Jumat, Oktober 11, 2024

Piala Dunia Adalah Panggung Manusia Biasa, Ya Sudahlah!

Peter Eduard
Peter Eduard
Seorang pengajar yang menyenangi dunia sepakbola dan gemar menulis

Pertandingan yang ditunggu-tunggu itu akhirnya tak pernah terjadi. Argentina vs Portugal alias Lionel Messi vs Cristiano Ronaldo. Match of the year yang akan menjadi penentu siapa di antara keduanya yang pantas disebut yang terbaik, ternyata urung tersaji di Piala Dunia 2018.

Para insan sepakbola sebenarnya sempat mengharapkan hadirnya klimaks yang epik. Bayangkan jika pertemuan keduanya mengambil latar final Piala Dunia 2018, dengan trofi piala dunia sebagai taruhannya.

Rasanya tidak ada waktu yang lebih pas untuk menggelar laga tersebut kalau bukan tahun ini. Messi si “alien” yang datang dari planet lain dengan bakat luar biasa dan Ronaldo si “robot” yang tidak pernah berhenti bekerja tengah berada dalam posisi seimbang: sama-sama telah mengoleksi lima Ballon d’Or dan sama-sama telah meraih segalanya di level klub. Hanya satu trofi yang kurang, trofi paling prestisius yang bisa diraih seorang pemain sepakbola: trofi piala dunia.

Penghalang bernama takdir

Namun takdir, atau lebih tepatnya hasil yang diraih tim mereka di fase grup, mencegah pertemuan akbar itu terjadi di partai final seperti yang diharapkan. Bagan turnamen menentukan bahwa Portugal sebagai runner-up grup B dan Argentina sebagai runner-up grup F bakal harus bertemu lebih cepat, yaitu di babak perempat final.

Publik sedikit kecewa, tapi tidak terlalu berkeberatan. Biarlah bila final itu memang harus datang “kepagian”, asalkan ia tetap datang. Sudah terlalu lama masyarakat menantikannya.

Sudah terlalu lama pertanyaan soal siapa yang lebih baik di antara Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo tidak terjawab. Rasanya jawaban tuntas hanya akan didapat jika salah satu pemain pada akhirnya berhasil membawa negaranya mengangkat trofi piala dunia. Atau, minimal saling berhadapan di ajang tersebut.

Hal itulah yang membuat para penikmat sepakbola sangat berharap Argentina dan Portugal sama-sama lolos dari babak perdelapan final. Hal itulah yang membuat mereka berharap baik Messi maupun Ronaldo dapat tampil maksimal dan terhindar dari cedera sehingga dapat bertemu di perempat final nanti. Hal itu juga lah, rupanya, yang membuat mereka seperti melupakan Perancis dan Uruguay.

Padahal berdasarkan hitung-hitungan logika, Perancis yang menjadi lawan Argentina dan Uruguay yang maju menghadang Portugal di perdelapan final sebenarnya lebih patut dijagokan untuk meraih kemenangan. Kedua negara tersebut sama-sama mengakhiri babak grup sebagai juara grup, dan itu memang pantas mereka raih.

Perancis membuktikan diri sebagai tim yang tangguh setelah menang 2 kali dan seri sekali di grup C. Mereka mencetak 3 gol dan hanya kebobolan 1 kali. Uruguay malah lebih alot lagi. Permainan disiplin yang diperagakan tim berjulukan La Celeste itu di grup A berujung pada 3 kemenangan, serta mencetak 5 gol tanpa kecolongan satu gol pun.

Para pengamat sepakbola sebenarnya menyadari hal ini. Begitu pula masyarakat,  termasuk para pendukung kedua tim atau kedua pemain. Tapi kalau mau jujur, peluang melihat Messi dan Ronaldo saling beradu skill di lapangan yang sama dalam ajang sepakbola terbesar di dunia rasanya terlalu sayang untuk dilewatkan.

Mereka sudah sedekat ini, hanya perlu melewati satu lawan lagi untuk bisa mewujudkannya. Perkara Perancis dan Uruguay lebih pantas diunggulkan, itu soal lain lagi. Toh, Piala Dunia tahun ini sudah menyajikan sejumlah kejutan di pertandingan-pertandingan sebelumnya. Bukan tidak mungkin hal itu akan terjadi lagi.

