Selasa, April 23, 2024

Perusahaan Terbesar di Indonesia Menurut Foucault

Reza Hikam
Reza Hikam
Mahasiswa S1 Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga, Aktif di Berpijar.co dan Center for Extresmism, Radicalism, and Security Studies (C-ERSS)

“Jika ingin membuat manusia menjadi berguna, maka kontrol mereka”, ujar Michel Foucault, seorang sejarawan berkebangsaan Prancis yang kondang di tahun 1970-1980an.

Ia menuliskan kalimat tersebut dalam bukunya yang berjudul “Discipline and Punish” (Surveiller et Punir). Beliau berusaha mengejewantahkan mengenai kata disiplin dan juga hukuman. Bagi Foucault, kedisiplinan berfungsi sebagai mekanisme untuk meciptakan manusia yang berguna, yang dapat produktif ditengah-tengah masyarakat. Pandangan ini memang benar.

Pastinya, dalam berbisnis, kita harus memiliki pegawai, mulai dari pegawai produksi sampai mandor/pengawas yang sekarang kerapkali kita sebut sebagai supervisor. Apa sebenarnya kegunaan mandor ini? Mereka adalah pengawas para pegawai agar produktivitas tidak menurun dan memberikan hukuman apabila hasil kerja seseorang tidak sesuai dengan ekspektasi perusahaan, yang bahkan bisa sampai pada titik pemecatan.

Negara di era modern ini, kurang lebih sama dengan perusahaan yang bergaya sangat manajerial. Di berbagai lini, kita dapat melihat mandor negara dalam bentuk lembaga yudikatif baik ad hoc maupun tidak, seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. Mereka berfungsi menegakkan peraturan yang sudah dibuat oleh pemerintah.

Adapun Inspektorat di daerah untuk mengawasi kinerja aparatur sipil negara di tingkat daerah dan komisaris untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penegakan hukum demi produktivitas layanan kesehatan mulai ditunaikan dengan keras, seperti pemotongan gaji apabila telat masuk kerja. Sampai dengan perhitungan jam kerja dan penerapan sistem reward and punishment.

Dengan munculnya sistem semacam itu, maka fokus pemerintah bukan lagi proses namun hasil. Semua dinilai dari hasil. Siapa bilang negara tidak melakukan perdagangan? Indonesia memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tingkat pusat dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di tingkat daerah yang merupakan rancangan pengeluaran pemerintah di tiap tahun. Salah satu sumber APBN dan APBD ini adalah pajak, dimana masyarakat “dipaksa” untuk membayarnya. Akan ada sanksi bagi mereka yang tidak mau membayar pajak.

APBN dan APBD ini digunakan untuk membayar para Aparatur Sipil Negara yang kebanyakan berasal dari Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN), pencetak ASN terbaik dan juga memiliki Ikatan Dinas (Ikadin). Uang yang berasal dari penduduk Indonesia dikelola guna memunculkan seorang ASN yang baik dengan metode pelatihan yang disiplin dari IPDN dan berbagai Sekolah Tinggi Negara lain seperti Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) dan lainnya. Setelah lulus sekolah-sekolah tersebut, para pegawai sudah menjadi manusia yang “berguna” dibidangnya dan siap diterjunkan untuk melayani masyarakat.

Saat bekerja pun, para ASN dibawah pengaturan yang sangat ketat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Di berbagai daerah pun menerapkan Peraturan Daerah yang ketat demi kenyamanan masyarakat dalam pelayanan publik pemerintah daerah. Dalam UU ASN sendiri terdapat 13 asas dasar untuk penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN. Adapula kode etik dan kode perilaku.

Jadi ASN merupakan pegawai dari perusahaan terbesar yang berusaha menyediakan layanan terbaik, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ya. Negara ini merupakan perusahaan yang berhak menggunakan kekerasan untuk menertibkan masyarakat dan memberikan sanksi untuk kedisiplinan pegawainya demi produktivitas mereka terjaga.

Jika Negara ini adalah Perusahaan dan Aparatnya merupakan pegawainya, lalu siapa konsumennya?. Didalam pemikiran baru mengenai pelayanan publik sekarang seperti dalam buku Reinventing Government karya Ted Gaebler dan David Osborne, warga negara adalah konsumen. Contoh kecil dalam penggunaan pajak yang dibayar oleh masyarakat adalah pelayanan pembuatan E-KTP, mewajibkan BPJS (asuransi kesehatan), keberadaan beras miskin yang dikelola oleh BULOG, dan berbagai kebijakan lain yang berusaha untuk memuaskan dan mensejahterakan masyarakat.

Memang demi kepuasan penduduk yang berkisar 250 juta ini, perlu sistem pendidikan yang keras bagi para Aparatur Sipil Negara agar mereka memiliki rasa tanggungjawab terhadap pekerjaannya dan selalu paham posisi mereka sebagai pelayan publik, ini sudah bukan lagi zaman pangreh praja. Birokrasi itu melayani, bukan lagi dilayani. Pelayanan inilah yang merupakan produk utama dari pemerintah, bisa dalam bentuk jasa, juga dalam bentuk infrastruktur.

Adakah contoh konkrit dari pelayanan publik selain E-KTP yang berbentuk perusahaan bukan sebuah dinas? Ada, namanya BUMN. Saya ambil salah satu contoh BUMN yakni PT. Garuda Indonesia yang bergerak dibidang Transportasi Udara, mereka seringkali memberikan workshop kepada pegawainya mengenai customer service, mengenai pelayanan yang baik terhadap konsumennya.

Belum lagi mereka mengambil stok pilot dari Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) di Banten, sekolah ini terkenal akan kedisiplinannya, karena transportasi udara (baca:pesawat) bukanlah transportasi dengan resiko kecil dan juga pentingnya keamanan penumpang membuat Garuda Indonesia membutuhkan pilot terbaik.

Masih banyak contoh lain yang dapat kita temui di kehidupan sehari-hari, sejatinya kantor pemerintah dari balai desa hingga istana negara bertujuan hanya untuk melayani warna negara Indonesia. Jika sampai sekarang masih banyak mal-administrasi, kemiskinan dan pungutan liar, maka perusahaan yang bernama Indonesia itu masih belum menguntungkan dirinya sendiri dan juga konsumennya.

Dan bagi kalian yang bercita-cita sebagai Aparatur Sipil Negara, sejatinya kalian hanya bekerja dalam perusahaan yang skalanya melingkupi sabang sampai merauke dan digaji dari uang rakyat, maka berilah pelayanan sebaik mungkin bagi siapapun, yang penting WNI.

Reza Hikam
Reza Hikam
Mahasiswa S1 Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga, Aktif di Berpijar.co dan Center for Extresmism, Radicalism, and Security Studies (C-ERSS)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.