Senin, Oktober 7, 2024

Pramoedya dan Tantangan Novelis Hari Ini

Arsi Kurniawan
Arsi Kurniawan
Minat pada isu Agraria, Pembangunan, Gerakan Masyarakat Sipil, dan Politik Lokal

Jauh sebelum Indonesia memasuki masa reformasi, Pramoedya Ananta Toer telah menghadirkan suatu bacaan menarik lewat karya (novel) yang begitu bersemangat, antusias dan memberikan gagasan menarik kepada pembaca.

Sebagai novelis ulung yang punya gagasan kemanusiaan dan berorientasi pada kemajuan peradaban manusia, Pram telah menempatkan karyanya sebagai salah satu bacaan yang menggugah pembaca untuk berkelana dan menukik lebih dalam inti sari gagasan Pram.

Gagasan yang bertitik pangkal pada rasa kemanusiaan rasanya semakin mendapatkan tempat di hati pembaca untuk terus membaca. Hal ini dapat kita baca dari beberapa karya Pram yang secara tersirat mengandung pesan kemanusiaan, seperti karya Bumi Manusia, Arus Balik, Gadis Pantai, Rumah Kaca dan karya lainnya.

Dalam konteks kita hari ini, Pram telah mewariskan seluruh karyanya untuk dibaca dan dipahami serta dilakukan. Pram sadar bahwa karyanya ini akan memberikan kontribusi besar dalam kehidupan manusia dan generasi selanjutnya. Untuk itu, sumbangsih besar Pram bagi kita saat ini bukan hanya karyanya bisa kita baca ataupun kita dapat mengenal Pram sebagai sosok novelis.

Lebih dari itu, karya Pram dan sosoknya mewariskan sumbangsih yang jauh lebih penting dan memiliki makna yang sangat besar bagi kemajuan. Di masa kolonial, Orde Lama dan Orde Baru, Pram selalu menulis banyak hal seperti yang dapat kita baca saat ini lewat karya gemilangnya.

Bagi saya, ketika kita membaca Pram, kita dibawa pada sebuah cara berpikir tentang kemanusiaan. Dalam konteks yang lebih terbatas, Pram sebetulnya ingin memberikan suatu khzanah pengetahuan baru bahwa menegakan kemanusiaan berarti kita bisa memaknai keberadaan manusia.

Lantas pertanyaan penting kita hari ini setelah novelis ulung itu pergi dan meninggalkan jejak-jejak pemikiran yang sangat luar biasa hebatnya bagi kemajuan. Apakah novelis kita hari ini mampu bahkan melampaui gagasan berpikir Pram (dalam konteks kemanusiaan) lewat karya mereka? Apakah novelis kita hari ini berpihak pada kemanusiaan?

Pertanyaan tersebut tidak sekedar untuk menggugah naluri berpikir kita, namun lebih tepatnya memberikan suatu perspektif baru bagi khzanah pengetahuan kita terhadap aspek kemanusiaan ditengah menggempurnya kemanusiaan itu digerus. Hanya dengan menghadirkan karya yang bertitik pangkal pada rasa kemanusiaan, kita telah (setidaknya) memberikan sumbangsih besar bagi kemajuan eksistensi manusia. Pram telah menunjukan itu dan disinilah tantangan itu harus kita terima.

Novelis dan Kemanusiaan

Hari-hari ini, banyak novelis mulai menunjukan gagasan di ruang publik. Gagasan yang mereka tawarkan beragam, mulai dari persoalan ekologi, ekonomi, budaya, politik, sosial dan macam-macam lainnya. Namun dalam konteks kita hari ini ditengah semakin menguatnya kekerasan terhadap eksistensi manusia, sedikit sekali bahkan masih terbatas novelis yang melahirkan karyanya untuk menyuarakan penindasan kemanusiaan.

Sementara kehadiran mereka sangat dinilai penting bahkan memberikan gebrakan baru terhadap nilai-nilai kemanusiaan ditengah masyarakat modern dan beragam. Hingga hari ini, menurut pembacaan saya ketika berkelana membaca beberapa karya novelis kita hari ini, saya bahkan mengakui sedikit sekali novelis kita yang memuat karyanya untuk memperjuangkan sisi-sisi kemanusiaan.

