Sebenarnya, apa yang diharapkan oleh orang-orang yang terlalu fanatik terhadap tokoh-tokoh politik zaman sekarang ini. Terlebih lagi fanatik terhadap elitnya. Terlebih lagi, mereka baru-baru saja saling sikut, saling sandra, saling merasa bahwa dirinya yang terbaik dan merasa didukung kelompok tertentu.
Yang satu mengklaim bahwa dirinya orang yang paling pancasilais, pluralis, nasionalis, tapi di sisi lain memilih seorang yang sebenarnya membuat klaim itu sendiri runtuh seruntuh-runtuhnya.
Yang satu lagi mengklaim bahwa mereka yang paling pas dan cocok untuk ke depan, tapi di sisi lain bukan memilih tokoh siapa yang memiliki gagasan terbaik, tapi memilih siapa yang memiliki modal paling banyak.
Di level politik paling bawah—grassroots dan sebagainya—mereka sudah membawa klaim kebenaran, mereka sudah terlanjur saling baku hantam dengan saudaranya sendiri membabi-buta. Syukur-syukur itu adalah adu program dan gagasan, tapi yang lebih menjijikkan mereka saling serang agama, keluarga, status hubungan, kadar keimanan ibadah seseorang, dan hal-hal konyol yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan.
Sebuah kalimat yang sering kita dengar, dan kita patut menyetujuinya: bahwa semua yang berlebihan itu memang tidak baik.
Mau benci terhadap politik karena kotor, sangat boleh-boleh saja dan tanpa harus saling menghina juga. Mau suka terhadap politik, boleh juga, meski kita tahu bagaimana nantinya kehidupan di sana dan tidak perlu juga berkelahi dengan mereka yang berbeda pendapat.
Mau dipimpin siapapun yang akan mengemudikan kapal yang besar ini, saya pikir, beberapa hal tetap akan berjalan seperti biasanya.
Tetap ada orang-orang harus bekerja seperti biasa untuk mengisi makan sehari-hari. Ada pemodal yang semakin kaya, ada buruh yang tenaganya dihisap seperti biasanya dan mereka masih sulit menjangkau hidup yang layak.
Ada petani dengan konflik agrarianya dan tuan tanah. Ada pelanggaran HAM yang tidak akan kunjung terselesaikan, malah muncul lagi pelanggaran HAM baru dan tetap saja tidak terselesaikan.
Ada minoritas yang hak-haknya terabaikan. Ada polisi, penegak hukum, undang-undang, tapi keadilan justru tidak ada. Semua, iya semua—akan tetap berjalan seperti biasanya.
Di zaman sekarang, belum ada tokoh politik yang superior yang bisa (baca: mau) mengatasi masalah-masalah di atas. Mereka masih saja mengklaim dan mulut mereka berkata akan membawa kesejahteraan rakyat.
Di sisi lain, mata mereka buta terhadap masalah-masalah kecil di depan mata, tangan mereka mengatur bidak-bidak catur untuk melanggengkan bisnis kroni dan politik balas budi untuk para pendukung.
Saudara terdekat kita yang fanatik terhadap tokoh politik, sudah saling adu jotos dan bersorak-sorai. Dan mereka lupa bahwa saudaranya yang lain sedang memperjuangkan hak hidupnya—ya, hak mereka untuk hidup saja masih sulit.