Jumat, April 26, 2024

Pilkada, Perlombaan atau Pertandingan?

Gatuwari Lesminadi
Gatuwari Lesminadi
Psychology Student, Social Worker

Pemilihan kepala daerah atau yang sering disebut dengan pilkada memang sebuah isu yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Menjadi orang nomor satu di masing-masing daerah, baik itu sebagai gubernur, bupati maupun walikota adalah sebuah posisi yang sangat menggiurkan bagi sebagian besar masyarakat.

Apabila menjadi seorang presiden adalah sebuah posisi yang teramat sulit, mengingat satu posisi itu diperebutkan oleh lebih dari 260 juta jiwa penduduk Indonesia atau lebih dari 186 juta jiwa yang memiliki hak pilih, maka menjadi gubernur atau bupati/walikota menjadi hal yang lebih realistis karena ada 34 posisi gubernur, 415 posisi bupati dan 93 posisi walikota di seluruh Indonesia.

Tahun 2018 merupakan tahun politik, demikian yang selalu didengung-dengungkan oleh media dan begitupun yang dirasakan oleh masyarakat. Manuver-manuver elit politik menjadi semakin kentara terlihat demi perebutan kekuasaan dan kemenangan di tahun politik ini. Tahun ini, dari 171 lowongan kepala daerah, ada 17 posisi gubernur, 39 posisi walikota dan 115 posisi bupati yang diperebutkan.

Tidak mengherankan bila tahun ini disebut tahun politik, karena separuh posisi gubernur diperebutkan tahun ini. Manuver-manuver politik semakin gencar dilakukan untuk mengamankan pesta demokrasi besar tahun 2019 nanti.

Aksi-aksi  yang dilakukan tidak selalu politik yang bersih, seringkali ada campur tangan elit-elit politik yang bermain kotor dan membuat keruh suasana dengan tujuan jagoan yang diusungnya dapat memenangi pemilihan dan memperoleh kekuasaan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah pilkada ini sebuah perlombaan atau pertandingan?

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata perlombaan diartikan sebagai kegiatan mengadu kecepatan (keterampilan, ketangkasan, kepandaian, dan sebagainya) sedangkan pertandingan didefinisikan sebagai perlombaan dalam olahraga yang menghadapkan dua pemain (atau regu) untuk bertanding.

Perlombaan identik dengan adu kecepatan, seperti lomba lari, lomba balap sepeda, lomba balap karung dan lainnya. Pertandingan selalu identik dengan kompetisi satu lawan satu berhadap-hadapan, siapa melawan siapa.

Bagi sebagian orang hal ini terlihat sama, namun apabila dilihat secara lebih jauh, ada perbedaan yang mungkin bisa menjadi sebuah pertimbangan lebih tentang bagaimana cara kita memandang pilkada dan bagaimana seharusnya berpikir dan bertindak untuk mensukseskan pilkada ini menjadi sebuah kompetisi yang sehat dan menghasilkan kepala daerah terbaik.

Pertandingan, seringkali muncul karena ada dua kubu dan memiliki tujuan untuk mencari mana yang lebih baik dari keduanya. Misalnya ada sudut biru dan sudut merah di ring tinju atau gulat, atau pemain di sisi kiri melawan kanan lapangan, apapun jenis olahraganya dalam satu pertandingan pasti ada dua kubu, dan selalu hanya ada dua, tidak bisa kurang dan tidak bisa lebih.

Para pemain di lapangan tidak bisa tidak harus melihat kubu sebelah sebagai lawan yang harus dikalahkan, bagaimanapun caranya agar bisa meraih kemenangan. Penonton yang ada, tentu saja harus memilih untuk menjadi supporter kubu kiri atau kubu kanan sehingga tak pelak sering terjadi bentrokan di luar pertandingan yang dilakukan antar supporter.

Pertandingan, seperti halnya perlombaan juga menghasilkan pemenang, yang dilakukan dengan mengalahkan kubu sebelah, baik secara individu maupun beregu. Beban psikis yang besar untuk tidak ingin menanggung kekalahan membuat banyak hal dilakukan, termasuk cara-cara negatif. Persoalan pertandingan dalam olahraga ini juga diadopsi oleh elit-elit politik yang melakukan sikut sana sini agar jagoannya bisa menang.

Di sisi lain, perlombaan memiliki konsep dasar adu cepat dan tidak harus selalu dua pemain (atau regu) saja, bisa tiga regu atau lebih. Tujuan dari perlombaan adalah mencari yang terbaik dari semua yang ada.

Dalam satu kali perlombaan masing-masing pemain atau regu akan berlomba-lomba adu cepat atau terampil untuk mencapai tujuannya masing-masing. Setiap pemain akan fokus pada tujuannya sendiri untuk menjadi yang terbaik, tanpa perlu menjegal lawan untuk menjadi juara.

Juara lomba adalah pemain yang tercepat atau yang memperoleh hasil tertinggi dari setiap perlombaan. Masing-masing peserta lomba mempersiapkan dirinya dengan baik dan fokus memperoleh hasil terbaik untuk bisa menjadi pemenang.

Pilkada, seharusnya menjadi sebuah ajang perlombaan dimana masing-masing calon kepala daerah mempersiapkan dirinya dengan baik dan berfokus untuk memperoleh hasil terbaik pada hari pemilihan dengan cara-cara yang sportif.

Pilkada bukanlah pertandingan yang harus mengalahkan lawan dengan segala cara, berfokus bagaimana lawan bisa jatuh sehingga jagoan yang didukung bisa lebih unggul dan menang.

Sebagai penutup, biarlah kata-kata ini menjadi renungan bersama. Tidak perlu menghapus sebuah garis untuk membuatnya menjadi pendek, cukup tambahkan sebuah garis yang lebih panjang di dekatnya dan dengan sendirinya garis awal itu nampak lebih pendek.

Begitupun, masing-masing calon kepala daerah tidak perlu berfokus pada mengumbar kelemahan kubu lain, namun berfokus pada keunggulan diri sendiri dan mempersiapkan lebih baik, tentu saja pilkada tahun ini akan menjadi lebih baik.

Karena Indonesia adalah negara demokrasi yang berkedaulatan rakyat, tentu saja kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Pilkada adalah pesta demokrasi, biarlah rakyat yang menikmatinya, dengan mendapatkan pemimpin daerah bukan hanya yang lebih baik namun pemimpin yang terbaik dengan cara-cara yang bersih dan sportif.

Gatuwari Lesminadi
Gatuwari Lesminadi
Psychology Student, Social Worker
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.