Kamis, Oktober 10, 2024

Perpanjangan Waktu Orde Baru

Made Bryan Pasek Mahararta
Made Bryan Pasek Mahararta
Indonesia Controlling Community

Jika pemilihan presiden (pilpres) 2019 dianalogikan menjadi pertandingan olahraga sepak bola, tampaknya wacana isu debat capres untuk mengangkat tema berkaitan orde baru dapat diumpakan sedang memasuki babak perpanjangan waktu.

Santernya pemberitaan media tentang membuka kembali memori rejim orde baru (orba) menghadirkan pro-kontra para politisi tanah air.

Tentu masih segar dalam ingatan, bahwa lahirnya gerakan reformasi 1998 disebabkan oleh karena akibat ketidakstabilan rejim orba dalam mengawal sistem pemerintahannya.

Lahir ditahun sisa-sisa menjelang berakhirnya orde baru, generasi milenial tampaknya justru tidak menunjukkan ekspresi kepanikan atau kehebohan yang luar biasa seperti para politisi kita yang tumbuh di era 80-90an.

Hal ini bisa kita sebut bahwa Pilpres 2019 merupakan ajang kontestasi last minute bagi generasi akhir orde baru dan awal reformasi.

Dengan dimunculkannya wacana kebangitan orde baru, apakah ini menjadi sebuah kemajuan atau kemunduran iklim demokrasi kita?

Apa yang sebenarnya patut diteladani periode masa orba? Silahkan coba cek beberapa referensi tentang klaim keberhasilan maupun kegagalan rejim orba.

Kita akan menemukan beberapa babak dari sudut pandang ekonomi, politik, hokum, pendidikan, teknologi dan kesehatan.

Kembali pada topik tulisan tentang perpanjangn waktu orde baru. Ada dua hal yang perlu menjadi analisis kritis masyarakat dalam menghadapi pilpres 2019 mendatang.

Pertama, soal kilas balik sepak terjang pemerintahan rejim orde baru bagi kaum reformis. Bangsa kita harusnya jangan terburu amnesia atas kebobrokan rejim di masa lalu. Baru-baru ini dalam peringatan hari HAM internasional diungkit kembali mengenai kasus teror dan penculikan terhadap sipil di masa lalu.

Kedua, soal seberapa gregetnya rejim orde baru bagi kaum milenial. Ketidakstabilan negara dalam mengawal kebijakan moneter, ditambah lambatnya pengembangan teknologi harusnya menjadi renungan bersama bahwa globalisasi menyebabkan politik dunia saat ini telah banyak berubah.

Dengan posisi Jakarta dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan di era orde baru, maka segala kebijakan pembangunan menjadi terpusat (sentralistik).

Hal ini yang kemudian menjadi faktor penyebab pembangunan di Indonesia selama rejim orba tidak merata, bahkan sangat terkesan lambat untuk ukuran negara kepulauan seperti Indonesia selama puluhan tahun yang lalu.

Dampak lain dari tidak meratanya pembangunan ialah minimnya penyerapan tenaga kerja. Sektor sumber daya manusia yang semestinya merupakan kunci utama sekaligus peranan penting dalam proses pembangunan bangsa, terkesan terabaikan oleh pemerintah orde baru.

Oleh sebab itu, disini dapat kita pisahkan range masa reformasi yang beralih ke era otonomi daerah. Semestinya, pemerintah sekarang kembali fokus pada perkembangan dari beberapa pembangunan diberbagai wilayah (desentralistik).

Memasuki era otonomi daerah, iklim demokrasi yang mulai tumbuh saat ini ialah pentingnya partisipasi masyarakat dan juga transparansi anggaran.

Sehingga, lemahnya penegakan hukum di jaman orde baru yang telah mengakibatkan praktik suap dan korupsi sampai membudaya tidak terulang kembali.

Bukan rahasia lagi, rejim orba lah yang sebenarnya menyuburkan penyelewengan kekusaan negara sehingga menyebabkan lambatnya pembangunan di Indonesia.

Sementara itu, tahun 2020-2030 mendatang, banyak analis kebijakan mengatakan bahwa periode berikut bangsa Indonesia akan mengalami fase bonus demografi. Tantangan tersebut harus dipersiapkan sejak dini.

Dengan perkiraan jumlah penduduk yang hamper mencapai 300 juta penduduk, maka diharapkan terbukanya lapangan pekerjaan baru mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Ditambah perkembangan jaman dengan hadirnya ketergantungan terhadap industri teknologi.

Dari sudut pandang politik, sangat jelas apa yang terjadi di masa rejim orde baru, yakni kepemimpinan otoriter yang kuat atau bisa disebut sistem politik patronase.

Tentu kita tidak ingin semua aktivitas politik dan birokrasi pemerintahan diatur sedemikian rupa, hanya untuk kalangan orang-orang dilingkaran penguasa saja yang boleh mengendalikan peran negara.

Selain itu, militeristik di jaman orde baru terasa sangat kental. Kebebasan sipil untuk dapat berkumpul dan mengeluarkan pendapatpun sangat terbatas. Kontrol dari pemerintah begitu kuat. Namun, terbatas hanya kroni-kroninya saja yang diperhatikan.

Tentu saja, Pilpres 2019 kali ini menjadi sangat menarik karena kita akan melihat hasil akhir perpanjangan waktu babak final.

Apakah rejim orde baru akan kembali melanggengkan kekuasaannya? Atau kaum reformis dapat segera memperbaiki keadaan bangsa menjadi lebih baik.

Made Bryan Pasek Mahararta
Made Bryan Pasek Mahararta
Indonesia Controlling Community
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.