Berbicara soal tokoh perempuan, Indonesia tak ada habisnya menceritakan perempuan-perempuan hebat yang kontribusi kepada negara ini cukup banyak, salah satu Rahmah El-Yunusiah seorang wanita hebat berasal dari Padang, Sumatera Barat. Namanya masih asing telinga generasi muda saat ini dibandingkan dengan Cuk Nyak Dien, Dewi Sartika. Meskipun begitu, perjuangan dalam dunia pendidikan tak diragukan lagi.
Menurut catatan Aminudin Rasyad, dkk. Dalam buku Hj. Rahmah El Yunusiyah dan H. Zainudin Labay El Yunusy: Dua Bersaudara tokoh pembaruan dalam Islam. Rahmah El-Yunuisiah lahir pada tanggal 20 Desember 1900 di Padang Panjang tanah Minangkabau. Dia anak bungsu dari bersaudara.
Ayahnya bernama Syaikh Muhammad Yunus (1846-1906M) yang terkenal sebagai ulama besar dan seorang qadhi/hakim yang ahli falak dan hisab di Pandai Sikat. Riwayat pendidikan ayahnya pernah belajar selama 4 tahun di tanah suci Mekkah. Sedangkan ibunya bernama Rafi’ah dari keturunan suku Sikumbang yang berasal dari negeri Langkat, Bukit Tinggi. Ibunya Rafiah masih berdarah ulama, masih ada hubungan darah mamak Haji Miskin, sang pembaharu gerakan Paderi.
Kakeknya bernama Syeikh Imaduddin terkenal sebagai ulama ahli ilmu falak dan tokoh tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Tanah Minang, Beliau merupakan masih ada darah keturunan dengan pembaharu Islam juga tokoh Paderi, Tuanku Nan Pulang di Rao.
Latar belakang kental dari ulama, Rahmah menempuh pendidikan dari Ayahnya, namun masa belajar itu hanya berlangsung singkat karena ayahnya meninggal masih kanak-kanak. Peran Rahmah dibesarkan oleh Ibu dan Kedua Kakak yakni Zainuddin Labay EL Yunusiy dan M. Rasyad yang sudah bekeluarga.
Kakak Rahmah, Zainudin merupakan seorang tokoh pembaharu di Sumatera Barat. Zainuddin Labay sendiri pendiri dinniyah School di Sumatra. Kakaknya itu menguasai beberapa Inggris, Arab dan belanda sehingga banyak membantu Rahmah mengakses literatur asing. Baginya, kakaknya sumber motivasi karena membuka pengetahuan bagi Rahmah.
Dari keturunan yang terpandang dan berpendidikan yang kuat menjadikan Rahmah Kecil tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh pendidikan. Rahmah pada masa-masa itu, dibilang berutung dengan keaadanya perempuan sebaya di sekitar. Tapi, perempuan sesabaya Rahmah memperoleh pendidikan dasar yang cukup dibekali keterampilan mempersiapkan diri menjadi isteri dan mengurusi rumah tangga.
Dalam tradisi minang membuat Rahmah mengikuti jejak ibunya. Ia menikah sangat belia yang berumur 16 tahun dengan seorang mubalig dan ulama muda berpikiran maju bernama H. Baharudin Latif dari Sumpur Pandang Panjang. Tapi perkawinan hanya berlangsung hanya enam tahun.
Pada tahun 1922 atas kehendak kedua belah pihak dan memutuskan untuk mengagap sebagai dua bersaudara. Dari pernikahan ini Rahmah tidak memperoleh keturuan. Sejak percarian tersebut Rahmah tidak menikah lagi, sehingga kiprah Rahmah difokuskan dalam mendidikasikan dalam madrasah yang dibangun.
Konsep Rahmah EL Yunusiah dalam pendidikan ditulis Rohmatun Lukluk Isnaini yang berjudul Ulama Perempuan dan Dedikasi dalam Pendidikan Islam mengatakan, semangat mengangkat harkat kaum muslimah ini rupanya terpatri dengan mendapat landasan yang kokoh dalam ajaran Islam yang secara tegas menyebutkan : “Menuntut Ilmu itu Wajib Bagi Tiap-Tiap Orang Islam Laki-Laki dan Perempuan”.
