Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melaporkan Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni dan Wasekjen PSI Chandra Wiguna ke Bareskrim Polri, terkait dugaan pelanggaran iklan kampanye di sebuah media cetak nasional tanggal 23 April 2018 lalu. Antoni dan Chandra Wiguna diduga telah melakukan tindak pidana pemilu karena melanggar Pasal 492 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
“Kami melaporkan Sekjen dan Wasekjen PSI ke Bareskrim Polri karena diduga melakukan tindak pidana pemilu,” kata Ketua Bawaslu, Abhan di gedung KKP, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Kamis (17/5/2018) kemarin.
Adapun iklan PSI yang dilaporkan itu berisi hasil polling PSI tentang ‘Alternatif Cawapres dan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo’. Dalam iklan itu, terdapat foto Presiden Jokowi, lambang PSI, nomor urut peserta pemilu PSI, serta nama dan foto calon cawapres dan calon menteri periode 2019-2024.
Reaksi bergegas dan cepat Bawaslu melaporkan iklan PSI ke Polisi dinilai sejumlah pihak sebagai sikap gegabah dan tidak tepat. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menilai, apa yang dilakukan Bawaslu itu sangat terburu-buru. Menurutnya, Bawaslu tak memikirkan perbedaan antara kreativitas dengan kampanye.
Sedangkan menurut Direktur Institute For Transformation Studies (INTRANS), Andi Saiful Haq, laporan Bawaslu ke Bareskrim Polri tanggal 17 Mei 2018 lalu, telah melukai prinsip free dan fair penyelenggaraan pemilu dalam sebuah negara demokrasi. Bahkan, Saiful Haq menilai, sikap Bawaslu yang meminta pihak polisi untuk segera menetapkan status tersangka kepada Sekjen dan Wasekjen PSI dinilai sebagai tindakan tidak terpuji.
Apa yang dikemukakan Ray Rangkuti dan Andi Saiful Haq, secara transparan telah memperlihatkan kemungkinan adanya gerakan manuver politik yang dilakukan Bawaslu terhadap PSI yang notabene sebagai parpol pendatang baru.
Tampaknya, Bawaslu diduga kuat memiliki kepentingan politik tertentu dengan melakukan character assassination terhadap PSI. Selama ini, PSI memang dikenal sebagai parpol baru yang kritis dalam menyoroti banyaknya “tindakan kriminal” yang dilakukan parpol lama, sejumlah politisi di Senayan, maupun kinerja Bawaslu.
Terkait hasil Polling yang diiklankan di surat kabar, PSI jelas tidak melanggar hukum. Sama halnya dengan sejumlah lembaga survei independen yang secara periodik melaporkan hasil surveinya, terkait soal elektabilitas capres dan cawapres 2019 serta nama-nama yang layak menjadi menteri mendampingi presiden terpilih tahun 2019 mendatang.
Sikap dan tindakan Bawaslu ini cenderung telah melampaui batas kewenangannya, karena hasil Polling PSI yang diiklankan tidak memiliki tujuan politik yang bersifat memobilisasi massa.
Dasar hukum yang dipakai Bawaslu untuk melaporkan PSI ke Bareskrim Polri jelas salah tafsir dan keliru, karena sedikitpun tidak ada tindak pidana pemilu yang dilakukan PSI terkait dengan iklan pollingnya di surat kabar. Nah, inikah manuver politik Bawaslu?