Minggu, Oktober 13, 2024

Puasa dan Momentum Tazkiyatun Nafs

Alridho Putranto
Alridho Putranto
Mahasiswa S1 Psikologi, FKM-UNDANA

Bulan suci ramadhan adalah bulan ke sembilan dalam perhitungan kalender hijriyah dan merupakan bulan di mana semua umat muslim menjalankan satu ibadah wajib yang tertuang dalam rukun islam yakni ibadah puasa. Perintah ibadah puasa merupakan kewajiban bagi semua umat muslim di mana pun dia berada. Pengertian secara etimologi atau dari segi bahasa kata puasa diambil dari bahasa Arab yakni “Shaum” atau “Shiyam” yang sama artinya dengan kata imsak yang berarti menahan.

Syaikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitabnya, Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu mendefinisikan konsep puasa sebagai upaya menahan diri pada siang hari dari hal-hal yang membatalkannya disertai niat sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari dan yang membatalkan puasa adalah memenuhi syahwat perut dan kemaluan serta memasukkan benda nyata ke dalam rongga.

Selain merupakan ibadah wajib yang dilakukan umat muslim ketika memasuki bulan ramadhan, makna dari ibadah puasa sebagai proses penyucian jiwa atau tazkiyatun nafs dalam diri manusia. Tazkiyatun nafs berasal dari dua kata yakni at-tazkiyah yang berarti penyucian atau pembersihan dan kata an-nafs yang berasal dari kata nufus yang berarti jiwa sehingga secara sederhana, tazkiyatun nafs dapat diartikan sebagai penyucian jiwa.

Dalam diri manusia terdapat dua unsur yaitu unsur jasmani atau tubuh dan unsur ruhani atau jiwa dan kedua unsur ini saling berkaitan satu sama lain sehingga antara tubuh dan jiwa merupakan sisi yang tak terlepaskan dari diri manusia. Sehingga, ibadah puasa di bulan ramadhan sendiri tidak sekedar kita berpuasa secara jasmani seperti menahan nafsu syahwat seperti makan, minum dan lainnya tetapi kita juga harus berpuasa secara ruhani.

Makna dari berpuasa secara ruhani yakni mencari sisi spiritualitas secara mendalam sehingga arti berpuasa secara ruhani juga berarti menjaga pikiran dan perbuatan agar selalu positif dan terjaga dari hal-hal yang sekiranya dapat membatalkan ibadah puasa. Hal ini dapat dilakukan dengan melaksanakan shalat, mentadabburi Al-Quran, berdzikir, berdoa, dan melakukan amal ibadah lainnya yang bisa membantu menguatkan iman dan memperdalam makna puasa secara ruhani.

Maka dari itu, ibadah puasa tidak saja diartikan sebagai ritual belaka, melainkan juga terdapat nilai-nilai pokok yang dapat diamalkan dan menjadi sebuah proses tazkiyatun nafs dalam diri seorang manusia. Ikhtiar penyucian jiwa selama bulan suci ramadhan dilakukan agar senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya dan meningkatkan nilai-nilai iman dan ketakwaan baik itu secara pribadi maupun dalam kehidupan masyarakat.

Bulan ramadhan memiliki keistimewaan dari bulan-bulan lainnya. Salah satu keistimewaan bulan ramadhan yakni amalan dan pahala yang dilipat gandakan beberapa kali lipat. Bahkan ibadah sunnah sekalipun yang dikerjakan selama bulan ramadhan dapat bernilai ibadah wajib. Ini menunjukkan bahwa bulan ramadhan merupakan bulan yang “spesial” dibanding bulan-bulan yang lain.

Selain menjadi bulan yang “spesial”, bulan ramadhan di artikan sebagai ikhtiar dalam menyucikan jiwa karena ibadah puasa yang dilakukan adalah terciptanya kesadaran untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Inilah esensi dari berpuasa yakni bagaimana meningkatkan ketakwaan diri kepada Allah SWT sesuai fitrah penciptaan manusia sebagai seorang hamba Tuhan (‘Abdullah).

Ibadah puasa di bulan ramadhan juga diinsafi sebagai “madrasah” atau wahana pendidikan untuk meningkatkan kualitas keimanan kita. Maka dari itu, ibadah puasa diibaratkan sebagai pelatihan yang melatih fisik dan mental agar output atau hasil dari pembinaan selama bulan ramadhan tercermin dari akhlakul karimah (perilaku terpuji) dalam kehidupan sehari-hari.

Makna puasa sebagai momentum tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa harus diresapi sedalam-dalamnya supaya selepas bulan ramadhan berlalu, kita dapat kembali ke fitrah penciptaan, yang biasa sering diucapkan orang-orang saat idul fitri tiba “kembali ke fitri” atau sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “kullu mauludin yuladu ‘alal fithrati” (setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah).

Alridho Putranto
Alridho Putranto
Mahasiswa S1 Psikologi, FKM-UNDANA
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.