Indonesia menjadi negara dengan tingkat literasi terendah di dunia. Namun, bukan menjadi salah satu negara dengan tingkat kecerdasan bawah. Urgensi saat ini adalah perlu adanya dorongan kepada khalayak untuk meningkatkan tingkat literasi demi memutus generasi buta informasi. Mengapa hal ini menjadi polemik yang harus diatasi alih-alih meningkatkan kecerdasan bangsa saat ini?
Ini artinya, kita tidak kekurangan orang cerdas yang sekadar paham teknologi. Namun minim orang yang bisa mengolah informasi secara lugas, tegas, kritis serta bijak dan menjadi masyarakat merdeka berita bohong (hoax) yang mudah tersebar karena kencangnya arus internet dan globalisasi.
Uniknya, pandemi seolah menguak fakta baru rendahnya tingkat literasi meskipun sudah dibuktikan dengan skor PISA serta menjadi tolak ukur kemampuan mengolah berita di Indonesia. Namun, acuhnya sikap masyarakat akan hal ini , menjadi salah satu penyebab tidak bergeraknya peringkat skor literasi hingga kini.
Pandemi mendidik kita untuk mandiri dalam hal mengelola informasi, segala kegiatan yang dirumahkan menjadikan kita mau tidak mau teguh pendirian dalam hal mengambil keputusan karena cenderung tidak adanya campur tangan orang lain. Percaya atau tidaknya suatu berita yang beredar, merupakan keputusan diri sendiri.
Namun sayangnya, mengambil keputusan secara bijak, tepat , dan tegas masih belum bisa dilakukan untuk sebagian masyarakat dan generasi saat ini. Mengapa hal ini terjadi? Salah satunya adalah rendahnya minat literasi.
Literasi menjadi faktor terbesar pembangunan negeri. Dengan literasi yang baik, masyarakat diharapkan dapat memiliki pendirian berpikir untuk mengolah informasi, karena nyatanya hingga saat ini, sifat saling mengandalkan sudah melekat hampir di setiap insan.
Kepercayaan dalam menerima informasi dari mulut ke mulut lebih lumrah untuk dilakukan dan diterima. Keengganan mengolah informasi secara mandiri sudah ada sejak generasi lalu hingga kini. Menelan informasi bulat-bulat dan seolah bertindak sesuai dengan informasi yang beredar. Dari perilakunya kita paham bahwasanya masyarakat mudah sekali untuk digiring opini terhadap suatu berita yang beredar.
Misalnya saja ketidakpatuhan masyarakat untuk menggunakan masker karena tidak paham seberapa bahayanya covid itu sendiri atau bahkan termakan berita bohong (hoax) , misalnya konspirasi. Dampak yang terjadi adalah masyarakat menilai bahwa kebijakan menggunakan masker hanya tindakan bodoh yang digencarkan pemerintah.
Alhasil, peningkatan orang yang terjangkit covid terus meningkat. Kemampuan mengolah berita dari media internet menjadi tantangan yang harus ditangani selain covid itu sendiri.
Ternyata tak hanya permasalah covid saat ini, gujarat kebencian, diskriminasi sosial, serta pelecehan budaya,adat atau etnik tertentu menjadi permasalahan baru di dunia media internet saat ini. Seolah media internet menjadi wadah yang bisa menampung berbagai opini tanpa penyaringan terlebih dahulu. Indonesia memang negara demokrasi, dimana aspirasi dan opini dapat diterima.
Namun sebagai masyarakat berbudi pekerti sudah seharusnya saling menghargai dan toleransi antar sesama. Tidak semena-mena terhadap budaya tertentu. Sikap saling menghargai dapat kita tanamkan apabila kita sama-sama saling belajar, belajar akan keunikan dan perbedaan budaya maupun perorangan. Dengan ini toleransi akan tumbuh seiring berjalannya waktu.
Begitu pentingnya literasi baik saat ini maupun waktu yang akan datang. Untuk melahirkan generasi baru dengan wawasan luas, pendirian berpikir dan pengolahan berita yang baik. Sebab itu pemerintah menggencarkan literasi digital, mengingat perkembangan teknologi yang luar biasa cepat.
Kita tidak bisa duduk diam melihat perkembangan teknologi tanpa menikmati, namun kita juga tidak bisa diperalat teknologi karena kebodohan memilah itu sendiri. Oleh karena itu, mulai lah diri dengan membiasakan literasi, bukan untuk orang lain tetapi kecerdasan diri sendiri. Mulai dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat sehingga nantinya kita dapat menjadi negara dengan kualitas sumber daya manusia yang baik.
Cita-cita bangsa untuk melahirkan generasi emas pada tahun 2024 dapat kita realisasikan apabila kegiatan literasi digital ini sukses berjalan. Menekan angka masyarakat yang termakan berita hoax dan melahirkan generasi baru cerdas informasi. Dan juga menekan angka media yang melahirkan berita hoax serta melahirkan media dengan berita informatif.
Cita-cita bangsa dapat terwujud, dengan kita bahu-membahu untuk mewujudkannya. Bukan karena kemampuan satu orang, tetapi semua orang Indonesia. Marilah kita sebagai generasi saat ini mewujudkannya.