Prof Romli Atmasasmita guru besar fakultas hukum Universitas Padjajaran menyatakan hukum tidak dipandang sebagai seperangkat norma yang harus dipandang sebagai seperangkat norma yang harus dipatuhi oleh masyarakat namun juga harus dipandang sebagai sarana hukum yang membatasi wewenang serta perilaku pejabat negara. Dimana hak politik pejabat negara dalam berkampanye harus dimaknai secara komprehensif yang dapat menjamin netralitas dan asas pemilu yaitu Langsung, Umum Bebas, Rahasia, Jujur, Adil yang sejalan dengan Undang Undang nomor 7 tahun 2017
Hadirnya prinsip one man, one vote, one value menjadi hal yang melatar belakangi pembahasan ini dimana prinsip ini merupakan wujud dari demokrasi indonesia yang wajib menunjukan “keterwakilan rakyat” hal ini menjadi salah satu prinsip dari pemilu indonesia. Dimana ciri – ciri pemilu yang demokratis ialah keleluasaan partisipasi antar kandidat dalam saling berkompetisi secara adil melalui gagasannya. Berdasarkan data dari badan pengawas pemilihan umum yang dikeluarkan pada bulan Januari 2024, menyebutkan terdapat sebnayak 1032 kasus yang dilakukan pejabat negara dalam berkampanye diantaranya ialah pelangggaran tindak pidana pemilu, kode etik dan kasus lainnya
Naskah komprehensif buku V Undang Undang Dasar tentang Pemilu dimana secara historis juga menjelaskan bahwa dalam Undang Undang nomor 15 tahun 1969 tentang pemilu, menghendaki pejabat negara pada tahun 1971 diharuskan bersifat netral, pun pendapat Harjono dari fraksi PDIP menyatakan esensi demokrasi dalam pemilu yang sejatinya menghadirkan fair competition yang memperhatikan etika. pun dalam Bab 2 Tap MPR nomor 6 Tahun 2001 tentang Etika Politik dan Pemerintahan yang bertujuan untuk mewujudkan persaingan yang demokratis serta bersedia mundur dari jabatan apabila telah terbukti melanggar kaidah dan sistem hukum
Namun hal ini menjadi a contrario dengan pasal 299 yang mengacu pada padal 281 dalam UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan presiden, wakil presiden dan pejabat negara lainnya diperbolehkan melakukan kampanye sepanjang telah dalam masa cuti dengan tidak menggunakan fasilitas negara. Pun dengan hadirnya pejabat negara yang melakukan kampanye dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai politik, berdasarkan data Badan Pusat Statistik terdapat 59 juta orang yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Jika dikomparasikan pada tahun 2014 dan 2019 dimana tahun 2014 Susilo Bambang Yudhoyono serta jajarannya memilih untuk netral namun pada tahun 2019 Joko Widodo yang mencalonkan diri kembali dan berkampanye dengan melibatkan banyak pejabat negara yang nyatanya berimplikasi pada peningkatan partisipasi rakyat dalam memilih yang dibuktikan pada penurunan jumlah golongan putih atau tidak memilih hingga menjadi 34 juta suara.
Pun menilik lebih dalam pada para pejabat negara yang tergabung secara keanggotaan dalam partai politik untuk berpartisipasi dalam pemilu.
Dalam hal ini pejabat negara memiliki kontribusi yang besar dalam memajukan besar dalam memajukan partainya sekaligus calon yang diusung oleh partai tersebut. Contoh nyatanya ialah dalam keanggotaan DPR RI terdapat kurang lebih 600 pejabat negara yang berasal dar pertai politik. Sehingga hal ini sejalan dengan tujuan utama dari demokrasi yang digagas oleh Munir Fuadi dalam karyanya Konsep Negara demokrasi yakni untuk memberikan kebahagiaan sebesar besarnya pada rakyat dapat terlaksana.