Rabu, April 24, 2024

Polisi untuk Sepakbola

Arpan Rachman
Arpan Rachman
Jurnalis lepas di Jakarta. Penggemar sepakbola dan penyayang kucing kampung, yang sesekali juga mengarang cerpen.

Biaya untuk dinas kepolisian mengawal pertandingan sepakbola dibicarakan di House of Commons (Dewan Perwakilan dalam Parlemen) di Inggris. Mark Roberts, pimpinan kepolisian yang membidangi sepakbola untuk Dewan Kepala Kepolisian Nasional Britania Raya, telah menetapkan biaya kepolisian pada pertandingan sepakbola profesional di Inggris dan Wales lebih dari GBP48 juta (Rp919,3 miliar) setahun, di mana polisi hanya dapat mengklaim kembali sekitar GBP5,5 juta (Rp105,3 miliar) dari klub.

Menurut BBC, derby kota baja antara Sheffield Wednesday dan Sheffield United pada September 2017 adalah pertandingan paling mahal untuk polisi South Yorkshire tahun itu. Biayanya lebih dari GBP200.000 (Rp3,8 miliar).

Jaminan Keamanan

Sudah lazim di Inggris, polisi berjuang untuk mengimbangi skala insiden yang harus ditanggapi dari acara olahraga besar seperti pertandingan sepak bola. Klub profesional sangat bergantung pada dukungan polisi untuk memastikan pertandingan aman bagi para penggemar. Petugas polisi tidak hanya memberikan keamanan dan kepastian di dalam batas-batas stadion, tetapi memiliki tugas penting dalam mencegah kekacauan di sekitar lapangan sebelum dan sesudah pertandingan.

Gillian Furniss, politisi Partai Buruh, anggota parlemen untuk Sheffield Brightside dan Hillsborough sejak memenangkan kursi pada pemilihan sela tahun 2016 mengatakan bahwa ada tiga faktor yang mengancam kemampuan pasukan polisi untuk menjaga ketertiban di pertandingan sepakbola.

Pertama, pasukan polisi berada di bawah tekanan terbesar yang mereka hadapi di zaman modern. Mereka telah sangat dikurangi anggarannya dan berurusan dengan gelombang kekerasan yang meningkat dan kejahatan terorganisir dalam komunitas Inggris. Jumlah petugas yang tersedia untuk mengawal pertandingan lebih sedikit dari sebelumnya, yang sayangnya berarti bahwa petugas polisi harus dibawa pergi dari lingkungan sekitar untuk mendukung penjagaan di hari pertandingan.

Kedua, gangguan pada pertandingan sepakbola semakin meningkat. Angka-angka yang disajikan oleh unit kepolisian sepakbola Inggris sangat mencolok: kekacauan telah meningkat, dengan hampir 38% pertandingan profesional melaporkan beberapa bentuk insiden kekerasan atau kekacauan selama musim 2017-18, dibandingkan dengan 25% pertandingan selama musim 2013-14. Tayangan rekaman polisi tentang kekacauan di pertandingan sepakbola, beberapa di antaranya benar-benar mengejutkan. Banyak dari insiden tersebut terjadi jauh dari lapangan, di mana polisi seringkali tidak memiliki posisi yang tepat untuk merespons.

Peningkatan tajam dan konsisten dalam kejahatan rasial di pertandingan sepakbola sangat memprihatinkan: polisi menerima laporan kejahatan rasial di 127 pertandingan pada 2017-18, dan sebuah kelompok kampanye menerima lebih dari 500 laporan selama musim yang sama. Sebagai masyarakat, jalan masih panjang untuk menghilangkan rasisme, homofobia, dan seksisme dari permainan olahraga. Meskipun pendidikan adalah inti dari pekerjaan itu, petugas polisi harus mampu dan siap untuk menindak keras minoritas kecil orang yang mencemari sepakbola.

Masalah ketiga yang dihadapi polisi adalah bahwa meskipun kekacauan meningkat dalam beberapa tahun terakhir, mereka hanya bisa memperoleh kembali sebagian kecil dari uang yang mereka keluarkan untuk tugas kepolisian. Mengapa polisi hanya dibayar sebagian kecil dari biaya mereka? Pertanyaan tentang siapa yang membayar kepolisian sepakbola itu rumit, dan telah diperdebatkan selama bertahun-tahun.

