Kita seringkali terperangkap dalam ilusi bahwa inovasi medis mutakhir hanya bisa lahir dari rumah sakit besar atau laboratorium mahal. Padahal, dalam keseharian kampus—di ruang kelas, lab simulasi, dan di layar komputer—justru benih inovasi bisa tumbuh jika kita punya visi. Riset kami, meskipun masih sebatas simulasi di Multiphysic Software dan MATLAB, adalah contoh kecil bahwa gagasan besarnya bisa bermula dari hal yang tampak sederhana.
Tekanan Nasional terhadap Alat Kesehatan
Indonesia selama ini sangat tergantung pada impor alat medis. Banyak pemeriksaan canggih seperti mamografi, CT scan, MRI, hingga alat pencitraan lain masih diimpor dan mahal. Akibatnya, akses kualitas diagnosis di daerah terpencil masih rendah. Inilah salah satu persoalan besar dalam ekosistem kesehatan nasional: teknologi tinggi sering tak menjangkau akar masyarakat.
Melihat kondisi ini, sebagai mahasiswa, kami merasa bertanggung jawab menyumbang gagasan. Tapi karena keterbatasan dana dan fasilitas, kami mengambil jalur simulasi: menggunakan Electrical Tomography (ET) dalam domain digital dan menerapkan metode Bayesian Inversion untuk merekonstruksi citra konduktivitas jaringan.
Mengapa Simulasi? Kenapa Bayesian?
Simulasi memberi kita keuntungan: kita bisa bereksperimen tanpa harus membuat perangkat fisik terlebih dahulu, menekan biaya, dan menguji berbagai kondisi ekstrim. Kami membangun model dengan beberapa variasi jumlah elektroda di sekeliling objek representatif payudara digital. Kemudian, kami memproses data simulasi untuk mengekstrak sinyal yang dipengaruhi oleh anomali konduktivitas (misalnya tumor).
Namun tantangan utama bukan sekadar mendapatkan data listrik, melainkan mengolahnya agar citra yang dihasilkan benar-benar menggambarkan kondisi internal dengan sensitif dan stabil. Di sinilah pendekatan Bayesian menjadi menarik: ia memungkinkan kita memasukkan informasi prior (pengetahuan awal) dan memperhitungkan ketidakpastian data—sehingga hasil rekonstruksi tidak mudah “goyah” oleh noise atau gangguan.
Banyak yang meragukan: “Apa gunanya simulasi kalau belum ada alat nyata?” Menurut kami, simulasi bukan sekadar tahap sementara — ia adalah pondasi ilmiah. Tanpa simulasi valid, pengembangan prototipe fisik bisa gagap, boros sumber daya, dan rawan kegagalan.
Jika simulasi ini sukses, langkah berikutnya bisa melibatkan prototipe sederhana, kerjasama dengan insinyur elektronik dan medis, atau pengajuan riset lanjutan. Maka ide-ide ini punya peluang untuk menjadi teknologi lokal yang dapat dimodifikasi sesuai kondisi Indonesia — dari sisi biaya, pemeliharaan, dan adaptasi lingkungan setempat.