Minggu, Oktober 13, 2024

Pilkada 2020 dan Potensi Ancaman Hoaks Lokal

Giri Lumakto
Giri Lumakto
Digital Ethicist, Educator | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital dan Teknologi | Alumni AAI STA Queensland Uni of Technology, 2019 | Awardee LPDP, 2016 | University of Wollongong, Australia | Mafindo Researcher | Kompasianer of The Year 2018 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | Email: lumakto.giri@gmail.com

 

Pilkada serentak tahun 2020 besok menebar ancaman hoaks kelokalan. Dengan 270 daerah menggelar kontestasi politik di September tahun depan. Bukan tidak mungkin ada rekayasa jahat menggunakan siasat hoaks demi mendapat kuasa.

Muncullah cyber troops daerah yang meniru operasi serupa pada gelaran Pilpres 2019 lalu. Atau secara sporadis dan spontan hoaks diciptakan guna memperkeruh kondisi sosial politik daerah.

Penduduk di daerah selalu mencontoh perilaku digital kaum urban. Smartphone dan aplikasi rilisan terbaru bukan tidak mungkin dibeli dan disukai orang-orang di daerah. Dengan penetrasi internet di daerah rural mencapai angka 48% di tahun 2017. Ditambah akses internet semakin cepat dan harga smartphone yang kian terjangkau. Kehidupan digital menjadi kian lekat dan dekat pada penduduk daerah.

Ditambah, penduduk daerah paling gandrung ikut serta dalam Pilkada.Penduduk di daerah pemilihan akan semakin gesit dan tanggap turut serta dalam Pilkada di daerahnya masing-masing. Angka keikutsertaan daerah yang juga cukup tinggi, membuat linimasa bisa dipenuhi posting soal Pilkada.

Saat ini gerakan literasi digital dan media begitu minim. Fokus pendidikan dan paparan menyoal literasi ini banyak di daerah perkotaan. Selain akses transportasi dan internet yang praktis.

Warga kota lebih cenderung ingin mengikuti apa saja yang sedang trend. Dan dalam hal ini menyoal literasi digital dan media. Pelatihan cek fakta pun sering dilakukan media dan organisasi kemasyarakatan di kota besar.

Sedang penduduk desa kini kian tertinggal. Bukan dalam hal kepemilikan gawai, akses, dan determinisme dunia digital. Namun menyoal bagaimana mereka memberdayakan diri dari ekses negatif dunia digital. Dan urgensi saat ini adalah melatih cek fakta di daerah-daerah yang akan melangsungkan Pilkada serentak di 2020.

 

Mengapa harus melatih cek fakta? Karena jika kita menengok ke belakang, hoaks kala Pilpres 2014 sampai 2019 sudah mempolarisasi publik. Residu Pilpres yang hingga kini mengendap dalam pikiran netizen, khususnya di pedesaan, sulit hilang. Hanya dengan memberdayakan mereka dengan literasi media dan digital. Efek polarisasi bisa diminimalisir. Dan dengan cek fakta, implementasi literasi mereka bisa digunakan dan ditularkan.

Aspek literasi media dan digital membentuk imunitas penduduk pedesaan. Sedang kemampuan cek fakta bertindak secara kuratif dan preventif di masa datang. Dan kecakapan ini adalah yang penting dimiliki penduduk di daerah yang akan melangsung Pilkada serentak di 2020.

Media dan organisasi cek fakta nasional yang ada belum tentu bisa mengetahui isu dan kampanye hitam dengan sifat kelokalan secara real-time. Karena grup kedaerahan seperti Fans Page Facebook tiap daerah akan lebih dahulu mengetahui sebuah isu sebelum viral secara nasional. Ditambah, penduduk pedesaan akan lebih cepat percaya dengan Fans Page kelokalan karena kesamaan asal, identitas, dan bahasa.

Otoritas seperti KPU dan Bawaslu baiknya menjadikan cek fakta menjadi elemen pendidikan pemilih. Dibantu dengan media atau organisasi yang khusus bergerak dalam bidang ini. Setidaknya upaya pemerintah untuk menanggulangi dampak negatif hoaks saat Pilkada serentak nanti diupayakan.

Kemungkinan Pilkada serentak 2020 disusupi dan dikacaukan disinformasi (hoaks) bukan tidak mungkin. Jika kontenstan Pilkada dan oknum lain begitu bernafsu untuk berkuasa. Bukan tidak mungkin orkestrasi hoaks sengaja dibuat. Selain politik uang yang menjadi momok. Dengan akses internet dan sosmed penduduk desa yang cukup. Hoaks menjadi propaganda hitam meracuni pilihan para pemilih di daerah.

Dan haruskah kita diam?

Giri Lumakto
Giri Lumakto
Digital Ethicist, Educator | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital dan Teknologi | Alumni AAI STA Queensland Uni of Technology, 2019 | Awardee LPDP, 2016 | University of Wollongong, Australia | Mafindo Researcher | Kompasianer of The Year 2018 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | Email: lumakto.giri@gmail.com
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.