Sabtu, Oktober 5, 2024

Refleksi Sumpah Pemuda untuk Bung dan Jeng Sekalian

Wahyu Eka Setyawan
Wahyu Eka Setyawan
Alumni Psikologi Universitas Airlangga. Bekerja di Walhi Jawa Timur dan sebagai asisten pengajar. Nahdliyin kultural.

 

Bung dan Jeng sekalian, kita akan memperingati sumpah pemuda bukan ?. Mari sejenak kita flashback ke masa lalu, agar lebih enak mbahas soal sumpah pemuda ini. 

Pada bulan Oktober 1928 tepatnya pada tanggal 27-28 berlangsunglah kongres ke II pemuda Indonesia, kelak dalam kegiatan progresif ini melahirkan sebuah resolusi juang, yang kini terkenal dengan nama sumpah pemuda. Kongres yang diadakan di Batavia tersebut diikuti oleh banyak perkumpulan pemuda (jong) yang berasal dari hampir seluruh wilayah nusantara.

Selama berlangsungnya kongres dalam rentan 27 sampai 28 Oktober, rapat dilakukan sebanyak tiga tahapan, dengan tiga tempat berbeda. Rapat pertama berlangsung di gedung Katholieke Jongelingen Bond di Waterlooplein (kini Lapangan Banteng), lalu pada hari kedua dipindahkan ke Oost Java Bioscoop di Konigsplein Noord (sekarang bernama Jalan Medan Merdeka Utara), dan yang terakhir rapat diselenggarakan di Gedung Kramat 106.

Oke Bung dan Jeng sekalian, bayangken betapa rekosonya upaya para pemuda kala itu untuk sebuah “perjuangan” merebut kemerdekaan. Mereka itu orang-orang terpelajar, intelektual di zamannya. Kok mau meninggalkan kemewahan, malah mengadakan acara yang tergolong radikal semacam itu. Apa ya mereka itu masih waras ?, sebagai calon ambtenaar tak seharusnya mereka mengadakan kegiatan subversif semacam itu.

Coba lah kini Bung dan Jeng kekinian meresapi lebih dalam, apa sebenarnya makna resolusi juang yang termaktub dalam sumpah tersebut?. Lalu beranjak ke bagian, bagaimana relevansi dengan perjuangan pemuda era sekarang ini ?. Tentunya kita akan menangis haru, jiwa-jiwa patriotik tiba-tiba muncul hebat.

Semua itu akan terjawab jika Bung dan Jeng sekalian melihat kondisi yang faktual. Bung dan Jeng yang hits dumay, pemuda pada sekarang ini berbeda dengan zaman kuno. Jika pada masa lalu mereka melawan imperialisme dan kolonialisme kumpeni Belanda, sekarang tantangan Bung dan Jeng sekalian ialah menghadapi neo-imperlialisme dan upaya reduksi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Justru itu lebih berbahaya daripada hantu-hantu kuminis, atau ancaman makar kelompok khilapah. La mau gimana lagi, gegara keadilan yang endak rata, banyak yang akhirnya terkena skema MLM khilapah. Logis endak ?, kalau endak logis ya mari berdiskusi lagi.

Gini ya Bung dan Jeng sekalian, dalam konteks sekarang mengenai bagaimana peran pemuda sebagai poros perubahan, telah bergeser fungsinya. banyak organisasi bernama pemuda tapi malah isinya tua-tua, mungkin jiwanya muda kali ya, buktinya tak sepaham langsung gebuk. Lalu, yang menjadi presentasi gerakan orang muda ya organisasi mahasiswa, entah kini sedang lesu dan tak punya arah yang jelas, mungkin hanya dugaanku. Setahuku kebanyakan dari mereka hanya mengejar eksistensi disamping berjuang bersama rakyat, saling tengkar satu sama lain tanpa bisa akur. Akulah yang paling benar!! Kamu yang salah!!!. Oke Fine.

Ingat-ingat itu Amir Sjariffudin, Soegondo Djojopoespito, Moehammad Jamin, R.M Djoko Massaid yang secara garis ideologi hingga daerah pun berbeda, tapi mereka solid bergerak dan berjuang untuk kemerdekaan. Kalau saja mereka mau berkuasa itu mudah, mereka tinggal kompromi dengan penguasa kala itu dan hidup mereka akan lebih enak. Sayangnya mereka punya itu yang namanya kesadaran berbangsa dan merasakan penindasan langsung. Efeknya ya membuat mereka konsisten dalam perjuangan.

Walaupun terkesan merekalah pelopornya, padahal sebelum-sebelumnya sudah ada. Ya ada Sarekat Islam, ada ISDV lalu menjadi PKI, lalu Muhammadiyah dan Nahdlatul Wathan lalu berubah jadi Nahdlatul Ulama. Tentunya rakyat garis bawah juga ikut berjuang dan juga tak kalah progresif. Dahulu ya dahulu sekarang ya sekarang. Oke stop, saya ingat sebuah cuplikan kata sakti dari buku Marx berjudul Brumaire XVIII Louis Bonaparte halaman pertama. Begini kira-kira:

“Manusia membuat sejarahnya sendiri, tetapi mereka tidak membuatnya tepat seperti yang mereka sukai. Mereka tidak membuatnya dalam situasi-situasi yang dipilih oleh mereka sendiri, melainkan dalam situasi-situasi yang langsung dihadapi, ditentukan dan ditransmisikan dari masa-lalu.”

Masa lalu mempunyai andil dalam menentukan masa sekarang. Namun ada sedikit keterkaitan, bolehlah pergerakan zaman bahula berbeda dengan pergerakan zaman now, dimana ada permasalahan yang tercipta sedemikian rupa. Semua berubah sesuai dengan kondisi, ya masak tipi hitam putih terus, la wong kini ada yang bisa dibuat internetan jeh.

Jika pemuda dulu walau berbeda pandangan, namun masih mesra untuk bersua. Contoh ya Aidit dan Natsir, pasca debat masih ngopi-ngopi dulu. Lah sekarang para pemudanya terutama mahasiswa hanya sibuk berdebat siapa yang paling benar, ideologi apa yang paling benar. Sukanya saling tubruk antar organisasi, apalagi kalau rebutan di kekuasaan di BEM. Soal saudaranya yang hampir kena DO karena tidak kuat bayar, hingga para pekerja Univ yang kadang gajinya diluar UMR, ah masa bodoh. Belum lagi yang mengatasnamakan pemuda, kadang lebih menggelikan. Seolah-olah kritis intelektuil, namun nyatanya kolot mainnya pakai otot. Pemuda atau preman kali yaaa!!!.

Saya tanya kembali Bung dan Jeng, lantas apakah hari ini gerakan pemuda itu bisa disamakan dengan kisah telenovela yang ruwet, atau mau lebih ruwet dan lebay layaknya sinetron. Bisa jadi iya, atau mungkin saya salah. Wallahu A’lam.

Bung dan Jeng sekalian mari kita renungi apakah sebagai pemuda, kita sudah menerapkan semangat resolusi sumpah pemuda. Tentang pentingnya peduli terhadap sesama, bahasa revolusionernya melawan penindasan untuk pembebasan. Boleh-lah kita berbeda-beda, tapi harusnya tetap satu jua. Bhineka tunggal ika toh, ya mari pekikan semangat juang untuk melawan. “Merdekaaa!!!!”

Wahyu Eka Setyawan
Wahyu Eka Setyawan
Alumni Psikologi Universitas Airlangga. Bekerja di Walhi Jawa Timur dan sebagai asisten pengajar. Nahdliyin kultural.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.