Tapi apa daya, harapan tinggal lah harapan. Duel yang dinanti-nanti itu akhirnya batal terlaksana setelah Lionel Messi bersama Argentina harus bertekuk lutut kepada Perancis si juara dunia tahun 1998. Empat gol dari Kylian Mbappe dan kawan-kawan hanya bisa dibalas 3 kali oleh Tim Tango. Setali tiga uang, Portugal dengan Cristiano Ronaldo-nya kemudian menyusul setelah dibuat kesulitan membongkar pertahanan disiplin Uruguay plus permainan efektif penyerang mereka Edinson Cavani, sehingga akhirnya kalah 1-2.

Mungkin hanya sebuah kebetulan bahwa Cavani bermain di klub yang sama dengan Mbappe, namun bukan kebetulan kalau negara mereka sama-sama merusak skenario yang begitu dinantikan tersebut. Perancis bermain trengginas dengan dimotori kecepatan Mbappe yang berkali-kali merepotkan barisan bek Argentina. Tidak hanya mencetak dua gol, Mbappe juga yang memaksa Marcos Rojo menjatuhkannya di kotak terlarang sehingga berbuah tendangan penalti yang menjadi gol pertama Les Blues.

Uruguay juga tampil tidak kalah apik. Meski lebih defensif, mereka berhasil menutup setiap ruang di wilayah tengah pertahanan mereka sehingga membuat Portugal tidak punya pilihan kecuali mencoba peruntungan dengan umpan-umpan crossing dari sisi lapangan. Dibarengi dengan kesigapan mereka menghalau setiap umpan silang tersebut, Uruguay pun berhasil mempermalukan Portugal yang berstatus juara Piala Eropa tahun 2016.

Panggung manusia biasa

Pada akhirnya Messi dan Ronaldo, alien dan robot itu, hanya bisa tertunduk lesu di akhir laga. Empat edisi piala dunia telah mereka coba taklukan, empat kali pula mereka gagal. Tetesan air mata di wajah keduanya seolah mengingatkan mereka, dan juga kita semua, bahwa sepakbola adalah permainan tim. Sejak dulu selalu seperti itu. Anda bisa menguasai seluruh skill yang mungkin dimiliki seorang pemain sepakbola, tapi tanpa bantuan 10 orang lainnya, Anda tidak akan meraih apa-apa.

Giringan bola Kylian Mbappe mungkin tidak selihai Lionel Messi. Pun nama besar Cristiano Ronaldo mungkin akan selamanya mengungguli nama Edinson Cavani. Namun setidaknya selama 90 menit, Mbappe dan Cavani telah menunjukkan bahwa mereka punya apa yang Messi dan Ronaldo tidak punya: rekan-rekan setim yang solid.

Perancis dan Uruguay adalah tim yang lebih baik, dan even sepakbola terbesar dunia memang sepatutnya berisi tim-tim terbaik, bukan pemain-pemain terbaik. Coba tengok Alfredo Di Stefano, Eric Cantona, sampai Ryan Giggs, para legenda sepakbola yang tidak pernah merasakan atmosfer megah piala dunia. Bahkan pemain yang namanya berarti “terbaik”, George Best pun tidak. Tapi lihat, piala dunia baik-baik saja tanpa mereka.

Setelah gugurnya Argentina dan Portugal, berhembus kabar bahwa baik Lionel Messi maupun Cristiano Ronaldo mungkin akan mempertimbangkan untuk pensiun dari tim nasional. Artinya mungkin dunia telah menyaksikan penampilan terakhir mereka di piala dunia. Tapi, ah, biarlah bila kelak itu benar-benar terjadi. Mungkin kedua pemain memang lebih pantas bertarung di bawah panji-panji Real Madrid dan Barcelona. Mungkin penetuan siapa yang terbaik di antara keduanya tidak ditakdirkan terjadi di piala dunia. Ya, puncak tertinggi itu mungkin lebih pantas ditapaki oleh sosok lain. Siapa pun kecuali mereka berdua.

Apapun itu, selamat menyaksikan lanjutan Piala Dunia 2018, yang akan menjadi panggung bagi lahirnya sosok juara baru. Bukan alien atau robot, tapi sekumpulan manusia biasa yang bekerja sama untuk meraih mimpi yang luar biasa.

Peter Eduard
Peter Eduard
Seorang pengajar yang menyenangi dunia sepakbola dan gemar menulis
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.