasan seseorang adalah emosinya. Ketika emosi dapat dikendalikan maka pikiran pun dapat dikendalikan. Sebab itu merupakan dasar untuk menumbuhkan kecerdasan emosional. Dan juga merupakan hal yang paling krusial dalam menjalani hidup sebagai manusia yang bergantung satu sama lain.

Semuanya dapat teratasi hanya dengan memenuhi setiap porsi yang telah diberikan tanpa campuran dari hal-hal yang berada diluar kendali. Hal ini selaras dengan ajaran yang dibawah oleh agama Islam.

Islam sendiri mengajarkan kepada umatnya untuk berikhtiar (berusaha) dan tawakal (berpasrah). Artinya Islam menuntut kepada umatnya untuk senantiasa berusaha dalam melakukan apapun tanpa mempedulikan hasilnya. Karena Islam juga memerintah umatnya untuk berpasrah atas rana yang tidak bisa jangkau oleh manusia, seperti hasil daripada proses itu.

Sebagai penganut agama islam tentunya kita sadar esensi dari ajarannya ini. Sehingga kita tidak perlu cemas akan masa nanti, karena hal itu merupakan wilayah kekuasaan Sang Pencipta yang tidak bisa diprediksi oleh siapapun. Sebab itu Allah berfirman dalam Qur’an, yang artinya، Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,” (QS. An-Najm [53]: 39) Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan [kepadanya],” (QS. An-Najm [53]: 40) Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,” (QS. An-Najm [53]: 41) Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan [segala sesuatu],” (QS. An-Najm [53]: 42).

Jelas sekali bahwa Islam telah lebih dulu memberikan umatnya anti tesis dari rasa kehwatiran dan ketakutan umatnya dari sesuatu yang berada diluar kendalinya. Karena segala sesuatu yang berada diluar kendali manusia, itu berada dalam kendali Sang Maha pencipta segalanya. Oleh karena itu, ajaran-ajaran Islam sangat relevan untuk era yang penuh dengan kompetitif ini. Manusia diberi kekuatan untuk berusaha semampunya, selebihnya Allah yang mengatur ketentuannya.

Maka pantaslah Islam disebut agama yang penuh dengan kasih sayang. Karena segala ketetapan dan ketentuan yang telah dibuat Sang Maha Penguasa sesuai dengan usaha dan doa yang dilakukan manusia kepadanya. Lantas apalagi yang membuat kita ragu, dan sibuk memikirkan sesuatu diluar kendali yang dapat merusak pikirin kita sendiri

Anggi Agusti
Anggi Agusti
Menulis adalah Melawan
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.