Pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada pembukaan Kongres V di Sanur Bali kamis (8/8), menuai banyak reaksi dari publik. Selain pidatonya yang terlihat santai, Megawati justru dinilai tampak tidak percaya diri soal jatah kursi menteri di Kabinet Jokowi.
Pada pidatonya itu, Megawati meminta kepada Jokowi agar PDIP diberi jatah kursi menteri yang paling banyak. “Iya donk, orang yang nggak dapet aja minta,” kata Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya.
“Ini di dalam kongres partai Bapak Presiden, saya meminta dengan hormat bahwa PDIP akan masuk ke dalam kabinet dengan jumlah menteri yang harus terbanyak,” katanya lagi.
Saya menilai seharusnya pembicaraan seperti itu baiknya disampaikan di ruang tertutup. Bahwa untuk membahas hal yang privat seperti ini semestinya jangan disampaikan dalam pidato politik terbuka karena pada dasarnya itu menunjukkan arogansi sebuah partai politik untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal semestinya kekuasaan itu datang untuk orang yang terpilih bukan jual beli jabatan.
Jokowi sendiri merespons pidato politik yang disampaikan oleh petinggi partai PDIP yang menjabat dengan jabatan terlama. Seharusnya pak Jokowi belajar dari pilpres 2019. Apakah mau dikatakan lagi sebagai presiden boneka oleh lawan politik?
Pemilihan dan pembentukan menteri sesungguhnya adalah hak preogatif presiden sebagaimana tercantum dalam pasal pasal 17 ayat 2 yang berbunyi “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden”.
Saya memang tahu pak Jokowi ini adalah kader PDIP namun jika terlalu nurut sama bu Mega ini akan mempengaruhi opini publik terhadap presiden Jokowi itu sendiri. Cobalah untuk bermain lebih cantik dalam menyusun kabinet. Katanya tidak ada beban masa lalu tapi masa kejadian masa lalu diulang lagi? Lah inikan lucu.
Panasnya perebutan kursi menteri ini memang masih membuat dilematis presiden Jokowi. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) telah menyodorkan 10 nama kader kepada Jokowi, Nasdem mengusulkan 11 (kursi menteri), Partai Hanura ajukan 50 nama, dan beberapa partai lainnya harus mendapatkan kursi juga dengan mengajukan nama-nama populer yang sudah malang melintang didunia politik.
Kalau tidak begitu maka anak dari petinggi partai yang diajukan. Contohnya adalah Perindo yang mengajukanAngela Tanoesoedibjo anak dari Hari Tanoe. Belum lagi beberapa partai politik yang kalah dari koalisi adil makmur yang sekarang merapat ke Jokowi.
Wahai pak Jokowi apakah anda sudah lupa dengan wacana kabinet zaken? Apakah tidak belajar dari menteri bapak yang berasal dari kalangan profesional? Coba pak Jokowi lihat Ibu Sri Mulyani dan Ibu Susi Pujiastuti. Kinerjanya sudah nyata bukan?
Menteri dari kalangan partai politik boleh saja tetapi jika semuanya berasal dari parpol maka justru akan mengganggu stabilitas kinerja bapak. Akibatnya adalah seperti periode sebelumnya yaitu gonta ganti kabinet yang tentunya kita semua tidak inginkan.
Sumber: kompas.com, viva.co.id