Senin, Mei 20, 2024

Pilpres dan Kuliah Kebangsaan: Benang Merah Politik Terselubung

Dzuriyyatul Hildayah
Dzuriyyatul Hildayah
Saya adalah mahasiswi Universitas Airlangga Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Administrasi Publik 2023

Persaingan untuk merebut kursi presiden selalu berjalan sengit, tetapi kali ini, ada elemen yang membingungkan dan mempengaruhi dinamika politik secara mendalam yaitu kuliah kebangsaan, kuliah umum yang sebelumnya merupakan bagian integral dari kurikulum pendidikan, kini menjadi subjek yang mendapat sorotan tajam ditengah pertarungan politik.  Artikel ini akan membahas hubungan antara Pilpres 2024 dan Kuliah Kebangsaan, mengungkap benang merah politik yang terselubung di antara keduanya.

Dominasi Pemilih Mahasiswa di Pilpres 2024

                    Gambar 1 Grafik DPT Pemilu 2024 (sumber: kpu.go.id)

Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024, total pemilih di Indonesia mencapai 204.807.222 orang. Dari jumlah tersebut, mayoritas pemilih berasal dari generasi milenial, yaitu orang yang lahir antara 1981 sampai 1996. Jumlah pemilih dari generasi milenial mencapai 68.822.389 atau sekitar 33,6% dari total pemilih. Pemilih dari unsur mahasiswa termasuk dalam kelompok generasi milenial dan generasi Z. Jika kita menggabungkan jumlah pemilih dari kedua generasi ini, maka totalnya mencapai lebih dari 113 juta pemilih.

Generasi milenial adalah sebutan untuk orang yang lahir pada 1980 hingga 1994, sedangkan generasi Z merujuk pada orang yang lahir mulai 1995 hingga 2000-an. Dengan data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kampanye yang merambah masuk ke perguruan tinggi dinilai sebagai lahan empuk menjadi alat politik. Namun hal tersebut dipandang dalam tidak sesuai dengan konteks pendidikan.

Konteks Politik yang Memanas Menjelang Pilpres 2024

Persaingan di antara calon-calon presiden semakin memanas, dan isu-isu yang berkaitan dengan nasionalisme dan identitas nasional menjadi pusat perdebatan. Kuliah Kebangsaan di tingkat perguruan tinggi, yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai kebangsaan, sejarah, dan budaya Indonesia di perguruan tinggi, telah menjadi elemen penting dalam dinamika politik yang berkembang pesat. Kuliah Kebangsaan, dalam prakteknya, bukan hanya mengenai pembelajaran nilai-nilai kebangsaan, tetapi juga telah digunakan oleh berbagai pihak sebagai alat untuk membangun narasi politik mereka.

Dalam upaya mendapatkan dukungan dari masyarakat, calon-calon presiden dan partai politik telah mencoba memanfaatkan materi yang diajarkan dalam Kuliah Kebangsaan untuk membentuk opini publik sesuai dengan agenda politik mereka. Ini menciptakan narasi identitas yang kuat, yang merupakan komponen penting dalam kampanye politik.

Isu Kontroversial seputar Kuliah Kebangsaan di Perguruan Tinggi

Namun, penggunaan Kuliah Kebangsaan dalam politik tidak datang tanpa kontroversi. Beberapa pihak berpendapat bahwa hal ini mencampuri ranah pendidikan dengan politik, mengancam netralitas dunia pendidikan, dan dapat memengaruhi pemahaman objektif terhadap sejarah dan budaya Indonesia.

Di sisi lain, ada yang melihatnya sebagai cara yang sah untuk membawa isu-isu kebangsaan ke pusat perhatian masyarakat. Isu-isu kontroversial ini telah memicu perdebatan tajam di masyarakat. Pertanyaan etis tentang menggunakan pendidikan sebagai alat politik dan dampaknya terhadap kebebasan akademik juga menjadi perhatian.

Dilansir pada web um.ac.id, Universitas Negeri Malang (UM) gelar kuliah kebangsaan pada Senin (16/10/2023) di Graha Cakrawala. Kegiatan ini mengusung tema “Kreativitas dan Produktivitas Generasi Muda untuk Indonesia Emas 2045”. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Ganjar Pranowo, S.H., M.I.P. sebagai narasumber dan tokoh nasional. Penyelanggaraan kegiatan tersebut dipenuhi dengan penolakan dari kalangan mahasiswa dan BEM UM.

