Sudah berbulan-bulan pesta demokrasi berlalu. Dari kampanye hingga pemungutan suara. Berbagai dinamika pun mewarnai jalannya pesta demokrasi pemilu dan pilpres. Dari label cebong vs kampret hingga misteri kematian ratusan petugas KPPS.
Jika diamati dari masa ke masa ada saja isu yang digodog sedemikian rupa. Layaknya sebuah film yang tak habis-habis atau ratusan episode.
Dari masa kampanye, contohnya tampang Boyolali, antek asing, anti Islam, keturunan PKI berhasil menggegerkan jagad maya dan nyata. Tujuannya yakni meraih simpatisan dan dukungan masyarakat dan menjatuhkan pesaingnya.
Tak bisa dihindari, aroma perpecahan pun terjadi. Disadari atau tidak pemilu ini menguras tenaga dan menawarkan nilai-nilai perpecahan. Kenapa tidak? Seolah-olah berbeda pilihan dianggap sebagai musuh. Lupa akan ke Indonesiaannya.
Kita tahu tujuan adanya pemilu ini untuk siapa? Ya, Indonesia. Untuk kebaikan bukan? Pastinya.
Jika sudah sadar untuk kebaikan Indonesia. Kenapa kita berjuang dengan tidak baik? Alih-alih sampai bermusuhan dengan kawan, saudara, keluarga. Ironis.
22 Mei Pemilu Selesai?
Jagad dunia maya, isu yang paling seksi dan selalu digodog yakni isu sosial politik. Sehingga ada anggapan seperti ini “pemilu cepat selesai biar negara cepat aman, “Setiap buka berita kok isinya politik terus”.
Nah, apakah setelah adanya pengumuman hasil pemilu nanti, Suasana panas pasta demokrasi akan selesai? Atau kah ada episode selanjutnya?
Mari kita tunggu saja. Yang penting tetap jaga persatuan dan kesatuan, kenyamanan, keamanan negara ini bersama.
Kedewasaan yang diuji
Tanggal 22 Mei, adalah tanggal yang ditunggu-tunggu. Puncak dari segala perjuangan dan nasib daripada para kontestan politik negeri ini.
Masih dalam bulan puasa, dimana kita harus bisa menahan dari makan, minum dan hawa nafsu. Memang menahan dari makan dan minum sudah cukup biasa. Namun puasa bukan hanya sekedar itu, dalam puasa harus bisa menahan hawa nafsu. Nanti kita akan mengetahui orang-orang yang belum bisa menahan nafsunya. Puasa bagi dirinya belum mampu untuk membuatnya menjadi dewasa.
Selain itu, baru-baru ini, sedang marak penangkapan sejumlah teroris, yang diduga akan meledakkan bom rakitannya pada tanggal 22 Mei 2019.
Hal itu menandakan adanya sebuah ancaman dan gambaran atas ketidaksiapan dari kubu yang nantinya dikabarkan kalah.
Nah, disini kedewasaan masyarakat Indonesia diuji. Apakah bisa menerima hasil yang di umumkan KPU nanti dengan lapang dada, atau dengan amarah.
Bukan hanya masyarakat, namun para kandidat yang ikut mencalonkan dirinya. Ini yang paling dikhawatirkan. Kenapa? Ya, modal yang dikeluarkan olehnya tidak sedikit, bahkan ada yang menjual tanah, mobil dan barang pribadinya untuk mencalonkan diri. Siapa yang nantinya berhasil menerima kekalahan dengan lapang itu lah yang berjiwa kesatria. Sulit, memang.
Namun jika mereka tidak mempunya sikap kesatria, alih-alih Rumah Sakit Jiwa (RSJ) yang akan menunggunya. Dan kabarnya sudah ada beberapa RSJ yang siap menampung para kandidat yang gagal.
Disini perlu adanya sikap empati, simpati kesatuan dan persatuan. Baik dari keluarga, teman dan kelompok partai seperjuangan. Supaya Indonesia aman dan nyaman pada tanggal 22 Mei 2019 nanti dn seterusnya.