Beberapa hari lagi, pesta demokrasi akan berlangsung di Indonesia. Masyarakat berbondong-bondong menuju TPS untuk menitipkan harapannya kepada calon pemimpin pilihan mereka. Sudah hampir 74 tahun umur bangsa ini berjalan dan sudah memiliki tujuh nahkoda yang silih berganti namun nasib negara berkembang ini masih begitu-begitu saja. Mungkin dari kita sering bertanya-tanya, apakah yang dilakukan oleh para wakil rakyat di gedung parlemen sana?
Indonesia sendiri merupakan negara yang menggaungkan jargon “multiculturalism” dan sering menggembar-gemborkan persaudaraan. Hal ini merupakan hal yang sangat baik bagi negara kepulauan yang memiliki banyak suku dan bahasa ini, namun hal ini pun bisa menjadi paradoks di masa depan.
Jika dipandang dari luar, memang bangsa Indonesia terkesan bangsa yang ramah dan mengakomodir banyak kepentingan. Namun, ketika yang dilakukan elit politik adalah hanya memuaskan kepentingan dari golongan tertentu saja untuk melanggengkan kekuasaannya, maka tujuan awal dan dasar bangsa indonesia itu sendiri akan tergerus.
Sudah menjadi penyakit dari pemimpin bangsa ini yang hanya menjadi pemimpin yang baik hanya di periodenya saja, padahal banyak tujuan jangka panjang yang harus diwujudnya dengan lintas periode. Pemimpin bangsa ini lebih mengedepankan gengsi dibanding mengoptimalkan program-program yang baik dan bisa mencapai tjuan jangka panjang bangsa Indonesia.
Seharusnya, para elit bangsa ini kembali menetapkan tujuannya memimpin untuk tujuan luhur bangsa Indonesia, yaitu memajukan bangsanya sendiri dan menundukkan egonya agar bisa berkolaborasi antar periode sehingga bangsa ini bisa lebih sustain dan menjadi bangsa yang luhur.
