Sekali lagi, Jokowi hampir dipastikan akan memimpin Indonesia dalam 5 (lima) tahun ke depan. Setelah pelbagai lembaga survei yang biasa melakukan quick count (hitung cepat) merilis prediksi suara Jokowi-Maruf Amin diangka 54-55%.
Memang belum diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), tapi merujuk pada pengalaman sebelumnya. Prakiraan suara Paslon 01 itu akan sulit bergeser. Apalagi Margin of Error-nya (tingkat kesalahan) kerap dibawah 1%. Membuat Jokowi cepat-cepat melakukan rekonsiliasi.
Bukan hanya untuk pesaing politiknya tapi juga untuk dirinya sendiri. Ini soal keteladanan seorang pemimpin pula, yang tugas terberatnya bukan hanya mengerjakan apa yang benar.
Namun, mengetahui secara rinci, memahami secara detail pula, apa yang benar dan sesuai dengan fondasi nilai kebangsaan.Untuk itu sejak awal, sejak kampanye berlangsung 7 (tujuh) bulan, Jokowi pasti memahami mapping (pemetaan) secara sektoral daerah per daerah, provinsi per provinsi mana ia akan kalah atau menang.
Hal tersebut menjadi gambaran utamanya saat running kampanye.***Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah yang menjadi perhatian Jokowi selama ini. Bukan hanya karena momennya adalah jelang pemilu.
Namun, dalam 5 (lima)!tahun terakhir, di era Jokowi-Jusuf Kalla, Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang menjadi prioritas pembangunannya di luar Jawa.Setidaknya, ada 4 (empat) proyek nasional di Sumatera Barat, yaitu pertama, pembangunan jalan Solok Selatan-Tanah Datar sepanjang 37 kilometer.
Kedua, pembangunan akses jalan ke kawasan wisata Mandeh. Ketiga, revitalisasi kampung adat Rumah Gadang di Solok Selatan. Dan, keempat, pembangunan proyek Trans Mentawai.Kecintaan Jokowi pada Sumatera Barat melebihi rasa egonya yang tidak terikat politik. Pun sekali lagi, ini bukan persoalan elektoral.
Sebab, di Pilpres 2014, pasangan Jokowi-JK hanya meraih 23,1% suara di sana. Pun demikian, di pilpres tahun 2019 ini, menurut hasil hitung cepat, Jokowi diprakiraan suara yang diraih di Sumatera Barat 13-14%.***Jika kita kembali ke beberapa minggu lalu. Jelang debat keempat, pada 30 Maret 2019 lalu. Saat itu, saat wartawan menanyakan soal kesiapan Jokowi soal debat.Jokowi menjawab : “Makan Nasi Padang”.
Secara gestur, hari itu, Jokowi pun sebenarnya menegaskan dirinya sangat mencintai segala sesuatu tentang Sumatera Barat.Pun, sama halnya dengan situasi pasca hasil hitung cepat diumumkan.
Tepatnya, pada akhir pekan lalu, sabtu tanggal 24 April 2019, Jokowi ditemani ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Erick Thorir berunjung ke mal Grand Indonesia. Di sana ia dan rombongan disambut sangat meriah oleh pengunjung mal. Jokowi memesan masakan padang, seperti: rendang, semur ayam, tunjang dan rebusan daun singkong.
Masakan Padang, tentu saja memiliki filosofi yang mendalam, disamping memang makanan tersebut menjadi salah satu kuliner andalan nusantara. Ada tanggung jawab dalam setiap unsur dalam Nasi Padang, utamanya soal penyajian yang jamak kita lihat dengan bermacam lauk mulai dari yang berlemak tinggi hingga berkalori rendah.
Ini tentu soal pilihan, kita bebas mengambil jalan apapun yang kita inginkan. Asal kita memahami dampaknya untuk kita, baik itu ketika kita memilih gulai kambing padahal kolestrol ditubuh kita sangat tinggi.
Sebaliknya, kitapun bisa menghindarinya dengan hanya memakan ikan teri sambel demi kesehatan dan kebugaran tubuh kita. Ini soal tanggung jawab.Jauh daripada itu, sebagaimana Jokowi yang akrab dengan meja makan ketika sedang berdiplomasi terkait politik. Jokowi seakan menegaskan, seperti halnya politik, kita bebas memilih makanan yang sesuai dengan lidah dan selera kita tanpa intervensi siapapun.
Artinya, secara semiotik, malam itu Jokowi seakan ingin menegaskan bahwa dirinya sangat demokratis. Pun rasa demokratis itu, dimulainya dari lidah untuk apa yang akan disantapnya.
Lebih lagi, Kedepannya harapan kita bersama, soal pembangunan, baik terkait infrastruktur dan Sumber Daya Manusia (SDM) akan semakin ditingkatkan di Sumatera Barat.Karena, disanalah para-para founding father (pendiri bangsa) kita berasal. Sebut saja: Tan Malaka, Sjahrir, Mohammad Hatta, Natsir hingga Haji Agus Salim dilahirkan. Artinya dalam setiap perjuangan bangsa ini, ada kontribusi Nasi Padang yang tidak ternilai harganya.