Jumat, April 26, 2024

Pornografi, Ancaman atau Ajaran?

Wawan Kuswandi
Wawan Kuswandi
Pemerhati Komunikasi Massa

Belum lama ini masyarakat Indonesia dikejutkan dengan peredaran video pornografi anak yang diperankan bocah laki-laki yang diduga berusia sekitar 12 tahun dengan seorang perempuan dewasa.

Jauh hari sebelumnya, seorang siswi SMK di kota Malang, Jawa Timur, diskors dari sekolah gara-gara foto bugilnya tersebar di media sosial. Bahkan, fenomena saat ini, saling tukar-menukar foto bugil bersama sang pacar melalui HP sedang menjamur di kalangan remaja. Fenomena perilaku porno yang kian memprihatinkan.

Momok pornografi bagi bangsa ini sungguh menakutkan. Saking takutnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) memblokir ratusan website porno. Para orang tua dan guru juga melakukan tindakan ekstra ketat terhadap anak dan siswanya dari serangan pornografi yang beredar via internet maupun pergaulan sosial. Namun, semua tindakan itu tidak mengurangi akselerasi pornografi di masyarakat, justru kasus pornografi remaja semakin tinggi.

Hasil penelitian Australian National University (ANU) dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI) tahun 2010/2011 yang dilakukan di Jakarta, Tangerang dan Bekasi (Jatabek) dengan sampel 3006 responden (usia 17-24 tahun) menunjukkan bahwa sebanyak 20.9 persen remaja mengalami kehamilan sebelum menikah dan  650 ribu Anak Baru Gede (ABG) tidak perawan.

Di Tangerang dan Bekasi, ada 20,9 persen remaja hamil sebelum menikah.  Data yang tercatat pada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2015 menunjukkan, dari 1.726 kasus pelecehan seksual yang terjadi, sekitar 58 persennya dialami anak-anak. Artinya, ada sekitar 1.000 kasus pelecehan seksual seperti sodomi, pemerkosaan dan incest terjadi pada anak-anak.

Pertanyaannya ialah apa yang harus kita lakukan untuk meredam pornografi? Apa sih sebenarnya pornografi itu? Wikipedia mendefinisikan pornografi sebagai penggambaran tubuh atau perilaku seksualitas manusia secara terbuka dengan tujuan membangkitkan gariah seks.

Pornografi dapat berwujud teks, ucapan, foto, ukiran, gambar bergerak (termasuk animasi) dan suara.  Film porno merupakan penggabungan gambar bergerak dan teks erotis. Sedangkan majalah, buku novel atau cerpen menggabungkan antara foto dan teks tertulis.

Setelah kita mengetahui batasan pornografi, maka kita mempunyai dua pilihan untuk bersikap dan bertindak yaitu apakah pornografi itu kita nilai sebagai sebuah ancaman atau ajaran bagi anak-anak? Silahkan Anda pilih.

Kalau ada memilih pornografi sebagai ancaman, maka sikap dan tindakan Anda sama dengan Menkominfo, para orang tua dan guru seperti pada awal tulisan ini yaitu memblokir website porno dan melakukan tindakan ekstra ketat terhadap anak-anak dari serangan pornografi yang merebak via internet atau pergaulan sosialnya. Namun, sayangnya cara ini tidak efektif. Buktinya, kasus pornografi anak masih terus berlangsung.

Tapi kalau Anda memilih pornografi sebagai sebuah ajaran, maka sejak dini Anda harus mengajarkan secara jelas, jujur dan terbuka tentang pornografi kepada anak. Dalam menjelaskan pornografi kepada anak, Anda harus to the point (jangan menggunakan bahasa/kalimat simbol).

Anda harus secara terbuka mendefiniskan berbagai elemen yang ada dalam pornografi, diantaranya seperti bersenggama, berciuman, masturbasi, berpelukan, sisi-sisi sensitif dari bagian tubuh pria dan wanita dan kalimat-kalimat erotis. Ketika Anda menjelaskannya, Anda harus mengingatkan (warning) secara tegas adanya efek negatif dan dampak positif tentang pornografi.

Misalnya soal  penyimpangan aktivitas seks, baik secara  hukum agama, sanksi sosial  dan perundangan-undangan yang berlalu. Salah satu contohnya ialah berhubungan seks (bersenggama) hukumnya wajib bila seseorang telah menikah berdasarkan hukum agama dan perundangan-undangan. Bila belum menikah, maka hukumnya haram (hukum agama). Cara ini mungkin efektif dan bisa menurunkan aktivitas seks bebas sang anak.

Aktivitas seks  di kalangan remaja adalah realitas yang tidak bisa dipungkiri. Remaja paling banyak melakukan hubungan seks di rumah. Ini terjadi karena orang tua merasa anaknya aman berada di rumah sehingga tidak perlu diawasi.

Remaja banyak melakukan hubungan seks pranikah karena mereka kurang banyak memiliki pengetahuan seks secara benar. Di sinilah perang orang tua dan guru wajib memberikan pengetahuan seks dengan baik dan benar.

Wawan Kuswandi
Wawan Kuswandi
Pemerhati Komunikasi Massa
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.