Jika kaum perempuan tidak mendapatkan ilmu yang memadai, maka bahaya akan datang dalam lingkungan masyarakat. Namun jika pendidikan yang diberikan kepada mereka itu keliru, maka tidak sedikit pula malapetaka yang akan menimpa bagi segenap masyarakat manusia. Berhubung dengan itu Pendidikan terhadap kaum wanita hendaknya disertai dengan berbagai macam kebijaksanan, tidak boleh dilakukan serampangan.
Dimulai berumur 23 tahun, Rahmah mempunyai semangat dan keinginan yang besar untuk memajukan kaumnya dan mengeluarkan kaum dari kebodohan kehidupannya, utamanya dalam rumah tangga. Akhirnya pada tanggal 1 November 1923 Rahmah dan temen-temen perempuan mendiriikan PMDS (Persatuan murid-murid Diniyah School) sekolah khusus perempuan Diniyah School Putri atau Madrasah Diniyah Li al Banat yang bertempat di Masjid Pasang Ulang.
Setelah tujuh tahun mendirikan sekolah Diniyah School Putri, sekitar tahun 1931-1935. Rahmah memperdalam menuntut ilmu kesehata dengan mengikuti kursus ilmu kebidanan di RSU Kayu Tanam dan mendapat izin praktek. Disamping itu masih dalam bidang kesehatan Rahmah belajar kesehatan dan pertolangan pertama pada kecelakaan (P3K) dan terakhir demi mengembangkan sekolah Rahmah mempelajari olahraga dan senam dari seorang guru di Normal School di Guguk Malintang.
Dedikasi Rahmah El-Yunusiah dalam dunia pendidikan di tanah minang mendorong arus pembaruhan bagi kaum perempuan. Meskipun demikian Rahmah tidak memiliki gagasan bahwa kondisi keterbelakangan kaumnya akibat kondisi sosial yang cenderung patriakhis sebagai penindasan karena kaum laki-laki.
Pijakan awal Rahmah El-Yunusiah yang dibawa oleh Rahmdah konsep tentang pendidikan kaum perempuan jelas berbeda dengan asumsi dasar kaum femenis yang menggangap bahwa kaum perempuan mengalami diskriminasi.
Secara kultural kembali budaya alam Minangkabau yang dari beberapa sisi cenderung memuliakan kaum perempuan, maka pemberdaan antar kesadaran awal Rahmah EL-Yunusiah bukanlah upaya membebaskan atau memerdekakan sebagaimana konsep emasipasi barat. Sebab hakikakatnya wanita di ranah Minang memang tidak dalam diperbudak atau terjajah oleh pria. Ia hanya mengingankan agar wanita agar wanita mendapatkan posisinya ajaran Islam menempatkan kaum perempuan.
Pandangan Rahmah El-Yunusiah terletak jelas berpangkal dari ajaran Islam. Fakta sosial tentang adanya ketimpangan atau penindasan kadang terjadi di kalangan masyarakat Islam lebih banyak terjadi disebabkan oleh praktik dan tradisi masyarakat yang bersangkutan, ketimbang oleh ajaran Islam.
Rahmah menilai posisi kaum perempuan dalam Islam Cukup sentral, dalam hal ini tidak ada perbedaan kaum laki-laki. Perbedaan peran memang ada, namun ini bukan merupakan wilayah yang kemudian dijadikan oembenaran sebagai bukti suatu diskriminasi. Pandangan ini agar berupaya memperbaiki wanita melalui bidang pendidikan, sebab menurutnya wanita pada akhirnya akan berperan sebagai seorang ibu.
Ibu merupakan madrasah awal bagi anak-anaknya sebelum terhubung dengan alam pandang (worldview) yang lebih luas di lingkungan sekitarnya. Melalui ibu inilah menjadi penting bagi Rahmah memberikan bekal bagi kaum perempuan ilmu-ilmu agama dan ilmu terkait lainnya sehingga bisa memiliki pengetahuan yang sama dengan laki-laki. Disni akan terbentuk pandangan bahwa wanita merupakan tiang negara dan penentu masa depan bangsa.
Waba’du, akhir masa hidupnya Rahmah El-Yunusiyah wafat pada usia 68 tahun pada tahun 26 Februari 1969. Seorang pejuang pendidikan dari tanah minang, walaupun sudah tak ada tapi dedikasi terhadap pembaruan pendidikan tak pudar. Perngorbanan dalam hidupnya banyak memberikan manfaat besar bagi agama, kehidupan masyarakat dan negara. Inilah seorang nama besar Rahmah El-Yunusiah sebagai ulama perempuan yang dimiliki Indonesia. Tabik.