Argumen itu terutama berpusat pada biaya pengawasan di luar stadion, baik di jalan-jalan tertutup di sekeliling mereka atau rute ke dan dari arena pertandingan. Terlepas dari kekayaan besar yang dimiliki banyak klub sepakbola, mereka secara konsisten menantang sejauh mana mereka harus mengembalikan uang kepada polisi untuk pengeluaran mereka di luar lapangan itu sendiri.

Standar Operasi

Bagaimana dengan Indonesia? Liga 1 2020 adalah musim keempat kompetisi dengan nama saat ini sekaligus musim ke-11 liga profesional utama Indonesia untuk klub-klub sepakbola sejak dimulai pada 2008. Musim ini diawali pada 29 Februari 2020 dan dihentikan pada 16 Maret 2020 karena pandemi COVID-19. Musim 2020 dinyatakan berhenti pada 20 Januari 2021.

Saat ini PT Liga Indonesia Baru menjadi operator yang mengurus kompetisi di bawah naungan PSSI sebagai otoritas sepakbola nasional. Sudah tentu, mengawal kelancaran jalannya pertandingan sepakbola merupakan tugas kepolisian. Berapa biayanya sejauh ini tidak banyak diketahui publik sepakbola.

Pembahasan khusus tentang dana operasional bagi dukungan polisi untuk hari pertandingan juga tidak transparan. Apalagi membicarakan porsi antara seberapa besar anggaran pemerintah dibandingkan dengan kontribusi dari klub. Campur tangan DPR praktis tidak signifikan. Hanya diketahui bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga telah bertemu Kepala Kepolisian RI yang baru. Tahun ini, diharapkan kompetisi sepakbola kembali digelar di tengah pandemi.

Izin dari Polri menjadi urusan yang vital, sekarang. Pengetatan aturan sosial dipertimbangkan, mengingat tingginya jumlah korban virus di Indonesia. Kapolri intinya menginginkan kesepakatan yang bisa dilakukan oleh semua pihak supaya angka penularan virus 2019-n-Cov tidak bertambah banyak. Protokol kesehatan dengan demikian harus ditegakkan dalam segala aktivitas kepemudaan dan keolahragaan.

Seorang pelatih profesional yang dihubungi penulis menyatakan kuncinya ialah bagaimana PSSI meyakinkan kepolisian yang memberikan izin boleh-tidaknya kompetisi ini berlangsung. PSSI perlu memastikan bahwa prosedur operasi standar, aturan kompetisi, dan protokol kesehatan yang dibuat dalam menghadapi kompetisi musim 2021 betul-betul aman.

Ia mengatakan bahwa profesi pesepakbola sama dengan profesi lain seperti para karyawan atau pegawai di pabrik di mana mereka butuh juga geliat ekonomi untuk bisa hidup. Bukan cuma pegawai di pabrik, yang jumlahnya ribuan orang dalam satu ruangan, tetap diizinkan bekerja. Tapi sepakbola yang notabene SOP-nya jelas bahwa di dalam stadion tidak lebih dari 200 orang. Kenapa itu tidak diizinkan?

Dibutuhkan hal-hal seperti itu untuk meyakinkan pada instansi terkait bahwa aktivitas sepakbola bernilai penting juga secara ekonomi. Sebetulnya tidak ada alasan untuk menghentikan kompetisi karena aktivitas pekerjaan yang lain terus berjalan.  Seperti pasar atau mal, misalnya. Jadi, di mana salahnya? Sementara untuk sepakbola kalau bisa dilakukan sebuah penelitian bahwa sampai dengan hari ini tidak ada satupun pemain yang meninggal karena mereka berkompetisi di era pandemi. Coba carilah di mana dari seluruh negara dunia ini? Tidak ada.

Arpan Rachman
Arpan Rachman
Jurnalis lepas di Jakarta. Penggemar sepakbola dan penyayang kucing kampung, yang sesekali juga mengarang cerpen.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.