Sebagai orang Indonesia tentu pernah memainkan atau setidaknya mengenal permainan yang bernama Petak Umpet. Sebuah permainan anak-anak yang sangat populer dan menyenangkan. Karena tidak perlu biaya mahal dan dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat dari status sosial apapun.
Permainan ini juga merupakan bentuk sosialisasi awal si anak dengan anak yang lain dalam suatu kelompok masyarakat. Hal ini juga merupakan kesempatan anak untuk mengenal lingkungan tempat tinggalnya serta karakter manusia yang satu dengan yang lain—baik disadari ataupun tidak—tentu akan dipahami secara perlahan ketika ia tumbuh menjadi dewasa.
Pembentukan karakter seseorang tidak dapat dilepaskan dari mana seseorang itu tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan. Tentu akan berbeda karakter seorang yang tumbuh dan berkembang di pesisir pantai dengan anak yang tumbuh dan berkembang di lereng pegunungan. Itulah barangkali kebenaran pepatah yang mengatakan “Lain ladang lain belalang”. Artinya di setiap tempat pasti ada perbedaan kebiasaan, adat-istiadat serta pola kehidupan bermasyarakatnya.
Dengan berkumpul dalam satu kelompok tentu terjadi negosiasi kepentingan antara yang satu dengan yang lain. Contoh sederhananya, tidak mungkin semua anak langsung menyepakati sebuah permainan yang akan dimainkan, tentu ada negosiasi kecil di dalamnya.
Ada anak yang menginginkan permainan ini, ada yang menginginkan itu, dan lain sebagainya. Tapi karena terbiasa berkelompok, maka permasalahan kecil itu dapat diatasi tanpa ada yang merasa dikalahkan kepentingannya. Hal ini terbukti anak-anak selalu bermain dengan gembira dan ikhlas tanpa sakit hati karena kepentingannya dikalahkan.
Mari kita mencoba lebih mengerucut pada salah satu permainan tradisional, yaitu permainan Petak Umpet. Syarat bisa berjalannya permainan Petak Umpet harus diikuti lebih dari dua orang, bahkan sangat menarik jika semakin banyak yang ikut main.
Dari sini kita bisa lihat bahwa si anak harus mengumpulkan teman-temanya agar berkumpul menjadi satu. Bukankah hal ini merupakan proses berorganisasi. Ketika sudah berkumpul, si anak juga harus bernegosiasi dengan teman-temannya agar kepentinganya untuk bermain Petak Umpet dapat disepakati bersama.
Saking banyaknya permainan anak, tentu tidak mudah meyakinkan teman-temanya bahwa hari ini adalah hari yang asyik untuk bermain Petak Umpet. Maka terjadilah musyawarah yang menghasilkan sebuah mufakat untuk menyepakati bermain Petak Umpet.
Untuk itu, jika sejak kecil terbiasa melakukan musyawarah tentu tidak akan terjadi konflik-konflik akibat perbedaan kepentingan yang tajam karena semua persoalan diselesaikan secara musyawarah dalam proses-proses dialog yang sehat. Sehingga mampu menghargai kepentingan sosial untuk sedikit mengeyampingkan kepentingan individunya.
Dengan begitu si anak sejak kecil sudah diajari proses-proses untuk saling menghargai dan tidak menjadi egois dan individual, sebab begitu dia egois tentu akan dijauhi teman-temannya.
Contoh konkritnya begini, jika ada seorang anak yang dibenci oleh teman-temannya, biasanya di dalam sebuah permainan akan dijendilke oleh teman yang lain. Dari sisi ini lagi-lagi ada sebuah rapat kecil untuk mempengaruhi teman yang lain untuk mencurangi anak yang dibenci. Tentu saja seorang anak kecil akan merasa kapok jika dia selalu dicurangi dalam permainan. Hal ini juga merupakan salah satu kontrol sosial atau sanksi sosial kepada orang yang berbuat nakal sehingga dibenci oleh teman-temannya.
Sebuah aturan yang tidak tahu berasal dari mana, namun sangat ditaati oleh anak-anak dalam memainkan sebuah permainan. Jika ada salah seorang yang melanggar, maka permainan terasa tidak menyenangkan. Yang membuat permainan menjadi tidak menyenangkan akan diberi saksi sosial seperti yang disebut di atas. Sehingga sejak kecil anak-anak sudah mendapatkan pelajaran mengenai etika bermasyarakat.
Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa permainan Petak Umpet tidak sekedar permainan. Ada proses yang sebenarnya rumit tetapi terlihat santai dan menyenangkan jika dilakukan oleh anak-anak.
Inilah vitalitas yang ada dalam permainan anak-anak di Indonesia yang akan membentuk karakter bangsa dengan kokoh tak tergoyahkan. Sehingga jangan pernah menghilangkan atau mengganti permainan-permainan tradisional dengan permainan modern yang hanya bisa dinikmati individu.