Selasa, April 23, 2024

Rahim Puan dan Patriarki Kelas Pekerja

Aklis Ali Rohman
Aklis Ali Rohman
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan

Gender masih menjadi isu yang sangat menarik untuk dijadikan subjek sebuah film. Malalui Film gambaran mengenai ketimpangan gender dapat diwujudkan melalui sinematografi maupun penokohan yang melibatkan aspek kehidupan sebenarnya untuk menyampaikan isi pesan dan kandungan dari film tersebut. Film Rahim Puan adalah satu dari banyak film yang mengangkat isu gender ini disutradarai oleh Bayu S. Yusi dan Muhammad Syahidhan Abdillah.

Film ini berhasil mendapatkan beberapa penghargaan dalam berbagai festival film dan masuk dalam nominasi Piala Maya untuk “Film dengan Cerita Terbaik”. Film yang diperankan oleh Eka Nusa Pratiwi, Rukman Rosadi, Tri Wahyu Widowati, Freddy Rotterdam, dan Kedung Darma Romansha ini mengisahkan seorang buruh jahit perempuan bernama Ningrum yang terpaksa menikah dan meminjamkan rahimnya kepada keluarga Agus untuk melunasi hutang Mujiono ayah Ningrum, lantaran sang pemilik pabring Agus tidak dapat memiliki keturunan dari istri sah-nya, Ajeng. Perjanjian yang tertulis dalam surat tersebut sebulumnya tidak diketahui oleh Ningrum yang membuatnya merasa sedih, kecewa, dan terluka atas apa yang telah terjadi.

Setelah peristiwa itu Ningrum menemui kekasihnya Lisus di gudang pabrik tempat mereka bekerja untuk menceritakan apa yang telah terjadi padanya, namun Lisus juga tidak dapat berbuat banyak dan menyuruh agar Ningrum menerima apa yang telah terjadi padanya. Setelah menikah Ningrum tinggal bersama dengan Agus dan Ajeng, tetapi rasa kecewanya tak kunjung berakhir selama masa kehamilannya.

Kekecewaan terhadap apa yang dia alami membuatnya beberapa kali mencoba untuk mengugurkan kandungannya. Setelah beberapa kali mencoba untuk menggugurkan kandungannya, Ningrum melakukan percobaannya kembali dan diketahui oleh Ajeng lantaran Ningrum tidak kunjung kembali setelah cukup lama berada di dalam kamar mandi. Percobaan terakhir tersebut membuatnya mendapatkan teguran keras dari Agus dan Ajeng yang membuat Ningrum semakin bimbang dengan apa yang tengah dihadapinya. Namun, kebimbangan lain muncul karena jika kandungannya digugurkan, maka kesempatan pelunasan hutang keluarga Ningrum terhadap keluarga Agus dinyatakan gagal.

Cerita dalam film tersebut mengkontruksi budaya patriarki yang terjadi pada kelas pekerja, dimana Ningrum seorang beruh jahit di pabrik harus tunduk oleh Agus seorang pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Irwanto mengatakan dalam artikerlnya berjudul Film Wonder Woman : Dominasi Wanita Dalam Dunia Patriarki yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Komunikasi (J-IKA) Vol. V No.1 April 2018 bahwa sistem budaya patriarki yang beredar di masyarakat melandasi aspek identitas, subjektivitas, dan seksualitas mengalami reduktivitas yang menghasilkan stereotip bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, pasif, dan keibuan, sedangkan laki-laki adalah makhluk yang kuat, agresif dan perkasa.

Patriarki menurut Muti (2005) dalam Bukunya berjudul Demokrasi Keintiman : Seksualitas di Era Global adalah sebuah sistem otoritas laki-laki yang menindas perempuan melalui institusi sosial, politik, dan ekonomi. Dalam film Rahim Puan Agus menggunakan otoritas yang dimilikinya sebagai pemilik perusahaan untuk merenggut hak atas kebebasan Ningrum melalui daya institusi, politik dan ekonomi. Gambaran tersebut menunjukkan adanya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai bawahan dan memposisikan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan dan kendali penuh terhadap permepuan sebagai pekerjanya.