Dikutip dari malangtimes.com, BEM UM menegaskan menolak kedatangan tokoh politik yang juga mencalonkan diri menjadi presiden pada pemilu 2024 tersebut dalam ranah kuliah umum lantaran berbarengan dengan momen ujian tengah semester (UTS). “Menolak kedatangan tokoh politik dalam ranah kuliah umum yang berakibat pada tidak jadi dilaksanakannya kegiatan ujian tengah semester (UTS) dan menjaga netralitas kampus UM sebagai wadah pendidikan”.

Dalam akun media sosialnya, dijelaskan bahwa kegiatan kuliah kebangsaan bukan merupakan tindak lanjut dari PKKMB UM 2023. Sehingga BEM UM sebagai bagian panitia PKKMB UM dari unsur mahasiswa tidak merencanakan bersama pihak rektorat soal acara kuliah kebangsaan yang diwajibkan bagi mahasiswa baru tahun 2023 tersebut.

Kuliah Kebangsaan yang Ditunggangi Kepentingan Politik

Kegiatan kuliah kebangsaan tersebut juga ditayangkan oleh pihak PDIP selaku partai politik pengusung Ganjar Pranowo. Mahasiswa memandang hal tersebut, tidak etis untuk dilakukan karena tidak sesuai dengan tujuan kuliah kebangsaan. Narasumber harusnya cukup hadir sebagai seorang tokoh nasional saja, bukan ditunggangi oleh partai politik.

Hal tersebut termasuk ke dalam politik praktis dan mencari panggung politik dalam dunia pendidikan yang tidak diperbolehkan. Menurut Nardeak (2015) politik praktis merupakan “politik kotor” yang tidak mengindahkan etika dalam berpolitik secara baik dan benar, secara taktis politik praktis berusaha untuk memperjuangkan kekuasaan.

Kampus sebagai tempat belajar tidak seharusnya disusupi kepentingan politik dan kekuasaan. Hal yang sama juga dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD mengungkapkan kampus diperbolehkan untuk kampanye politik inspiratif atau politik kebangsaan. Namun, tidak boleh ada kampanye politik elektoral atau politik praktis di kampus.

Pilpres 2024 dan Kuliah Kebangsaan memiliki hubungan yang kuat dalam politik Indonesia saat ini. Ini bukan hanya soal calon-calon presiden, tetapi juga tentang cara kebijakan pendidikan dan narasi identitas dapat membentuk arah politik negara ini.

Keberhasilan dalam memahami hubungan ini dan meresponsnya dengan bijak adalah kunci untuk meraih sukses dalam Pilpres 2024 dan membentuk masa depan politik Indonesia. Pemilih juga harus menjadi lebih kritis dan berpendapat secara cerdas terhadap narasi politik yang terselubung dalam materi Kuliah Kebangsaan, sehingga mereka dapat membuat pilihan yang bijaksana dalam pemilihan presiden mendatang.

Daftar Rujukan

Fatimah, Z. M. (2023). Kuliah Kebangsaan Perdana Bersama Ganjar Pranowo: Gugah Kreativitas dan Produktivitas Generasi Muda. Diakses pada https://um.ac.id/berita/kuliah-kebangsaan-perdana-bersama-ganjar-pranowo-gugah-kreativitas-dan-produktivitas-generasi-muda/

Humas KPU. (2023). DPT Pemilu 2024 Nasional, 204,8 juta Pemilih. Diakses pada https://www.kpu.go.id/berita/baca/11702/dpt-pemilu-2024-nasional-2048-juta-pemilih

Nadeak, L. (2015). KLERIKUS DILARANG BERPOLITIK PRAKTIS Promosi Agar Klerikus Aktif Berpolitik Kepedulian Sosial. Logos, 12(2), 90-101.

Nikmatur, B. (2023). BEM UM Tolak Kedatangan Ganjar Pranowo sebagai Pemateri Kuliah Kebangsaan. Diakses pada https://www.malangtimes.com/baca/298422/20231016/103700/bem-um-tolak-kedatangan-ganjar-pranowo-sebagai-pemateri-kuliah-kebangsaan

Sofiana, S. (2023) Mahfud MD : Kampus Boleh Kampanye Politik Kebangsaan, Bukan Politik Praktis, https://surabaya.tribunnews.com/2023/10/16/mahfud-md-kampus-boleh-kampanye-politik-kebangsaan-bukan-politik-praktis

Dzuriyyatul Hildayah
Dzuriyyatul Hildayah
Saya adalah mahasiswi Universitas Airlangga Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Administrasi Publik 2023
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.