Jumat, April 26, 2024

Rekonstruksi Rekrutmen Hakim

taufiqurrahman
taufiqurrahman
Mahasiswa fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Staff Forum Kajian dan diskusi FH UII

Indonesia secara konstitusional menjujung tinggi konsepsi negara hukum yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945. Hal ini merupakan tombak utama untuk memastikan hadirnya keadilan dalam keberlangsungan penyelenggaraan bernegara. Penegakan hukum salah satu variabel penting dalam penyelenggaraan negara.

Salah satu aktor utama dalam penegakan hukum (law enforcement) adalah hakim. Secara fungsional, hakim tidak sekedar memutus suatu perkara dengan barisan pasal-pasal mati yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan, tetapi juga diberikan ruang untuk menginterpretasi atau living interpretator guna menegakkan keadilan (Tohari, 2004; 16).

Artinya, hakim memiliki posisi yang fundamental dalam memastikan hadirnya keadilan. Akan tetapi, sampai saat kondisi hakim di Indonesia terbilang sangat memprihatikan.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya hakim yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Setidaknya, 32 hakim sepanjang tiga tahun terakhir terjerat kasus korupsi. Bahkan di awal 2019 Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) kembali menangkap tangan hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan.

Selain itu, dilansir dari sindo sepanjang Januari sampai April 2019 Komisi Yudisal (KY) mencatat dan merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 42 hakim yang melanggar kode etik dan pedoman prilaku hakim. Tentunya kondisi ini sangat bertolak belakang dengan peran hakim sebagai tombak penegak keadilan. Oleh karena itu, fokus dalam opini ini adanya rekonstrusi rekrutmen sebagai upaya memulihkan marwah hakim.

Problem Rekrutmen

Menurut hemat penulis, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan demoralisasi hakim di Indonesia. Diantaranya; pertama, terjadi dualisme status hakim. Di satu sisi, hakim berdasarkan Pasal 19 UU No. 48/2009 merupakan pejabat negara. Namun, pada waktu bersamaan juga berkedudukan sebagai PNS, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2/2017.

Konsekuensi dari status hakim sebagai CPNS membuka ruang adanya intervensi dari pihak luar. Sehingga, bertolak belakang dengan prinsip The International Commisision of Jurist, yaitu peradilan bebas dan tidak memihak. Artinya, menjadi suatu hal yang mendesak untuk memberikan kepastian terhadap status hakim.

Kedua, adanya kesenjangan normatif dan empiris dalam mutasi jabatan hakim pasca lahirnya SK KMA No. 139/2013. Pada tataran normatif, sistem mutasi telah baik. Tetapi, dalam prakteknya mutasi dan promosi jabatan hakim masih sangat dipengaruhi oleh kedekatan seorang hakim-hakim MA (Komisi Yudisial;2017;126). Hal ini senada dengan pendapat Asep Irwan Iriawan, pakar hukum pidana universitas Trisakti yang menyatakan bahwa praktek dalam mutasi tidak mengedepankan kualitas hakim. Ketiga, PERMA tentang Pengadaan Hakim cenderung tertutup dan tidak melibatkan partisipasi publik untuk menjaring calon hakim. Padahal, peran publik merupakan indikator yang harus diperhatikan untuk dapat menghasilkan hakim yang berkualitas.

Rekonstruksi Rekrutmen Hakim

Untuk menjawab permasalahan yang terjadi, penulis ingin memberikan beberapa alternaitf solusi. Pertama, melibatkan publik dengan memberi ruang partisipasi pada proses rekrutmen, promosi, dan mutasi hakim.

Adapun yang dimaksud dengan publik ini dapat diwakili oleh tokoh masyarakat, akademisi, dan lembaga kemasyarakatan untuk terlibat memantau, menilai, dan memberi masukan atas kualitas dan integritas hakim maupun calon hakim. Partisipasi publik ini merupakan indikator yang harus diperhatikan untuk dapat menghasilkan hakim yang berkualitas.

Kedua, melibatkan Komisi Yudisial (KY) dalam proses rekrutmen calon hakim. Hal ini tentu harus mengubah sistem rekrutmen satu atap sebagaimana Putusan MK No. 43/PUU-XII/2015, yang hanya memberi kewenangan kepada MA. Dasar pertimbangan keterlibatan KY ini adalah adanya kesepakatan politik pada amandeman ketiga UUD 1945 NRI yang mengingikan pengawasan terhadap hakim, baik itu dari segi etik maupun non etik. Artinya, menjadi relevan ketika KY dilibatkan dalam proses rekrutmen.

Ketiga, melibatkan Komisi Yudisial dalam proses perekrutan calon hakim. Hal ini tentu saja mengubah sistem satu atap sebagaimana tertuang dalam putusan MK No. 43/PUU-XII/2015. Tetapi, dasar pertimbangan keterlibatan KY adalah adanya kesepakatan politik pada amandeman ketiga UUD 1945 NRI yang mengingikan pengawasan terhadap hakim, baik itu dari segi etik maupun non etik. Artinya, menjadi relevan ketika KY dilibatkan dalam proses pengrekrutan.

Alternatif solusi tersebut harapanya mampu menghadirkan keadilan bagi setiap lini kehidupan masyarakat. Karena, jabatan hakim pada satu sisi merupakan jabatan yang sangat mulia. Tetapi, pada sisi lain, jabatan hakim juga dapat sangat terhina manakala disalahgunakan.

Menuju Penegakan Keadilan yang Bermartabat

Penegakan keadilan merupakan hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat, salah satunya untuk membangun peradaban bangsa yang bermartabat. Tolak ukur majunya peradaban suatu negara didasarkan pada kehidupan yang berkeadilan.

Keadilan merupakan tujuan akhir dari sistem hukum, yang terkait erat dengan fungsi sistem hukum sebagai sarana untuk mendistribukan dan memelihara suatu alokasi nilai-nilai dalam masyarakat, yang ditanamakan dengan suatu pandangan kebenaran, yang secara umum merujuk kepada keadilan (Lawrence M. Freidmen, 1975, 17-18).

Pengadilan di Indonesia merupakan instrumen dalam penegakan keadilan. Mirisnya pengadilan sampai saat ini masih belum mendapatkan kepercayaan yang baik dalam kalangan masyarakat. Sebagaimana yang dilansir dari Media Indonesia, mantan ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan mengakatan “saya sepakat bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap pengadilan masih rendah, oleh sebab itu perlu ada self correction”.

Padahal pengadilan merupakan jalan satu-satunya yang dapat ditempuh bagi para pencari keadilan. Oleh sebab itu, dengan adanya upaya rekonstruksi rekrutmen hakim diharapkan mampu menjadi langkah awal untuk memperbaiki sistem penegakan hukum di Indonesia dan memulihkan kepercayaan publik terhadap pengadilan sehingga tercapainya penegakan keadilan yang bermartabat.

taufiqurrahman
taufiqurrahman
Mahasiswa fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Staff Forum Kajian dan diskusi FH UII
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.