Perempuan kemudian digambarkan sebagai makhluk yang tidak berdaya dibandingkan laki-laki untuk melawan segala hal yang telah merenggut dan membatasi kebebasan dirinya, sehingga perempuan sering kali dianggap hanya dapat memendam permasalahan yang tengah dihadapinya. Padahal perempuan juga dapat melawan penindasan atas kebebasannya yang telah direnggut dengan begitu saja. Akan tetapi sering kita jumpai bahwa laki-laki akan tetap memegang kendali penuh atas perempuan sebagai sistem budaya patriarki.

Menurut Bhasin (1996) dalam bukunya yang berjudul Menggugat Patriarki : Pengantar tentang persoalan dominasi terhadap kaum perempuan, ada bidang-bidang kehidupan perempuan yang dikontol laki-laki dalam sistem patriarki diantaranya, daya produktif dan tenaga kerja perempuan, reproduksi perempuan, kontrol atas seksualitas perempuan, gerak perempuan, dan harta milik dan sumber daya ekonomi. Berdasarkan pernyataan tersebut dalam film Rahim Puan bidang-bidang kehidupan Ningrum sebagai perempuan dikontrol penuh oleh tookoh laki-laki yang ada dalam film tersebut, antara lain:

1. Daya produktif dan tenaga kerja perempuan

Dimulai dari Ningrum harus tunduk dengan kesepakatan yang dibuat oleh ayahnya dengan pemilik perusahaan tanpa melibatkan persetujuan dari Ningrum dalam kesepakatan tersebut. Hal tersebut mengekang daya produktif Ningru, sebagai seorang perempuan yang seharusnya dapat menikmati kebebasan menjalankan aktivitas produktifnya.

2. Reproduksi perempuan

Kontrol sistem patriarki pada ranah reproduksi perempuan dalam film ini dimunculkan melalui Ningrum yang secara terpaksa harus mau menukarkan rahimnya degan guntang yang telah menjerat keluarganya. Padahal secara hakikatnya rahim bagi perempuan menjadi kontrol penuh perempuan sebagai pemiliknya tanpa adanya pemaksaan dari pihak manapun atas apa yang akan terjadi dengan rahimnya sendiri.

3. Kontrol atas seksualitas perempuan

Ningrum dalam film tersebut harus memberika pelayanan seksual kepada Agus dengan keinginan dan kebutuhan Agus untuk memiliki seorang anak yang tidak didapatkannya dari istri sah-nya Ajeng. Kontrol yang dilakukan oleh Agus dan Mujiono melalui perjanjian yang telah dibuatnya itu pada akhirnya menindas keseksualitasan perempuan yang dimiliki Ningrum. Peristiwa ini juga dapat dikatakan sebagai kekerasan seksual secara tidak langsung, karena dalam perjanjian tersebut memaksa Ningrum untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan Agus sebagai pemegang kontril utama dan pemilik perusahaan dari tempat bekerja Mujiono dan Ningrum itu.

4. Gerak perempuan

Pembatasan gerak perempuan ini dilakukan kaum lekaki untuk mengendalika seksualitas, produksi dan reproduksi perempuan. Kontrol gerak perempuan dalam film digambarkan melalui perjanjian tertulis antara Agus dan Mujiono dan keputusan Lisus yang membuat Nigrum tidak memiliki pilihan lain untuk menjalani penindasannya. Pembatasan gerak Ningrum sebagai perempuan terus didapatkannya agar tidak mengugurkan kandungannya dan selalu mendapatkan pengawasan oleh Ajeng dan Agus atas setipa gerak yang dilakaukannya.

5. Harta milik dan sumber daya ekonomi

Sebagai seorang pekerja di perusahaan milik Agus dan hutang cukup besar yang dimiliki keluargany, tentu saja Ningrum mendapatkan kontrol penuh dari Agus. Hal ini juga yang kemudian melatar belakangi penindasa secara patriarkis yang harus diterima oleh Ningrum.

Budaya patriarki yang terjadi pada kelas pekerja memiliki peluang yang lebih besar terjadi kepada pekerja perempuan. Dalam film Rahim Puan budaya patriarki terjadi pada kelas pekerja digamabrkan melalui Ningrum seorang buruh jahit yang harus mengikuti kesepakatan yang tidak pernah disetujuinya sehingga dirinya masuk ke dalam belenggu penindasan atas direggutnya hak mencintai dan memiliki tubuh.

Aklis Ali Rohman
Aklis Ali Rohman
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.