Sementara aspek kemanusiaan kian penting dan menjadi sumber untuk menegakan eksistensi manusia. Di tengah praktik pelanggaran hukum serta payung hukum yang diterapkan tidak tepat sekaligus tebang pilih, suara perlawanan dari novelis sangat penting untuk mendorong terciptanya hukum yang adil (justice). Suara perlawanan melalui karya sangat bermanfaat untuk mendorong hukum lebih ditegakan bagi kemanusiaan.

Bagi saya, ruang kemanusiaan tidak hanya membutuhkan aspek perlindungan hukum yang jelas namun juga dibutuhkan suara perlawanan yang massif dari sekelompok orang bahwa kemanusiaan itu harus sejalan dengan misi besar eksistensi manusia. Saat ini kita sering mengamati bahwa persoalan keadilan seringkali mengalami tumpang-tindih (overleaping) dengan penerapan hukum (law).

Konsep keadilan serta kemanusiaan dibicarakan hanya ketika seseorang telah dilucuti kemanusiaannya, sementara aspek kemanusiaan itu harus terus digalakan dan berkelanjutan (sustainable) tanpa manusia merasa dirinya mengalami represif.

Logika semacam ini mengalir begitu saja bahkan semakin kental saat ini. Kita belum memberikan gagasan yang baik bagi tumbuh kembangnya aspek hukum dan kemanusiaan. Dalam hal ini kekerasan akan dengan mudah terjadi dan orang akan dengan mudah ditindas dibawah kendali sepihak orang-orang yang merasa dirinya berkuasa. Persoalan ini seringkali luput dari pembicaraan publik bahkan absen untuk didiskusikan sebagai mode yang dapat memberikan penegakan hukum yang transparan, akuntabel dengan bertitik pada rasa kemanusiaan.

Di sinilah maksud saya itu terjawab, bahwa tantangan novelis kita hari ini bukan terletak pada sedikit-banyak karya yang diciptakan. Tetapi jauh dari itu, bahwa tantangan yang paling harus disadari ialah sejauh mana suara perlawanan itu didengungkan ke ruang publik terhadap eksistensi kemanusiaan yang kian hari selalu ditindas.

Tantangan novelis kita bagi saya ialah berani mendengungkan aspek kemanusiaan ditengah proyeksi hukum yang semakin kabur. Novelis harus mampu mendaraskan gagasan dan karyanya kepada aspek kemanusiaan untuk memberikan sumbangsih nyata bagi kemanusiaan. Pramoedya telah menunjukan itu lewat karya yang kita baca hari ini. Bumi Manusia misalnya, dengan tegas memberikan suatu cara pandang baru bahkan menyadari kita untuk melihat bahwa ada aspek kemanusiaan yang tidak diakomodir secara pasti dalam lanskap hukum.

Di dalamnya kita bisa membaca dengan teliti bahwa Pram ingin menunjukan ada keadilan yang diterapkan dalam sebuah prosedur yang salah kaprah sehingga mengasingkan kemanusiaan orang lain dibawah kehendak diri seorang penguasa. Untuk itulah Pramoedya menulis dengan tegas bahwa aspek kemanusiaan harus mendapatkan tempat dalam masyarakat. Tanpa itu manusia dan eksistensi yang mendasarinya akan dengan mudah dilindas dibawah logika penguasa.

Pram telah menghadirkan dirinya lewat karyanya bahwa seorang novelis harus berpihak pada rasa kemanusiaan. Pada aras ini sebetulnya novelis kita hari ini harus mampu berkiblat dan berakar pada rasa kemanusiaan untuk menyuarakan bahwa eksistensi manusia harus dibentuk diatas kemanusiaan itu sendiri.

Dengan ini saya pikir, novelis kita akan lebih berupaya menemukan bahwa sumbangsih mereka terhadap kemanusiaan sangat penting nilainya bagi kemajuan manusia. Pram adalah contoh nyata dari manifestasi seorang novelis bahwa seorang novelis harus berani berpikir dan berimajinasi tidak saja pada aspek yang lebih terbatas, melainkan pada sisi kemanusiaan. Di situlah mengapa karya Pram tidak pernah lekang dibaca oleh setiap pembaca dalam periode waktu yang berbeda.

Arsi Kurniawan
Arsi Kurniawan
Minat pada isu Agraria, Pembangunan, Gerakan Masyarakat Sipil, dan Politik Lokal
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.